Self Health & Wellness

Tenggelam Dalam Pikiran

Greatmind

@greatmind.id

Redaksi

Fotografi Oleh: Daniel Jensen

Otak manusia merupakan salah satu ‘pabrik’ yang sangat produktif. Bayangkan, dalam satu harinya, kita dapat memroduksi 50.000 hingga 70.000 pikiran. Jumlah yang cukup fantastis, bukan?

Andaikan setiap pikiran yang mencuat dari dalam kepala ini merupakan sebuah rangkaian kata, jika kita mampu mencatatkan seluruhnya ke dalam kertas, pikiran-pikiran itu bisa ditulis hingga menjadi sebuah buku yang tebal. Sayangnya, tidak seperti buku yang dituturkan secara linear dan runut, isi dari pikiran-pikiran kita sangat tidak teratur dan cenderung random. Terlebih, kita sebagai manusia memiliki fokus yang kesana-kemari sehingga pikiran yang muncul kadang berasal dari topik yang berbeda-beda.

Keadaan saat otak dipenuhi dengan berbagai pikiran yang karut-marut seperti inilah yang seringnya kita sebut sebagai sebuah ‘kesibukan’. Namun, sibuk bukan berarti produktif. Bagi kebanyakan dari kita, sibuk justru menjadi semacam kata lain pengganti istilah ‘kewalahan’ – yang artinya kita hampir tidak mampu lagi menahan arus kehidupan.

Pikiran yang ‘sibuk’ ini terjadi karena setiap harinya kita tak punya banyak waktu. Dalam 24 jam, atensi kita sudah terbagi-bagi dengan begitu banyak tugas yang harus dikerjakan – mulai dari kewajiban di rumah sebagai orangtua, pekerjaan di kantor, hingga aktivitas sosial di luar itu semua. Dengan kapasitas manusia yang tak seberapa, tidak semua tugas tersebut berjalan dengan lancar. Hal yang lumrah terutama pada era modern seperti ini – terlebih ketika teknologi semakin mendisrupsi kehidupan kita – yang justru memberikan begitu banyak distraksi.

Seorang psikolog Roy F. Baumeister dalam bukunya Willpower menyampaikan, “Seberapapun hebat dan rasionalnya kita mencoba, kita takkan pernah bisa mengambil keputusan demi keputusan tanpa membuat diri menjadi lelah. Kelelahan ini berbeda dari letih secara fisik karena tanpa sadar kita semakin kekurangan enerji dalam jiwa atau mental.”

Tahapan ini yang kemudian ia sebut sebagai decision fatigue – kelelahan mengambil keputusan. Dalam kata lain, semakin banyak keputusan yang harus diambil oleh kita dalam satu harinya, semakin sulit keputusan tersebut untuk diambil dengan pikiran yang baik dan benar. Karenanya kita harus mencoba untuk mengurangi jumlah keputusan-keputusan yang dibebankan ke diri agar bisa fokus pada hal-hal yang dianggap lebih penting.

Langkah awal dalam mengobati kelelahan semacam decision fatigue adalah dengan menjauhkan diri dari hal-hal pemicunya. Kita perlu sebuah sudut pandang baru untuk mengidentifikasi dan mengelompok pilihan-pilihan yang ada setiap harinya dengan menuliskannya. Ya, dituliskan di atas buku catatan atau kertas. Menuliskan pikiran tersebut menjadi hal yang penting karena keputusan yang harus diambil setiap harinya – sebelum dilakukan dan terwujud – hanyalah sebuah ide atau pikiran yang mengawang-awang di kepala. Jika kita menggantungkan hidup pada suatu hal yang hanya ada di kepala, niscaya kita akan terjatuh karena otak kita menghasilkan terlalu banyak pikiran sehingga satu sama lain akan saling menutupi hingga akhirnya kita terlupa mana yang harus dipegang.

