Kalian lelah nggak, sih? Sesudah berbulan-bulan Work from Home, terus dengar komentar seperti:
"Moga-moga tahun ini udah ada vaksin, optimis aja"
atau
"Kita rencanain di Q4 udah bisa buka, paling pandemi udah mendingan"
Kalau saya capek banget mendengar suara-suara berharap yang terbaik seperti itu. Karena dari semua yang saya baca, sepertinya tidak ada vaksin yang bisa tersedia luas di 2020. Tapi kalau bicara begitu, nanti dibilang "Kamu jangan mikir gitu dong, belum apa-apa udah negative thinking."
Kadang ada yang komentar, "Nggak perlu lah semua-semua dikritisi," terus saya bingung. Kan katanya skill yang paling dicari di abad 21 itu critical thinking, ya?
Dear pessimists, ini untuk kalian. Suaramu ada banyak gunanya, lho.
Ada miskonsepsi bagi kami para pesimis. Karena banyak tanya, atau sering fokus ke kekurangan dari suatu hal, seringkali dianggap orang yang pesimis itu perfeksionis. Padahal justru sebaliknya, kami para pesimis percaya bahwa tidak ada hal yang sempurna. Karena itu kita harus mencari apa saja kekurangannya. In a way, saya tidak bisa tenang sampai kita tahu apa saja kelemahan dari apapun yang lagi dikerjakan. Makanya jadi tidak nyaman kalau bicaranya fokus ke yang bagus-bagus saja.
Lalu dalam pengambilan keputusan, seringkali yang pesimis menyuarakan risiko dari keputusan tim. Walaupun dia setuju, tapi merasa harus memberi peringatan, supaya kita siap. Tapi bisa jadi menyuarakan risiko itu dianggap bentuk ketidaksetujuan. Buat banyak orang, yang namanya setuju itu belum setuju kalau nggak antusias. Buat yang pesimis, antusias itu nanti, kalau kerjaan sudah selesai.
Anyway, juga tidak bisa dipungkiri bahwa focusing on negative scenarios juga berbahaya. Misalnya, kalau saya lagi cari kerja, biasanya kumpulkan banyak iklan, lalu mulai mengisi aplikasi. Di titik itu, mulai keluar suara-suara seperti:
“Ini kayaknya nggak cocok deh.”
“Yah, mereka minta pengalaman 15 tahun.”
“Mereka mau sertifikasi, padahal belum ada.”
Satu persatu seperti itu, sampai akhirnya saya tidak jadi apply ke manapun. Bahkan sebelum saya ditolak oleh semua kantor itu, saya sudah menolak diri saya sendiri. Begitu dalam ketidakpercayaannya, sampai kalau ada suara yang mengatakan, "Ayo kamu pasti bisa," saya langsung mau tanya balik, apa buktinya?
Dan itu juga terjadi waktu mau berkreasi. Untuk apa sibuk buat episode Weak Ties? Nantinya jadi terlalu terpikir, apa yang mau didengar market. Padahal aku hanya ingin berkarya.
Di sinilah kita butuh teman-teman yang optimis, karena kalau tidak, kita tidak akan pernah bergerak. Dan itu berbahaya sekali, karena begitu masuk ke dalam lubang, I don't know how to get out. Satu-satunya jalan keluar dari situ adalah aktivitas yang menumpulkan pikiran alias bikin nggak mikir, misalnya nonton, atau main game, pokoknya yang bikin tidak berpikir. A mind is a terrible thing to waste.
If you are different, be different for other people. Kalau menurutmu pertanyaanmu valid dan perlu dibahas, kamu harus bisa menanyakannya dengan cara yang membuat orang paham bahwa kamu mencoba membantu.
Lalu, coba juga reframe. Misalnya, kalau ada rencana kerja di Q4 2020. Mungkin pikiranmu otomatis bersuara, wah ini pasti nggak bisa, karena berbagai alasan. Nah, "nggak bisa karena..." itu coba reframe menjadi "bisa, asal..." Jadi ubah alasan gagal itu menjadi menjadi syarat keberhasilan, yang kalau semua ini dipenuhi, maka saya akan percaya bahwa kita bisa jalan.
Intinya, embrace your negative voice, because your voice has value. Tapi ini seperti makan snack. Boleh sekali-sekali, tapi jangan kebanyakan, dan jangan kelamaan.
Kalau kalian merasakan diri mau masuk lubang, bicaralah sama teman yang naturally optimist. Kalau kalian mulai terjebak dengan berbagai kekhawatiran, tell yourself to be happy now.
Ada yang bilang bahwa kalau kita kuatir, itu sakitnya dua kali. Sekali waktu masih dibayangkan, sekali waktu kejadian. Jujur, untuk saya ini berat sekali, karena rasanya kalau tidak boleh kuatir itu seperti membohongi diri sendiri. Remember that worrying is useful, but not productive.
Terakhir, manfaatnya punya negative voice adalah: it makes you care less about other people's comments. Jadi silakan berkarya, dear pessimists, karena apapun kata netizen, yang suaranya paling kejam ke kami, ya diri kami sendiri.