Self Lifehacks

Weak Ties: Lompatan Keyakinan

Percayakah bahwa selama tujuh bulan terakhir, saya sibuk memikirkan satu topik untuk dibahas di satu artikel singkat ini? Berpikir begitu lama, dan hasil akhirnya adalah satu halaman yang pasti reduksi dari semua materi. Rasanya kok tidak layak disebarluaskan. Tapi seperti kata Margaret Shepherd, sometimes your only available transportation is a leap of faith.

Hal yang sudah beberapa lama di benak saya (dan mungkin juga di benak banyak orang) adalah tentang kata “percaya”. Mulai dari kepercayaan – trust – ketidakpercayaan – keyakinan – loyalitas – afiliasi – meyakinkan - rebuilding trust, banyak sekali perbincangan yang intinya adalah tentang kemampuan dan keterbatasan kita dalam mempercayai sesuatu.

Saya tidak punya jawaban definitif, tapi eksplorasi ini menghasilkan beberapa ringkasan. Yang jelas, dengan mengamati bagaimana kata “percaya” digunakan secara strategis, itu bisa membantu kita untuk self-check sebelum keburu terbawa isu. Jadi pertama-tama kita berpikir, kalau ada yang minta kepercayaan kita, apa yang sebenarnya mereka minta? Sepertinya di balik request itu ada dua kemungkinan:

1. Trust me, I’m right. Alias kredibilitas. Saya lebih tahu tentang hal ini daripada dirimu, jadi kamu sebaiknya ikut saran saya.

2. Trust me, I will do this. Alias prediktabilitas. Kalau ada janji X, ya akan dilakukan, dan secara historis mereka selalu konsisten memenuhi janji. Di dunia yang serba tidak jelas ini, kita selalu mencari sesuatu yang predictable. Di sini juga permintaan kepercayaan ini bisa bawa-bawa emosi: trust me, kita kan udah kenal lama.

Tentunya ini juga tergantung dari aktor yang minta kepercayaan kita. Misalnya percaya dengan pasangan beda dengan percaya kepada atasan, beda lagi dengan percaya sama suatu brand. Dan juga, kepercayaan adalah suatu tindakan. Kalau kita percaya dengan suatu brand, kita konsisten beli brand itu. Kalau percaya dengan expert, kita baca materi mereka. Kalau kita percaya suatu kelompok, kita join jadi anggota. Kalau kita percaya wakil rakyat, kita pilih mereka. Kepercayaan itu belum nyata, sebelum ada suatu tindakan aktif dari kita yang memberi kepercayaan.

Kepercayaan itu belum nyata, sebelum ada suatu tindakan aktif dari kita yang memberi kepercayaan.

Yang baru saya sadari, trust adalah sesuatu milik saya yang saya berikan. Artinya kita masing-masing bisa mengontrol kapan dan sejauh apa kita bisa mempercayai sesuatu. Dan kalau dirasa perlu, kita bisa ambil kembali kepercayaan itu. Sama seperti kita belajar mengontrol emosi, kita juga bisa belajar mengontrol sense of trust. Ada masa di mana saya lebih percaya dengan mereka yang punya banyak followers. Ada masa di mana saya percaya pada mereka yang berani menunjukkan kelemahan di depan umum. Itu pilihan saya.

Trust adalah sesuatu milik saya yang saya berikan. Artinya kita masing-masing bisa mengontrol kapan dan sejauh apa kita bisa mempercayai sesuatu.

Di balik trust ada kesiapan untuk menerima resiko, dan resikonya adalah perasaan kecewa atau merasa dibohongi. Mungkin kita merasa bodoh karena “percaya aja” dengan sesuatu yang ternyata tidak sejalan dengan nilai-nilai kita. Mungkin juga walaupun pernah kecewa, kita memutuskan untuk tetap percaya. Kemampuan menerima resiko adalah kemampuan kita untuk memaafkan. Kapasitas manusia untuk mempercayai sesuatu itu sangat tinggi, karena kita ingin dan butuh punya keyakinan untuk bisa menjalankan hidup.

Kita bisa percaya dengan banyak hal dan banyak aktor karena trust adalah sumber energi terbarukan. Kita tidak akan kehabisan kapasitas untuk bisa percaya pada apapun. Tapi bagaimana dengan kepercayaan pada diri sendiri? Ini sebenarnya alasan kenapa saya mulai berpikir tentang trust. Buat saya, eksplorasi ini berguna untuk memahami kenapa kita sulit untuk mempercayai diri sendiri. Karena saya tidak merasa kredibel, dan juga tidak predictable. Dan saya sering sekali kecewa sama diri sendiri. Akibatnya, saya merasa bodoh karena berani-beraninya percaya diri.

Rasa percaya adalah sumber energi terbarukan. Kita tidak akan kehabisan kapasitas untuk bisa percaya pada apapun.

Tapi semua hal yang kita bahas tadi kan juga berlaku untuk diri sendiri, ya? Kalau kita berani mengambil resiko dan bisa memaafkan orang lain, kita pasti berani memaafkan diri sendiri. Kalau kepercayaan adalah sesuatu yang bisa kita berikan, dan tidak akan habis, maka kita bisa terus memilih untuk mempercayai diri sendiri. Bahwa kita bisa semakin kredibel dengan terus belajar. Bahwa kita bisa janji pada diri sendiri untuk melakukan sesuatu.

Kadang ada yang bilang “Kok kamu masih percaya sih sama dia, padahal kan…”. Kita sering mendengar alasan untuk tidak percaya dengan orang lain. Tapi suara “kok kamu masih bisa sih percaya sama dirimu sendiri?” itu datangnya malah dari dalam. I say that to myself. Jadi, tindakan aktif saya adalah mencoba mengganti suara itu dengan tiga kalimat.

  1. Trust is renewable energy
  2. I can change what I trust
  3. I am worth my own trust

Related Articles

Card image
Self
Perbedaan dalam Kecantikan

Perempuan dan kecantikan adalah dua hal yang tidak akan pernah terpisahkan. Cantik kini bisa ditafsirkan dengan beragam cara, setiap orang bebas memiliki makna cantik yang berbeda-beda sesuai dengan hatinya. Berbeda justru jadi kekuatan terbesar kecantikan khas Indonesia yang seharusnya kita rayakan bersama.

By Greatmind x BeautyFest Asia 2024
01 June 2024
Card image
Self
Usaha Menciptakan Ruang Dengar Tanpa Batas

Aku terlahir dalam kondisi daun telinga kanan yang tidak sempurna. Semenjak aku tahu bahwa kelainan itu dinamai Microtia, aku tergerak untuk memberi penghiburan untuk orang-orang yang punya kasus lebih berat daripada aku, yaitu komunitas tuli. Hal ini aku lakukan berbarengan dengan niatku untuk membuat proyek sosial belalui bernyanyi di tahun ini.

By Idgitaf
19 May 2024
Card image
Self
Perjalanan Pendewasaan Melalui Musik

Menjalani pekerjaan yang berawal dari hobi memang bisa saja menantang. Menurutku, musik adalah salah satu medium yang mengajarkanku untuk menjadi lebih dewasa. Terutama, dari kompetisi aku belajar untuk mencari jalan keluar baru saat menemukan tantangan dalam hidup. Kecewa mungkin saja kita temui, tetapi selalu ada opsi jalan keluar kalau kita benar-benar berusaha berpikir dengan lebih jernih.

By Atya Faudina
11 May 2024