Sementara, menuliskan pikiran ke dalam buku catatan atau kertas merupakan suatu proses mewujudkan apa yang tak berwujud menjadi sesuatu yang lebih konkrit. Dengan mencatatkan, kita dapat melihat secara langsung pikiran kita dan menganalisanya sebelum mengambil keputusan. Secara tidak langsung, proses ini menjadi semacam ‘bersih-bersih’ isi kepala.

Salah satu pendekatan yang mudah dilakukan untuk melakukan ‘bersih-bersih’ ini adalah dengan mengikuti metode Bullet Journal. Layaknya Marie Kondo dengan metode KonMari yang mengajarkan kita membuang barang yang dirasa tidak perlu dan tidak memberikan kebahagiaan dalam hidup, hal serupa pun coba diterapkan saat kita membuat catatan pikiran ini. 

Mulailah dengan selembar kertas yang diletakkan secara horizontal dan bagi menjadi tiga kolom.

  1. Dalam kolom pertama, tulis dan daftarkan seluruh hal yang sedang dilakukan saat ini.
  2. Dalam kolom kedua, tulis dan daftarkan seluruh hal yang seharusnya dikerjakan.
  3. Dalam kolom terakhir, tuliskan daftar hal yang kita ingin kerjakan. Usahakan untuk menulis hal-hal tersebut secara singkat dan dalam bentuk poin-poin. Tuliskan juga jika ada tugas yang mengharuskan adanya tugas-tugas kecil turunan atau semacam sub-task. Proses menuliskan daftar ini memberikan kita kesempatan untuk berlatih berpikir dan mencoba jujur pada diri sendiri mengenai apa yang seharusnya kita prioritaskan. Setelah semua tugas-tugas tersebut dituliskan, tanyakan dua pertanyaan ini: 1. Apakah hal tersebut berarti untuk kita atau untuk orang sekitar kita? 2. Apakah hal ini adalah penting untuk dilakukan?

Jika kesulitan menjawab dua pertanyaan tadi atas tugas-tugas yang telah didaftarkan, coba bayangkan apabila hal tersebut tidak dilakukan sama sekali. Apakah akan ada pengaruhnya dalam kehidupan? Semua hal yang tidak lolos dari ‘tes’ ini berarti adalah sebuah distraksi. Ia hanyalah hal remeh-temeh yang tidak membawa arti bagi hidup. Segera coret dari daftar – dan juga dari dalam kepala.

Related Articles

Card image
Self
Melihat Dunia Seni dari Lensa Kamera

Berawal dari sebuah hobi, akhirnya fotografi menjadi salah satu jalan karir saya hingga hari ini. Di tahun 1997 saya pernah bekerja di majalah Foto Media, sayang sekali sekarang majalah tersebut sudah berhenti terbit. Setelahnya saya juga masih bekerja di bidang fotografi, termasuk bekerja sebagai tukang cuci cetak foto hitam putih. Sampai akhirnya mulai motret sendiri sampai sekarang.

By Davy Linggar
04 May 2024
Card image
Self
Rayakan Keberagaman dalam Kecantikan

Keberagaman jadi satu kata kunci yang tidak akan pernah lepas saat membahas tentang Indonesia. Mulai dari keragaman budaya, bahasa, hingga kecantikan perempuan di negeri ini adalah salah satu kekayaan yang sudah sepatutnya kita rayakan.

By Greatmind x BeautyFest Asia 2024
27 April 2024
Card image
Self
Peran Mentorship Untuk Pendidikan Yang Lebih Baik

Jika melihat kembali pengalaman pembelajaran yang sudah aku lalui, perbedaan yang aku rasakan saat menempuh pendidikan di luar negeri adalah sistem pembelajaran yang lebih dua arah saat di dalam kelas. Ada banyak kesempatan untuk berdiskusi dan membahas tentang contoh kasus mengenai topik yang sedang dipelajari.

By Fathia Fairuza
20 April 2024