“You can’t wait until life isn’t hard anymore before you decide to be happy. “
Satu kalimat yang mengubah pandangan saya akan hidup.
“Kamu tidak bisa menunggu sampai hidup tidak sulit lagi, sebelum kamu memutuskan untuk menjadi bahagia.”
Sebuah kalimat yang tetiba muncul dari seorang kontestan bernama panggung Nightbirde dari America’s Got Talent tahun 2021. Sebuah kalimat simpel, yang datang dari seorang kontestan yang tengah bergelut dengan kanker di sejumlah titik di tubuhnya.
Meskipun ia dikatakan hanya memiliki 2% chances of survival, namun dia tetap memberikan senyuman terbaiknya.
“Ia tetap berkata: 2% itu artinya bukan 0%. 2% adalah sesuatu!”
Atau ketika dia ditanya bagaimana ia bisa sekuat itu dalam senyumannya, ia hanya berkata:
“It’s so important that everyone knows that i so much more than a bad thing about me.” (Sangat penting jika semua orang tahu jika saya jauh lebih baik dari hal buruk yang tengah saya hadapi)
Tidak peduli berapa banyak saya menyaksikan video itu, tetap air mata saya tak terbendung lagi.
Nightbirde mengajarkan kita betapa ia mampu untuk merelakan atau let go segala hal buruk tidak menutupi semangatnya dalam mencapai misinya.
Namun di sini saya tidak akan berbicara mengenai Nightbirde. Saya disini berbicara mengenai saya dan anda semua. Saya akan berbicara mengenai menikmati proses merelakan segala sesuatunya.
Saya yakin, kita pernah merasakan sebuah proses yang disebut ‘letting go’ atau proses merelakan segala sesuatu. Bisa merelakan sebuah kesempatan kerja, hubungan dengan pasangan, atau kehilangan anggota keluarga kita. Namun kadang kita sulit untuk menerima fakta sebelum akhirnya kita bisa melepaskan hal itu secara penuh.
Beberapa langkah yang saya rasakan untuk letting go, ada 3 hal, diantaranya:
1. Fase Berduka
Fase di mana kita merasakan kehilangan adalah bukan suatu hal yang nyata. Kita masih belum bisa menerima fakta, jika kita memang saat ini sedang kehilangan. Semua memori apik masih terlukis di pikiran kita, seakan kita berharap muncul keajaiban dan akhirnya kita kembali bersama lagi dengan pasangan, keluarga, atau kesempatan yang hilang.
Fase ini sangat rawan dengana danya penyangkalan segala macam hal, kita menyangkal akan perasaan kita, atau bahkan menyangkal fakta bahwa ia sudah tidak bersama kita. DI fase ini pula kita mungkin merasakan emosi kita menguasai logika kita. Seluruh tindakan yang kita kira bisa dilakukan untuk memperbaiki kerusakan ini, malah sebaliknya, memperparah. Lalu apa kunci untuk bisa memperbaikinya?
2. Menerima Keadaan atau Acceptance
Inilah fase selanjutnya dalam letting go, namun paling sulit dilakukan, sebab kita harus berhadapan dengan fakta diri kita sendiri. Kita mungkin bisa berbohong kepada orang lain, namun kita tidak bisa berbohong pada diri sendiri.
Kita mungkin bisa berbohong kepada orang lain, namun kita tidak bisa berbohong pada diri sendiri.
Akuilah jika kita memang tengah berduka, akuilah jika kita masih merindukan sosok yang sudah hilang ini. Terkadang emosi tersebut bisa muncul tiba-tiba, seperti air mata atau perasaan panik. Akuilah jika memang diri kita tidak sedang baik-baik saja.
