Pernah merasa iri dengan mereka yang mencapai keberhasilan di usia muda? Dia yang baru beberapa tahun lulus kuliah, merintis bisnis startup, lalu sukses di pasaran. Atau pasangan muda yang tampak harmonis, punya anak yang lucu-lucu, serta rumah modern desain minimalis. Atau dia yang karirnya melesat hingga dipromosikan ke kantor pusat di luar negeri sana. Sementara kita, di usia yang sudah tak lagi muda, masih begini-begini saja (ya, setidaknya menurut dirimu sendiri).
Terkadang rasa iri melihat mereka yang lebih hebat membawa hingga ke tahap di mana kita mempertanyakan mengapa semuanya tidak bisa berjalan sesuai harapan. Apakah memang garisan takdir menuliskan kita untuk menjadi pribadi yang biasa-biasa saja – mediocre at its best? Justru jika terlalu larut dalam pemikiran-pemikiran ini, bisa saja akhirnya kita terjerembab ke jurang yang membawa kita lebih jauh lagi dari mereka.
Sebelum semakin down, coba renungkan kembali. Apakah manusia memang memiliki template; lulus kuliah di usia sekian, mulai bekerja di usia sekian, menikah di usia sekian, dan seterusnya? Ingat, manusia itu adalah individu yang unik dan berbeda satu sama lain. Standar antara satu manusia berbeda dengan yang lainnya. Begitu pula dengan nasib. Ada yang sukses di usia muda, ada yang baru menjadi jutawan saat menjelang senja. Ada yang menikah muda, ada pula yang baru menemukan pasangannya saat paruh baya. Semua orang punya zona waktunya sendiri-sendiri.
Saat kamu bertanya, “Kenapa saya tidak bisa seperti mereka?” jawabnya mudah: memang belum saatnya. Manusia bisa mendapatkan hal-hal yang mereka ingin hanya ketika waktunya sudah pas. Mereka yang sukses di usia muda, mungkin memiliki zona waktu dengan ritme yang lebih cepat. Sementara bisa jadi kamu berada dalam zona waktumu yang sedikit lebih lambat. Ada di zona waktu berbeda, artinya kehidupanmu pun berbeda.
Tenang saja, hidup bukan lah sebuah perlombaan antar manusia, kok. Kamu tak perlu bersusah-payah mengejar mereka yang telah mencapai keberhasilannya lebih dahulu. Tak perlu lah mengebut dengan mendorong dirimu hingga titik daya upaya paling maksimal. Nyatanya, dengan terburu-buru seperti itu, kamu malah akan menjadi lebih banyak melakukan kesalahan dan timbul stres – karena kamu bekerja tidak dengan kecepatan yang sudah ditentukan oleh zona waktumu sendiri.
Hidup lebih seperti perjalanan bagi diri sendiri. Kamu sendiri yang bisa mengira-ngira jalur seperti apa yang harus diambil, kecepatan seperti berjalan ataukah berlari, seberapa banyak kamu harus berhenti untuk istirahat – sebelum akhirnya mencapai titik yang kamu tuju di ujung sana. Tak usah iri pada orang lain yang berjalan atau berlari lebih cepat di jalurnya mereka masing-masing. Toh, masih ada juga orang-orang yang lebih lambat darimu.
Pada akhirnya, yang terpenting adalah bukan untuk menjadi yang tercepat atau yang paling dulu menuju garis akhir namun bagaimana kita dapat memaknai proses perjalanannya. Mulai lah dengan menghitung berkat yang telah diterima sepanjang perjalanan hidupmu ini – tak mungkin kalau tidak ada keberhasilan satu pun yang pernah kamu peroleh. Ingat-ingat semua berkat hingga ke yang terkecil sekali pun. Dari sana lah kamu akan mulai bisa mensyukuri hidupmu dan tidak lagi perlu merasa dengki. Tenang, semua akan indah pada waktunya.