Menjadi pahlawan untuk sesama adalah ungkapan yang sangat relevan di situasi pandemi seperti saat ini; bagaimana menolong sebanyak-banyaknya orang untuk mendapatkan kesempatan atau kehidupan yang lebih untuk mereka. Kepuasan yang tak ternilai pasti akan kita rasakan ketika kita benar memberikan hasil signifikan untuk mereka, atau bahkan hanya apresiasi secara verbal. Namun pernahkah kita menjadi pahlawan bagi diri kita sendiri?
Pernahkah kita memikirkan jeda untuk memberikan apresiasi pada diri kita sendiri atas apa yang sudah kita lakukan? Ini bukan egois, melainkan mengisi gelas kosong yang ada di dalam jiwa kita agar kembali terisi akan semangat penuh.
Menyayangi diri sendiri tidak perlu menghabiskan ratusan juta untuk pergi berlibur ala selebgram di platform sosial. Mungkin jika melihat diri kita kembali, menyaksikan serial di Netflix atau membaca komik sudah cukup membuat tertawa dan rileks —lakukanlah, sebab pelampiasan yang nampak sederhana itu akan sangat berarti bagi diri kita, jika memang itu yang kita sukai dan nikmati, serta bukan mengikuti tren. Satu langkah itu saja sudah ‘menyelamatkan’ diri kita dari jurang depresi.
Lantas bagaimana dengan membantu orang lain? Bukankah menekan hasrat ‘membantu’ orang lain dengan mengikuti diri kita untuk istirahat malah akan berdampak pada tumpulnya kepedulian sosial kita? Percayalah, apa yang kita rasakan bukanlah sesuatu yang bisa dikesampingkan begitu saja, melainkan sesuatu yang sangat penting. Perasaan dalam diri kita tidak akan hilang begitu saja karena menekan atau mengabaikannya.
Banyak masalah secara psikologis muncul ketika merepresi perasaan yang ‘sudah menjadi kebiasaan’ dan energi yang dihasilkan emosi yang tertekan itu tidak dapat dikeluarkan dengan tepat.
Cobalah untuk sebelum menuruti apa yang orang lain minta, dengarkan suara hati yang memberitahu apa yang kita inginkan. Sanggupkah kita? Jika dalam pekerjaan, selalu ada komunikasi yang bisa kita sampaikan untuk membuat pengertian kedua belah pihak—termasuk memastikan kita mendapatkan ‘jeda’ untuk merehatkan sejenak pikiran dan fisik kita. Jika ini adalah orang yang kita anggap teman, ingatlah hal ini: jangan khawatir bahwa dengan menyampaikan hal yang mengganjal kita, maka akan merenggangkan hubungan kita dan kawan kita. Sebab kawan yang baik akan selalu menyediakan telinga untuk mendengar dan hati yang menerima bagaimana pun keadaan kita.
Cobalah untuk sebelum menuruti apa yang orang lain minta, dengarkan suara hati yang memberitahu apa yang kita inginkan. Sanggupkah kita?
Saya selalu percaya bahwa, ketika kita menyayangi diri kita sendiri, semesta pun akan menganggap kita layak disayangi. Menjadi pahlawan untuk memerdekakan diri juga bisa diwujudkan dengan lebih menerima diri kita secara fisik, dan tidak menyamakan standar ideal secara fisik dengan orang lain. Sama halnya dengan, jangan menilai orang lain dari penampilan mereka, karena mereka mungkin memiliki kesulitan yang tidak bisa orang lain lihat.
Ketika kita menyayangi diri kita sendiri, semesta pun akan menganggap kita layak disayangi.
Tidak dapat dipungkiri, selalu ada pandangan bahwa kita tidak terlihat menarik berdasarkan satu dua hal dari tampilan, mengalahkan ribuan hal lain yang sangat baik tentang diri kita. Namun jika kita percaya diri untuk menerimanya dan nyaman akan diri sendiri, kita tidak akan merasa rendah diri. Sifat paling menarik muncul dari kepercayaan diri kita.
Sifat paling menarik muncul dari kepercayaan diri kita.
Cobalah mengubah mindset mengenai cinta diri sendiri tidak hanya berhenti pada ukuran fisik, melainkan jauh di depan kita. Misalkan, ketika kita mengalami depresi serta hanya ingin menghabiskan hari dengan makan junkfood, dan tidak peduli apa kata orang. Tidak apa, boleh kita berpikir seperti itu, namun imbangi pula dengan berolahraga keesokan harinya untuk menjaga kesehatan fisik dan mentalmu.
Merdeka dengan persepsi tersebut, akan memerdekakan diri kita dari segala kritik yang menyerang kita mengenai sejumlah hal. Sulit memang awalnya berhadapan dengan hal ini, namun coba kita pikirkan kembali: kenapa kita yang harus hancur karena kritik dari orang yang tidak mengenal atau menyayangi kita? Biarkan pendapat orang itu mengatur pemikiran mereka—bukan kita.
Ingat, sayangilah diri kita sendiri dulu, sebab kita telah berusaha keras untuk menggapainya. Usaha ini yang akan menjadi keyakinan akan membentu diri kita menjadi jauh lebih tangguh. Sebab saya yakin, pemenang sejati adalah orang yang bahagia dengan hidupnya.
Pemenang sejati adalah orang yang bahagia dengan hidupnya.