Konsumerisme, sebuah kata yang sangat familiar di telinga masyarakat. Di Jakarta sendiri, dapat kita jumpai banyak sekali papan iklan di kiri dan kanan jalan, mengisi ruang serta celah kota dengan satu tujuan; menuntun tangan yang kita miliki untuk masuk ke kantong, mengambil dompet, dan mengeluarkan uang untuk ditukar dengan barang yang kita inginkan.
Sebenarnya, apa itu konsumerisme?
Secara umum, terdapat dua definisi yang dapat menjelaskan makna kata tersebut. Yang pertama, konsumerisme adalah gerakan atau kebijakan untuk melindungi konsumen dengan menata metode dan standar kerja produsen, penjual, dan pengiklan.
Definisi kedua, konsumerisme dijelaskan sebagai paham atau gaya hidup yang menganggap barang-barang mewah sebagai ukuran kebahagiaan, kesenangan, dan sebagainya, yang kurang lebih mengindikasikan gaya hidup yang tidak hemat.
Memang tidak dapat dipungkiri, ketika kita memiliki barang baru, kita akan merasa senang saat memperolehnya. Tentu saja barang yang kini telah kita miliki bisa saja telah kita idamkan sejak lama, atau bahkan kita sudah melakukan banyak pengorbanan untuk memperolehnya. Namun, apakah itu semua menjamin kebahagiaan yang kita peroleh?