Namun ketika kita menerima, atau melalui acceptance, kita juga sering bertanya dengan diri kita, kenapa kalau begitu Tuhan mengambil dia dari saya? Nah, saya bukan sosok religius, namun saya selalu percaya, bahwa:
“Kadang Tuhan mengambil sesuatu dari kita, untuk diganti dengan hal lain. Bisa jadi, hal yang diganti melebihi yang diambil, atau malah kurang dari yang diambil. Kenapa? Karena Tuhan tahu kemampuan kita. Tuhan tidak akan memberikan suatu hal yang tidak bisa kita lalui.”
Kadang Tuhan mengambil sesuatu dari kita, untuk diganti dengan hal lain.
Percayalah, akan ada jalan lain yang terbuka ditengah kebuntuan yang kita kira tengah dihadapi. Dengan menerima keadaan kita, kita akan mengerti Batasan seperti apa yang bisa kita lalui sendiri, dan mana yang harus kita pelajari lebih lanjut.
3. Metamorfosa
"Life is all about moving forward. When everything feels tougher, just rest for a while, then try to move again. No matter how small it is, take your baby step and moving on. Repeat it again.”
Ketika kita sudah menerima keadaan kita, artinya kita sudah tenang dengan pergelutan batin kita. Kita kini harus bisa menata kembali hidup yang sempat ‘hilang’ sebelumnya. Sebab satu hal yang harus dan tetap kita sadari serta lakukan: terus berjalan ke depan. Life is always moving forward not backward.
Life is always moving forward not backward.
Bisa dengan melakukan hal yang mungkin sebelumnya tidak bisa kita lakukan Ketika kesempatan lama kita, atau dengan pasangan kita yang lalu. Sehingga kita membuka opsi untuk melebarkan sayap kita lebih lebar.
Ingat, waktu akan terus berjalan, dan kesempatan kalian untuk bisa berjuang atau berhenti—tidak akan mempengaruhi jalannya waktu.
Beberapa waktu ini, memang saya mempunyai masalah, mungkin kalian juga? Namun hal yang sempat terbesit dalam pikiran saya adalah:
Pilih berhenti dan meratapi, atau mencoba berjalan pelan dan kecil meski sulit. Saya putuskan memilih yang kedua.
Ketika kita mengumpulkan kesedihan yang terlanjur pecah, saya selalu menganalogikan hati sama dengan kaca. Ketika hati itu pecah, layaknya kaca. Kita mengumpulkan pecahan itu agar menjadi satu, pasti kita akan berdarah.. ketika tangan kita mencoba mengambil satu persatu pecahan itu. Semakin tajam kenangan itu, semakin berdarah pula kita kumpulkan pecahan itu.
Namun percayalah, berjalan kecil dan terus maju adalah kunci kita menjadi pribadi yang terus terdewasakan. Kita pun tidak menyadari betapa banyak potensi yang bisa kita kembangkan ketika kita memutuskan untuk terus bergerak maju.
Menerima proses letting go adalah proses pendewasaan pribadi, yang selalu sulit dan penuh tantangan, namun bukan berarti kita tak bisa memenangkannya.
Dan tanamkan dalam pikiran kalian, ketika ada keraguan:
You are the one that should control the mind.
You are a force to be reckoned, with once you gain control of your feeling.
Karena sejatinya, merelakan atau melepaskan sesuatu bukanlah membuangnya jauh-jauh kemudian kita benci, melainkan kita menyadari apa hal yang bisa kita kontrol dan hal apa yang tidak bisa saya kontrol.
Analogikan merelakan adalah kita melepaskan sebuah perahu kertas di sungai. Apakah kita melempar jauh-jauh perahu itu? Tidak, kita lepakan mengikuti aliran air. Perahu itu bisa jadi kembali kepada kita, tapi bisa juga mengikuti arus air. Begitu pun dengan permasalahan kita, taruh dengan rapi di perahu itu, dan lepaskan di sungai. Lepaskan hal yang tidak bisa kita kontrol.
Kenali diri Anda, sadari setiap berkat yang ada di sekitar Anda, syukuri, dan menangkan pertarungan ini.
Lepaskan hal yang tidak bisa kita kontrol.