Circle
about everything around us
about everything around us
Selama aku tumbuh besar, aku tidak pernah merasa pantas untuk disayang. Mungkin karena aku tidak pernah merasakan kasih sayang hangat dari kedua orang tua saat kecil. Sejauh ingatan yang bisa aku kenang, sosok yang selalu hadir semasa aku kecil hingga remaja adalah Popo dan Kung-Kung.
Coba ingat-ingat lagi kapan terakhir kali lo ngobrol bareng ibu atau bapak? Bukan, bukan hanya sekedar bertanya sudah makan atau belum lalu kemudian selesai, melainkan perbincangan yang lebih mendalam mengenai apa yang sedang lo kerjakan atau usahakan.
Ketertarikanku untuk berbagi mengenai pengalaman dan tips pengembangan diri sebenarnya dimulai ketika aku bekerja di salah satu perusahaan konsultan keuangan di Jakarta. Saat itu, banyak yang bertanya melalui media sosial mengenai kiat untuk bisa bekarir di perusahaan tersebut. Lalu setelahnya, aku juga mulai berbagi mengenai topik pengembangan diri dan karir.
Setiap individu pasti memerlukan proses untuk beradaptasi dengan segala perubahan yang ada baik secara eksternal maupun internal. Saat memutuskan untuk menikah, memiliki tujuan yang disepakati bersama akan sangat membantu kita untuk saling berkompromi. Pada dasarnya, kompromi berkaitan erat dengan komitmen.
Ketika memutuskan untuk membangun relasi dengan seseorang, terutama sebagai sebuah pasangan, tentu kebahagiaan adalah hal yang kita harapkan. Tapi lain cerita kalau ternyata hubungan yang dijalani justru berubah menjadi toxic relationship.
Menurutku tidak ada aturan pasti untuk menjadi orang dewasa. Semasa sekolah dulu, mungkin tujuan kita semua sama, lulus dengan nilai baik kemudian masuk ke universitas tujuan, tapi dunia kerja tidak demikian, semua orang punya tujuan dan perjuangannya sendiri-sendiri.
Menurut Dr. Perpetua Neo, obsesi berawal saat kita merasa vulnerable–rentan. Obsesi berkembang ketika orang yang mencoba untuk “live in their heads” daripada “living their life”. Untuk yang sering dipanggil wibu, tidak perlu merasa beda, inferior atau tidak pede. Obsesi tidak hanya berlaku untuk wibu, loh. Selain kultur Jepang, di dunia ini banyak kok orang-orang yang terobsesi dengan hal lain.
Di zaman modern, kebanyakan dari kita tidak lagi dijodohkan, punya kebebasan cari pasangan sendiri. Zaman sekarang, kebanyakan dari kita mempercayai naluri, harus merasakan ketertarikan luar biasa kuat demi mencari dia yang tepat. Sang soulmate. Tapi tahukah Anda, dalam memilih pasangan, ternyata mendengarkan naluri sepenuhnya tidak selalu menjamin bahwa ia orang yang tepat untuk kebahagiaan Anda. Mengapa?
Saya tumbuh besar melihat hubungan beracun yang berlangsung puluhan tahun antara dua orang. Tidak ada seorang pun yang bahagia dalam relasi ini. Tidak seorang pun pantas hidup seperti ini. Saya mau bicara tentang toxic relationship.