Self Lifehacks

Sadar Untuk Bersiap

Dragono Halim

@dragonohalim

Pemerhati Budaya

Ilustrasi Oleh: Salv Studio

Selalu waspada dan tetap tenang, mengisolasi diri, menjaga jarak interaksi, menjaga kebersihan mulai dari mencuci tangan secara tepat hingga rajin-rajin menyemprotkan cairan aseptik ke segala permukaan yang bakal kita sentuh langsung, semua tindakan tersebut pada dasarnya adalah ikhtiar, upaya pribadi agar terjauhkan dari potensi tertular seperti yang disampaikan Marissa Anita dalam tulisan sepekan sebelumnya; “Tenang Menghadapi Pandemi”. However, we have to be vigilant not just towards others, but also on our own selves.

Suram memang, untuk punya asumsi seperti judul tulisan ini. Namun, dengan melihat begitu cepatnya virus ini menyebar, setiap dari kita bisa saja menjadi risk carrier‒sang pembawa risiko penularan‒sampai terbukti melalui tes yang sesuai bahwa kita benar-benar aman dan baik-baik saja.

Dengan memikirkan hal tersebut, apa yang akan saya lakukan jika mengalaminya? Let me rephrase it. Apa yang akan saya lakukan jika terinfeksi virus ini? Mungkin demikian:

Berusaha Tetap Tenang

Tentu saja, hal ini jauh lebih mudah disampaikan ketimbang dilakukan. Apalagi, jika sudah tertular dan menjadi bagian dari pandemi global COVID-19. Pasalnya, ini bukan hanya ketenangan dalam menjalani observasi dan perawatan; bukan pula ketenangan menghadapi kematian; tetapi juga ketenangan bahwa sepeninggal kita karena virus ini, tidak menyisakan kerepotan dan kesusahan bagi orang-orang yang kita tinggalkan.

Izinkan saya berceloteh lebih jauh. Dari protokol yang berlaku saat ini, setiap orang diminta untuk mengisolasi diri selama 14 hari. Salah satu tujuannya adalah sebagai langkah pengamanan (agar tidak menulari atau ditulari), dan sebagai rentang pengamatan muncul tidaknya gejala-gejala (demam, sesak nafas, batuk dan pilek) sebelum akhirnya harus dilarikan ke rumah sakit guna penanganan lebih lanjut.

Dalam kondisi yang berusaha tetap tenang tersebut, saatnya dilanjutkan dengan …

Mendata dan Membuat Daftar

Yakni menyusun segala hal yang berpeluang terganggu selama kita dikarantina dan dirawat khusus. Terutama yang berhubungan atau terkait orang lain.

Di bagian ini, kita kesampingkan dahulu urusan religius nan personal. Saya yakin setiap dari Anda pasti sudah punya pandangan pribadi mengenai seberapa siap menghadapi kematian dalam konteks penghakiman di hari akhir, masa tunggu pembangkitan, tabungan amal ibadah, kemampuan mempertanggungjawabkan perbuatan di hadapan para kaki tangan Sang Yang Mahakuasa, dan sebagainya.

Mulailah fokusnya dari hal-hal sederhana dan keseharian. Misalnya pekerjaan, utang dan janji, pasangan dan anak, orang tua, maupun kewajiban-kewajiban duniawi lainnya.

Iya, ini urusan duniawi, kok, yang dianggap jauh lebih rendah dibanding urusan spiritual. Masalahnya, setidak penting apa pun, urusan-urusan duniawi ini yang bisa dilimpahkan atau dialihkan ke orang lain. Dan secara alamiah, tidak ada seorang pun yang suka ketambahan pekerjaan, atau direpotkan urusan orang lain. Kita semua sadar bahwa setiap orang pasti akan meninggal, tetapi tidak semua orang pasti  ketimpaan tanggung jawab dan tanggungan orang lain.

