(Laporan koran Bernas tanggal 18 November 2023 tentang kegiatan Mindfulness Hub Indonesia dalam mendukung Jogja Cultural Wellness Festival, yang diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi DIY akhir pekan lalu, menjadi awal dari refleksi berikut ini)
Selama hampir 25 tahun, saya telah menekuni meditasi yang berfokus pada Satori (kaiwu dalam bahasa Chinese, artinya pengalaman pencerahan). Sebagaimana yang dinyatakan oleh Profesor DT Suzuki, “Satori adalah alasan dasar dari meditasi” - ini adalah jenis meditasi yang tegas-tegas beraspirasi bahwa tanpa pengalaman Satori, meditasi itu tidaklah relevan. Meditasi dengan pendekatan demikian menjadi sangat personal.
Beberapa tahun belakangan, saya diajak beberapa teman yang lebih muda untuk mulai menjelajahi sisi lain dari meditasi, yakni mindfulness modern. Mindfulness modern banyak memberi perhatian pada mutu keseharian hidup kita, juga relasi-relasi kita dengan orang lain, termasuk membantu orang yang ingin ikut belajar mindfulness.
Mindfulness modern banyak memberi perhatian pada mutu keseharian hidup kita, juga relasi-relasi kita dengan orang lain, termasuk membantu orang yang ingin ikut belajar mindfulness.
Kami lalu mengikuti pelatihan MBI (Mindfulness-Based Intervention) seperti MBSR (Mindfulness-Based Stress Reduction) dan MBCT (Mindfulness-Based Cognitive Therapy) dari institusi resmi Universitas Massachusetts dan Universitas Oxford. Keputusan ini diambil karena kami ingin memastikan bahwa nantinya output keahlian dan mutu pengajaran mindfulness yang kami sediakan bukanlah cuma versi kami sendiri, akan tetapi sungguh dari training formal dari institusi yang bonafide.
Proses pembelajaran kami melibatkan magang dengan supervisor dari Universitas Oxford, ujian, bahkan remedial, yang kami tempuh selama hampir 4 tahun sebelum dinilai siap untuk mengajar mindfulness kepada publik. Satu hal untuk dicatat bahwa kami telah berlatih meditasi berorientasi Satori selama puluhan tahun sebelum memasuki pengajaran mindfulness.
Pada akhir acara pelatihan yang diliput koran Bernas tersebut di atas, saya diwawancarai oleh petugas-petugas muda dari Jogja Cultural Wellness Festival yang mewakili Pemerintah Provinsi DIY.
Di awal wawancara itu saya mengajukan satu pertanyaan yang nyaris retorik kepada mereka,
“Apakah dulu orangtua, guru, atau keluarga Anda pernah memperkenalkan isu kebajikan, kebahagiaan, dan kearifan kepada kalian?”
"Tidak pernah,” jawab mereka.
Dari pengalaman belajar dan mengajar mindfulness modern, saya mulai mengenali bahwa masyarakat umum sebenarnya memiliki potensi besar untuk meningkatkan kualitas refleksi mereka secara lebih mendalam dan mindful. Kemampuan refleksi ini ternyata bukanlah hak eksklusif dari individu yang menekuni praktik yang berorientasi Satori.
Dari pengalaman belajar dan mengajar mindfulness modern, saya mulai mengenali bahwa masyarakat umum sebenarnya memiliki potensi besar untuk meningkatkan kualitas refleksi mereka secara lebih mendalam dan mindful.
Perspektif ini telah memberikan harapan dan kegembiraan. Harapan bahwa masih ada peluang bagi kebajikan, kebahagiaan, dan kearifan untuk diolah bersama-sama, secara gotong royong, bebarengan dengan liyan.
Bagaimana refleksi teman-teman sekalian? Terima kasih.