Lalitia Apsari
@lalitiaArticles By This Author
Dear, Aku Yang Dulu: Kencan Dengan Si Tiga Puluh
Tentu kamu pernah dengar kalau angka tiga belas acap kali disematkan sebagai pembawa sial. Tapi semenjak menjajaki hidup di dunia ini, ada lagi angka yang menurutku juga dihujani kemalangan. Cerita kali ini, biarlah dia yang berbicara. Kenalkan, saya tiga puluh.
Dear, Aku Yang Dulu: Berat Yang Membumi
Sudah lama kamu putus dengan pacarmu, tapi dia masih terus jadi aktor utama ceritamu. Kamu jauh dari teman-temanmu. Ingin menjadi sosok nomor satu bagi mereka, namun berat upaya yang harus dikeluarkan. Kamu mengeluh mengenai pekerjaanmu yang, aku kutip, “tidak memberi manfaat pada masyarakat”. Saat memajang dirimu di sosial media, kamu mencoba membuktikan seakan setiap aksimu itu heroik dan penuh pertimbangan. Di post lain kamu berupaya untuk terlihat santai tanpa konflik, padahal kamu butuh 20, 60 menit, atau 2 jam untuk memikirkan foto dan caption yang sempurna.
Dear, Aku Yang Dulu: Hidup Dengan Sesal
Siapa di dunia ini yang tidak pernah menyesal terhadap sesuatu? Memang, jika ditanya apakah ada sesuatu di masa lampau yang mereka ingin ubah, maka banyak yang akan menjawab ‘tidak’. Akupun begitu. Tapi sejujurnya, jawabanku itu hanya jawaban demokratis karena aku melindungi apa yang aku miliki sekarang, meski tidak sempurna.
Dear, Aku Yang Dulu: Di Mana Tempatku?
Ya, memang. Mencari tempatmu di dunia ini tidak semudah itu. Meskipun sudah kodratnya manusia butuh tempat di mana dia bisa bilang, “Ah, memang aku sudah seharusnya di sini.”
Dear, Aku Yang Dulu: Menjadi Petty
Kamu tahu perasaan di saat ada orang lain yang berhasil melakukan sesuatu tapi alih-alih turut bahagia, kamu justru mencari-cari cela? Kadang dalam hati kita berpikir, “Ah, ya jelas dia bisa, kan dia punya ini dan itu.” Atau seribu alasan lainnya yang kita gunakan hanya untuk membuktikan bahwa orang itu tidak pantas sukses. Nyatanya, bukti ini pada akhirnya tidak muncul. Yang jelas terlihat justru bukti bahwa kita berpikiran picik, iri ... petty.
Dear, Aku Yang Dulu
Banyak orang yang mempersiapkan diri untuk periode tertentu di usia muda dan menghabiskan hidupnya memandang ke belakang. Setiap merayakan ulang tahun, kita selalu bernyanyi mendoakan umur yang panjang. Senyatanya, manusia memang dirancang untuk hidup lebih lama dari mahluk hidup lain. Namun, jika manusia memandang produktivitas, petualangan, dan pengalaman baru hanya milik seonggok waktu yang sempit, lalu untuk apa sisa umur yang ada? Mungkin bila kita dapat menyelaraskan sisi biologis dan psikologis, kita bisa menghindari merasa tua sebelum menjadi tua.