Sebagai makhluk yang mampu berpikir, ada ribuan pikiran yang timbul dalam kepala manusia setiap harinya. Sayangnya kita tak dapat mengatur pikiran-pikiran apa saja yang muncul. Kerap kali pikiran positif hadir diiringi pikiran negatif. Atau mungkin bahkan terkadang jumlah pikiran negatif justru lebih banyak muncul tanpa kita sadari karena bentuknya yang beragam. Setidaknya ada empat jenis pikiran negatif yang paling sering muncul di pikiran manusia menurut psikoterapis Barry Michel, yakni; kekhawatiran, merendahkan diri, keluhan, dan penyesalan.
Jika dilihat, pikiran semacam ini saat berdiri sendiri menjadi suatu hal yang lumrah. Namun, saat terakumulasi menjadi suatu tumpukan ia akan pelan-pelan membunuh kita. Permasalahannya, pikiran negatif serupa bola salju yang bergulir dan terus mengumpulkan pikiran-pikiran negatif lainnya sehingga tercipta sebuah pikiran buruk yang luar biasa besarnya.
Barry juga menjelaskan bahwa faktanya satu pikiran negatif yang timbul dalam kepala bisa membawa kita pada pikiran-pikiran yang jauh lebih buruk lagi. Terdengar familiar, bukan? Ya, karena inilah problematika yang seringkali dialami manusia modern – meski terkadang tidak dianggap sebagai sebuah masalah.
Pikiran negatif umumnya berasal dari perlindungan diri kita sendiri (self-protection). Saat dihadapi sebuah situasi yang kita belum tahu mampu dihadapi atau tidak, seringkali pikiran-pikiran itu muncul sebagai manifestasi jiwa kita yang meragu. Masalahnya, jika negativisme tidak dikendalikan ia justru akan ‘melahap’ diri dan mengendalikan hidup kita. Hasilnya? Ia akan menahan kita dari potensi yang sesungguhnya dimiliki.
Pikiran negatif serupa bola salju yang bergulir dan terus mengumpulkan pikiran-pikiran negatif lainnya sehingga tercipta sebuah pikiran buruk yang luar biasa besarnya
Apa sesungguhnya yang ada di balik pikiran negatif sehingga ia bisa begitu punya kekuatan untuk mengendalikan kita? Sadarkah kita bahwa sejak dari bangku sekolah dasar pelajaran ilmu pengetahuan alam telah mengajarkan pandangan pesimis tentang dunia bahwa hidup adalah sebuah perjuangan tanpa akhir untuk bertahan dari berbagai ancaman yang selalu hadir dan tak pernah terduga terhadap kelangsungan hidup manusia. Namun seberapa kuat pun kita – sebagai manusia – sanggup bertahan, ujungnya adalah sebuah kematian.
Dengan pandangan seperti itu yang seolah diprogram ke dalam alam bawah sadar kita, tak heran jika pada akhirnya pikiran negatif memiliki kekuatan yang luar biasa dan berdampak pada jiwa. Kita jadi bergantung pada pikiran-pikiran itu seolah-olah dengan berpikir tentang skenario-skenario terburuk yang mungkin terjadi di masa depan bisa menyelamatkan kita – atau setidaknya membantu mempersiapkan kita – dari hal buruk yang mungkin menimpa kita.
Logikanya, tentu saja ini tidak masuk akal. Pikiran-pikiran negatif di kepala kita tidak mungkin bisa mencegah hal buruk terjadi. Alih alih justru pikiran itu malah bisa saja termanifestasi dan menyebabkan hal yang tidak diinginkan menjadi terwujud. Sejatinya, pikiran negatif tidak memiliki pengaruh atau efek sama sekali pada apa yang terjadi di dunia luar; ia hanya akan membuat kita kesusahan. Namun dalam lubuk hati, seringnya kita tetap menganggap bahwa dengan memikirkan kemungkinan-kemungkinan terburuk, kita dapat menangkal hal buruk. Itulah yang malah memberi kekuatan lebih pada negativisme untuk terus bercokol dalam diri kita.
Seolah-olah dengan berpikir tentang skenario terburuk yang mungkin terjadi di masa depan bisa menyelamatkan – atau setidaknya membantu mempersiapkan – dari hal buruk yang mungkin menimpa kita.
Meski kebanyakan dari kita terbiasa dengan pikiran-pikiran negatif di kepala – dan menjadikannya sesuatu yang lumrah – negativisme seharusnya bisa dikurangi kadarnya dalam diri setiap manusia hingga ke titik terminim. Solusinya adalah menciptakan sebuah realitas baru dengan mengalihkan perhatian kita pada hal-hal luar biasa (dalam hal yang positif) yang terjadi saat ini. Ingatkan diri dengan berbagai anugerah yang diberikan oleh-Nya untuk kita; mulai dari yang besar hingga yang terkecil sekalipun. Bukan hal yang sulit karena pasti setiap hari ada saja cara semesta menolong dan melindungi.
Ada begitu banyak anugerah yang diterima manusia setiap harinya; jantung yang masih berdegup, paru-paru yang masih sanggup menghirup oksigen, rasa cinta dari keluarga dan sahabat, alam yang memberikan kehidupan, dan lain sebagainya. Saat kita mulai menyadari kelimpahan itu semua, kita kemudian baru akan dapat merasakan bahwa sesungguhnya kita hidup dalam semesta yang senantiasa memberi kebaikan. Kita pun akan merasa bahwa selalu dicintai dan disayangi hingga tidak perlu lagi menyimpan pikiran negatif atas apa yang akan terjadi dalam kepala.
Saat kita menyadari kelimpahan hidup, kita baru akan dapat merasakan bahwa sesungguhnya kita hidup dalam semesta yang senantiasa memberi kebaikan.