Apa kabar kamu di bulan Desember ini?
Aku, baik-baik saja sambil duduk di teras rumah orangtuaku di kampung halaman.
Sejak Oktober lalu, di tengah sibuknya pekerjaan, kala itu aku ingat akan sebuah hal yaitu tentang istirahat. Istirahat maksudku di sini bukan sekedar menghabiskan satu jam di antara pukul 12.00 hingga pukul 13.00, melainkan istirahat dari banyak hal yang biasa kita kenal sebagai ‘jeda’. Aku termasuk salah satu orang yang sadar akan life balance, jadi biasanya aku sering mengambil jeda untuk bernapas dan merefleksikan apa yang telah aku lalui. Cara jeda yang biasa aku ambil cukup lumrah dilakukan. Biasanya ya liburan. Mungkin kamu juga?
Sebelum pandemi aku bisa setiap akhir pekan ke alam atau ke tempat yang berdekatan dengan alam. Datang ke alam membuatku merasa pulang, sebab alam selalu menerima semua asa yang ku bawa. Tahun ini agak berbeda. Semenjak pertengahan Maret aku cukup sulit menemukan cara untuk jeda seperti biasanya. Dengan banyaknya kegiatan yang menjadi lebih banyak dilakukan di rumah, aku sempat mencari cara rehat yang bisa dilakukan di rumah tapi rasanya seperti melarikan diri saja. Parahnya, media sosial menjadi seperti tempat baru untukku pergi menjelajah. Bukannya tidak baik. Namun, media sosial tidak menawarkan pengalaman ‘jeda’ yang sama ketika aku pergi berlibur, untuk bernapas dan merefleksikan diri.
Untungnya, di tengah ketidakpastian pandemi, beberapa kebijakan mulai memberikan solusi untuk melakukan perjalanan dengan protokol kesehatan. Aku mulai memberanikan diri membuat perencanaan, berdiskusi kemungkinan aku pergi berlibur dengan atasan di tempatku bekerja, serta memilih prioritas tempat yang ingin ku datangi. Tempat yang kupilih kali ini hanya satu; kampung halamanku. Alasannya adalah, aku ingin cukup lama dapat berdiam diri di suatu tempat yang tenang. Tidak hanya itu, aku juga merencanakan apa saja yang tidak ingin aku lakukan selama di sana. Cukup berbeda bukan? Biasanya orang-orang akan membuat daftar apa yang ingin dilakukan, sedangkan aku memilih sebaliknya. Sebab jeda bagiku adalah membiarkan aku mengalami hal-hal di luar kebiasaan dan menikmati setiap kejutan-kejutannya. Jadi aku tidak melakukan hal-hal yang menurutku hanya akan merusak proses istirahatku ini.
Melakukan hal di luar kebiasaan adalah salah satu cara ampuh untukku menikmati proses jeda.
Di kampung, kegiatan yang aku lakukan adalah makan semua makanan kesukaan yang hanya ada di sini, bertemu keluarga dan teman-temanku, melakukan aktivitas sesuai keinganan hati, setiap malam makan bersama dengan orangtuaku, menulis catatan refleksi setahun ini, membiarkan pikiranku istirahat dengan tenang seolah-olah aku sedang mengisi dayaku sendiri, serta banyak hal seru lainnya yang aku temui setiap harinya.
Setelah 14 hari kedatanganku di kampung halaman, sejak hari pertama dan hingga hari ini, jam tidurku berubah dratis. Aku jadi bisa tidur sebelum pukul 10 malam dan sudah bangun di jam 6 pagi. Makanku menjadi teratur karena masakan ibu selalu membuatku lapar. Tentunya, yang paling terasa adalah aku jadi lebih mudah fokus berpikir, terbiasa tidak membuka media sosial, dan lebih banyak ngobrol atau bersenda gurau dengan orangtuaku. Kadang, aku pun mengisi waktuku hanya dengan sekadar duduk diam menyadari napasku sendiri di antara aktivitas sederhana yang beragam lainnya.
Proses jeda setiap orang memang berbeda. Namun, kita tetap melakukan hal yang sama, yaitu ‘istirahat’. Bagiku, apapun kesibukan kita saat ini, kita tidak boleh lupa untuk meluangkan waktu sejenak untuk rehat. Waktu tidak pernah menunggu. Jadi, penting untuk tahu kapan kita harus duduk diam sebentar, berjalan, atau berlari lagi. Nikmati waktu yang kita miliki sekarang.
Tahun ini, jeda terlamaku adalah pulang ke tempat yang selalu ku ingat di manapun kakiku berpijak; rumah orangtua. Kalau kamu, bagaimana?
Penting untuk tahu kapan kita harus duduk diam sebentar, berjalan, atau berlari lagi.