Kita sering banget membicarakan media sosial sebagai platform, tempat berbagi message atau influence. Tapi buat casual user kan media sosial itu gunanya untuk bersosialisasi atau menceritakan social life-nya ya. Dan bagian ini yang membuat saya sangat sedih. Karena di liburan ini, saya melihat mereka yang masih saya anggap teman dekat, saling berkumpul dengan orang lain yang saya kenal juga, dan saya kesepian.
Tapi, saya kan individu rasional yang kadang-kadang dibilang inspirasional. Jadi, coba saya pecahkan perasaan ini. Kenapa kesepian itu perasaan yang sangat kuat?
Yang pertama, karena melihat orang lain, teman-teman kita, saling bersosialisasi, membuat kita merasa ketinggalan. Jadi hidup orang lain berjalan terus, dan hidup kita tidak berjalan. Nggak ngaruh apakah kita sendiri punya perkembangan diri atau pencapaian. Perasaan “left out” itu sangat kuat, makanya kalau ada yang ketemuan “nggak ngajak2” itu bisa jadi drama. Ada orang yang suka menyendiri, tapi tidak ada yang suka merasa ketinggalan, tertinggal, apalagi ditinggalkan.
Yang kedua, perasaan ini self-reinforcing, atau menguatkan diri sendiri. Coba kalian ingat, kalau merasa ditinggalkan teman, apa reaksinya? Kita akan semakin menarik diri. Bahkan sampai menutupi diri, alias pura-pura nggak ada masalah. Jadi semakin menutup kemungkinan orang lain tahu bahwa kamu lagi kesulitan. Kecuali kalau kalian punya teman yang mengaku punya sixth sense. Semua orang pasti punya teman yang katanya bisa “lihat makhluk”, bisa nggak ya mereka mendeteksi kesedihan, tanpa perlu dikasih tahu?
Yang ketiga, argumen “kenapa nggak reach out aja sama orang lain?” Ketahuilah bahwa orang yang bisa bertanya seperti itu, tidak bisa membayangkan bahwa ada orang yang tidak bisa begitu saja reach out ke orang lain. Percayalah, orang-orang seperti itu ada. Tingkat kesulitannya mungkin beda-beda. Kalau saya masuk restoran (teks: LOL kapan terakhir ke restoran) dan gak ada yang datengin bawa menu, maka saya akan duduk diam. “Kenapa nggak panggil aja orangnya?” Karena tidak bisa. Bukan begitu caranya. Bisa jadi ini arogansi, mestinya saya dong yang didatengin, bisa jadi ini merasa tidak berharga, mungkin mereka sibuk, saya tidak mau merepotkan. I don’t know, tapi intinya: saya nggak bisa. Nggak bisa.
Di 2020 ada beberapa teman yang jelas menyelamatkan hidup saya, mungkin kalian juga ada. I am so grateful for them. Saya belajar vulnerable, menceritakan hal-hal pribadi yang belum pernah saya share sebelumnya ke orang lain, saya memberanikan diri meminta waktu orang untuk bicara dengan saya. Buat kalian yang merasa bangga karena berhasil survive 2020, you should be so proud. I was so proud. And yet. Di pergantian tahun ini, rasanya back to square one. Saya sudah kehabisan keberanian untuk minta ngobrol, seolah waktu saya paling penting sendiri. Kan orang lain punya masalah mereka sendiri juga. Ada teman-teman yang saya anggap sangat dekat, yang saya sadari bahwa praktis 12 bulan saya tidak pernah lagi ngobrol dengan mereka, dan saya nggak tahu harus gimana sekarang? Masa teman-teman itu tahu2 diajak ngobrol aja? Ini sudah sampai titik di mana melihat teman2 saya Xmas Dinner bareng, itu kaya thirst trap. Manuel Rivas mengatakan bahwa “susahnya kesedihan berat adalah, perasaan itu tidak muat dalam tubuhmu.” (teks: The trouble with a great sadness is that it doesn't fit inside your body – Manuel Rivas) Because whatever this is, it doesn’t feel like living. Loneliness is an absolute discovery.
Remember, kita kan individu rasional ya. Jadi saya nggak tahu apakah kalian setuju atau tidak, tapi buat saya, secara objektif saya tidak melihat ada jalan keluar. Isunya terlalu mendalam, dan akar masalahnya menjadi penghalang utama dalam pemecahan masalah. Saya ingin bersosialisasi, tapi saya tidak tahu caranya. Saya mau menjadi bagian hidup orang lain, tapi saya sendiri merasa nggak pantas menceritakan hidup saya ke orang lain. Kita tidak bisa merasa kesepian tanpa merasa bersalah karena merasa kesepian, karena kesepian kan artinya kita minta perhatian, ya? Egois banget, memang kita siapa, minta perhatian orang lain? Whatever this is, it doesn’t feel like living. But, life will go on.
Kalau kesedihan itu tidak muat dalam tubuhmu, keluarkan. Please talk to someone, nggak harus membicarakan issuenya, yang penting tidak tenggelam dalam suara negatif sendiri. Atau, kalau seperti saya yang merasa nggak punya teman untuk diajak ngobrol, coba dituangkan. Berkarya itu seperti memindahkan perasaan kita ke medium lain. Dan cari sesuatu untuk ditertawakan, bahkan walaupun yang diketawain itu diri kita sendiri. Humankind and our little problems. (teks: The natural nights of the human mind are not from pleasure to pleasure, but from hope to hope - Samuel Johnson)
Happy New Year, friends.
Kalau kesedihan itu tidak muat dalam tubuhmu, keluarkan. Please talk to someone, nggak harus membicarakan issuenya, yang penting tidak tenggelam dalam suara negatif sendiri.