Entah mengapa, setiap mendengar kata 'sukses' pikiran kita pasti terbawa pada imaji-imaji seperti mobil mewah, rumah luas bak istana, jam tangan mahal, atau perhiasan berkilauan. Seolah-olah definisi sukses yang sebenarnya telah tergantikan dengan gambaran akan kekayaan secara materiil. Imaji ini pun makin terbentuk dengan paparan media sosial yang menyajikan gambaran gaya hidup para influencer atau figur publik lainnya, yang umumnya tampak menarik dan ideal bagi banyak orang. Padahal, apakah demikian hidup mereka sebenarnya dalam kesehariannya? Belum tentu. Tidak ada orang yang ingin menampilkan citra buruk di media sosial, apalagi para influencer yang umumnya mengandalkan platform tersebut untuk menyampaikan suatu pemikiran atau mendapatkan pendapatan. Oleh karenanya, mengapa kita harus terpaku pada gambaran tersebut? Makna kesuksesan bisa berbeda-beda karena ukuran sukses bagi setiap orang pasti berbeda. Lihat saja bagaimana kamus Merriam-Webster mendefinisikan sukses.
Success • the accomplishment of an aim or purpose
Sukses didefinisikan sebagai pencapaian dari sebuah tujuan atau purpose. Kata ‘purpose’ ini – yang sesungguhnya kurang tepat jika hanya diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai tujuan – seharusnya menjadi kata yang diingat baik-baik oleh setiap orang di dunia. Tujuan hidup setiap orang berbeda-beda karena kita pasti memiliki tujuan dan alasan masing-masing di balik setiap keputusan yang dibuat. Karenanya, kesuksesan pun bisa menjadi berbeda-beda.
Kesuksesan sendiri, ditentukan oleh tindakan kita sebagai manusia setiap harinya. Seorang penulis yang juga merupakan influencer, Andy Frisella, dalam salah satu podcast-nya menyebutkan bahwa mencapai kesuksesan baginya adalah sebuah perjalanan mengejar pemenuhan potensi diri sebagai seorang manusia. Menurutnya, bagi seseorang untuk bisa menjadi sukses mereka harus secara aktif memperbaiki diri dan mengasah kemampuannya agar bisa mencapai potensi penuhnya. Langkahnya bisa beragam mulai dari menyelesaikan pekerjaan sehari-hari, berjejaring, berbisnis, atau bahkan dengan berolahraga. Variabelnya dapat berbeda jauh karena – sekali lagi harus diingat – kesuksesan berbeda-beda bagi setiap orang.
Meski terdengar sederhana, tidak semua orang memiliki kesadaran akan potensi apa yang dimilikinya secara individu. Memang tidak dipungkiri, lebih mudah bagi kita untuk mengambil acuan standar kesuksesan dari kacamata orang lain atau lingkungan eksternal yang berada di sekitar kita, daripada kita menentukan sendiri apa sebenarnya tujuan hidup dan hal yang kita inginkan di dunia ini sesungguhnya. Sebagai contoh, seorang anak yang terlahir di keluarga dokter, mungkin pada mulanya akan mengasosiasikan kesuksesan dengan bekerja sebagai dokter juga mengikuti jejak orangtuanya, membuka praktik, dan mendapat penghasilan cukup tinggi sebagai sumber kehidupan sehari-hari. Wajar pula bila orangtua anak tersebut menganggap sukses mereka sebagai orangtua adalah apabila berhasil mendidik anak mereka menjadi dokter pula. Seolah terdapat legacy yang diturunkan di sini, disamping kebahagiaan orangtua pada umumnya bila berhasil membesarkan dan memandirikan buah hati mereka. Namun, bukan berarti lantas apabila si anak memilih jalur karir lain ia tidak akan memperoleh pendapatan tinggi dan kesuksesan dalam versi yang berbeda, bukan? Bila si anak memilih menjadi atlet contohnya, tentu apa yang menjadi definisi sukses adalah bila mampu mengharumkan nama negara di kancah dunia. Karena setiap orang dilahirkan unik, maka standar yang ada untuk sukses pun berbeda. Bila dipaksakan mengikuti suatu standar, manusia pasti tidak akan mampu mencapai titik kesuksesan tersebut karena dalam lubuk hatinya, belum tentu apa yang ia lakukan membuatnya bahagia dan fullfilled. Maka, alangkah beruntungnya bagi mereka yang telah mengenal dirinya sendiri, beserta apa tujuan yang hendak ia capai dalam hidup. Bagi yang belum mengetahuinya, coba tanyakan pada diri sendiri, apa sih yang membuat kita senang dan bersemangat saat melakukannya? Bila masih bingung, coba saja ikut bermacam kegiatan yang tampak menarik di mata kita. Semakin banyak mencoba hal baru, maka akan semakin kita tahu akan apa yang kita senangi dan tidak.
Kini, coba tengok sekitar kita. Ada mereka yang merasa sukses saat berhasil merawat dan mendidik anaknya menjadi pribadi yang baik. Ada pula mereka yang merasa sukses saat mampu mendedikasikan hidupnya dengan melakukan aktivitas sosial di pelosok negeri. Sementara ada juga mereka yang merasa sukses saat telah mampu membeli rumah bertingkat di tengah kota dan hidup mewah. Tidak ada yang salah dengan bagaimana mereka mengartikan kesuksesan. Apapun itu, usaha untuk memperolehnya juga pasti tidak semudah membalikan telapak tangan. Dan bahkan, usaha untuk memulai kadangkala terasa lebih mudah daripada mempertahankan. Oleh karenanya, harus diingat bahwa saat kita sudah merasa di titik kesuksesan versi kita, apa yang selanjutnya perlu kita ingat adalah bagaimana kita dapat mempertahankan kesuksesan yang diperoleh.
Uang dan objek-objek materiil memang pada akhirnya bisa menjadi penanda bahwa seseorang telah sukses dalam jangka waktu tertentu. Namun, ia bukanlah tujuan akhir karena sukses bukanlah sesuatu yang harus dihentikan saat ia telah berhasil dicapai. Menengok kembali bahwa sukses didefinisikan sebagai keberhasilan mencapai potensi diri, artinya ia adalah sesuatu yang harus dilakukan terus menerus hingga akhir hayat. Saat di mana kita berhenti untuk memperbaiki diri, itulah saat di mana kita mulai gagal.