Contohnya, apabila Anda adalah seorang karyawan dan memberitahu perusahaan tentang status infeksi. Apakah Anda mendapatkan keleluasaan izin sakit selama yang diperlukan, ataukah harus mengambil unpaid leave atau cuti tanpa gaji? Ataukah Anda malah dianggap dan diminta mengundurkan diri seketika tanpa satu bulan pemberitahuan? Di sisi lain, bagaimana dengan tugas-tugas Anda selama ditinggalkan? Apakah bisa diserahkan kepada kolega, atau harus ada proses handover terlebih dahulu? Bagaimanapun juga, sebuah perusahaan harus terus berjalan dengan atau tanpa Anda. Prosesnya saja yang mungkin berbeda.

Begitu pula dengan aspek finansialnya. Di Indonesia, perawatan dan penanganan pasien Covid-19 memang ditanggung negara, akan tetapi bagaimana jika yang bersangkutan adalah tulang punggung keluarga? Belum lagi jika kebetulan sandwich generation. Yang artinya, memiliki tanggungan ganda. Orang tua, pasangan, dan anak.

Sekali lagi, kematian pasti akan datang, dan terlepas dari perkara amal ibadah dan bekal di akhirat, tetap ada orang-orang yang kehidupannya berubah selepas kita divonis positif. Bagaimana dengan tabungan Anda? Asuransi jiwa Anda? Atau warisan, barangkali? Intinya, menjawab pertanyaan tentang bagaimana kelangsungan dan kelancaran kehidupan orang-orang yang Anda tinggalkan?

Siap Menghadapi

Pada akhirnya, kemungkinannya hanya dua; sembuh, dan tidak sembuh. Saat perawatan tengah berlangsung, bagaimana sikap mental Anda ketika menjalaninya? Apabila itu berujung pada kematian, bagaimana cara Anda “menyambutnya”? Kendati sejauh ini, beberapa pasien Covid-19 di Indonesia telah sembuh dan kembali pulang. Dan itulah harapan kita semua, bila sewaktu-waktu turut terkena.

Tak hanya terkait Covid-19, seperti inilah yang juga terjadi dalam kehidupan kita, apa pun faktor penyebabnya. Sayangnya, kita seringkali harus bertemu dengan kesukaran dan penderitaan terlebih dahulu, untuk disadarkan tentang kesiapan dan apa yang ditinggalkan.

Sayangnya, kita seringkali harus bertemu dengan kesukaran dan penderitaan terlebih dahulu, untuk disadarkan tentang kesiapan dan apa yang ditinggalkan.

Related Articles

Card image
Self
Alam, Seni, dan Kejernihan Pikiran

Menghabiskan waktu di ruang terbuka bisa menjadi salah satu cara yang bisa dipilih. Beberapa studi menemukan bahwa menghabiskan waktu di alam dan ruang terbuka hijau ternyata dapat membantu memelihara kesehatan mental kita. Termasuk membuat kita lebih tenang dan bahagia, dua hal ini tentu menjadi aspek penting saat ingin mencoba berpikir dengan lebih jernih.

By Greatmind x Art Jakarta Gardens
13 April 2024
Card image
Self
Belajar Menanti Cinta dan Keberkahan Hidup

Aku adalah salah satu orang yang dulu memiliki impian untuk menikah muda, tanpa alasan jelas sebetulnya. Pokoknya tujuannya menikah, namun ternyata aku perlu melalui momen penantian terlebih dahulu. Cinta biasanya dikaitkan dengan hal-hal indah, sedangkan momen menanti identik dengan hal-hal yang membosankan, bahkan menguji kesabaran.

By Siti Makkiah
06 April 2024
Card image
Self
Pendewasaan dalam Hubungan

Pendewasaan diri tidak hadir begitu saja seiring usia, melainkan hasil dari pengalaman dan kesediaan untuk belajar menjadi lebih baik. Hal yang sama juga berlaku saat membangun hubungan bersama pasangan.

By Melisa Putri
06 April 2024