Tuhan selalu memiliki cara dalam membukakan jalan untuk seseorang. Dalam kasus saya, tampaknya Tuhan membuka jalan bagi saya untuk menyukai olahraga lari. Dahulu, saya bukanlah seseorang yang suka berlari. Lari jarak jauh adalah sesuatu yang saya hindari. Namun, semua itu berubah sejak saya ditunjuk oleh Yayasan Jantung Indonesia untuk menjadi duta mereka, di mana salah satu tugas saya adalah mensosialiasikan sekaligus mengajak masyarakat untuk bergerak serta berolahraga. Mulailah dari sinilah saya mencoba lari jarak jauh.
Tidak disangka, aktivitas yang semula saya pikir tidak akan saya lakukan, justru berubah menjadi sesuatu yang menyenangkan. Saat berlari, saya merasa memiliki waktu ‘me time’ karena sembari memacu langkah, ada banyak hal yang dapat dipikirkan serta direfleksikan dalam benak. Saya menjadi rutin melakukannya dan singkatnya, saya menjadikannya hobi. Saya bukanlah pelari profesional yang mengejar catatan waktu, maupun yang tergabung ke sebuah komunitas tertentu karena saya sadar saya belum dapat memberi komitmen waktu pada apa yang biasanya menyatukan sebuah kegiatan komunitas. Saya lebih cenderung ke solo runner, yang menikmati kegiatan ini seorang diri, meskipun mungkin suami saya pun ikut serta menemani.
Kebetulan, usia saya dengan suami sama. Suatu ketika, saat akan berulang tahun ke 42, kami berpikir apa yang akan kami lakukan di usia yang baru ini. Timbulah pikiran untuk berlari sejauh 42 km, atau mengikuti maraton yang memang jarak tempuhnya setara. Saya lantas mendaftar Jakarta Marathon dan berhasil menyelesaikannya dengan perasaan puas. Sejak saat itu saya kemudian merasa ‘ketagihan’ untuk ikut marathon.
Saya merasa cukup serta bersyukur atas apa yang saya miliki dan yang Tuhan berikan. Saya selalu berpikir hal ini seperti tabungan; apa yang sudah Tuhan berikan kepada saya, saya harus mengembalikannya dengan memberikan sesuatu ke orang banyak. Sejalan akan hal ini, usai mengikuti Jakarta Marathon, di tahun depannya, saya ditawari untuk ikut maraton kembali – kali ini di Chicago – yang merupakan salah satu dari enam kompetisi maraton terbesar di dunia. Tentu saja, saya pun mendaftarkan diri mengikutinya karena selain berlari, saya harus mengumpulkan dana untuk membantu pembangunan rumah singgah bagi anak-anak yang menderita penyakit terminal atau kritis. Dengan adanya rumah singgah ini, keluarga dari pasien yang membutuhkan dapat tinggal sementara waktu secara cuma-cuma di tempat ini, sehingga dapat meringankan beban mereka. Tidak berhenti sampai sini, usai mengikuti Chicago Marathon, saya mendaftar untuk ikut Berlin Marathon. Pada kesempatan ini, saya menawari pihak yayasan penyelenggara untuk melakukan penggalangan dana, kali ini untuk biaya pendistribusian vaksin ke sejumlah wilayah di pelosok Indonesia.
Apa yang sudah Tuhan berikan kepada saya, saya harus mengembalikannya dalam bentuk memberikan sesuatu ke orang banyak.
Alasan saya ingin melakukan maraton adalah untuk suatu kebaikan. Saya merasa cukup dan bersyukur telah diberi segala sesuatu oleh Tuhan. Kenapa tidak saya kembalikan apa yang telah Tuhan beri ini kepada orang lain yang membutuhkan? Bagi saya, segala sesuatu harus seimbang. Walaupun pekerjaan saya di bidang entertainment, saya tidak melupakan passion saya, yang benang merahnya adalah di bidang anak-anak. Terdapat suatu kepuasan bila saya bisa memberi sesuatu ke bangsa ini. Oleh sebab itu, saya menulis buku untuk anak-anak yang berkisah tentang kegiatan traveling.
Dari semua kesibukan yang saya miliki, baik menulis buku, berlari, pekerjaan saya di entertainment, dan juga peran saya sebagai Ibu di keluarga, saya selalu berusaha untuk menyeimbangkan itu semua. Bila di dalam keluarga, apa yang penting adalah kebersamaan. Oleh karenanya, walaupun ada kesibukan, harus tetap ada ‘our time’ dan ‘me time’. Our time berarti waktu untuk keluarga di mana kami semua melakukan aktivitas bersama yang harus melibatkan komunikasi, agar terdapat bonding. Biasanya dengan makan atau bermain bersama di rumah saat akhir pekan. Sementara me time adalah waktu yang saya alokasikan pada diri sendiri, tentunya saat anak sekolah atau suami bekerja, sehingga waktu yang ada dapat saya gunakan secara aman untuk melakukan hal-hal yang saya senangi. Karena, dengan dapat menyeimbangkan aktivitas dalam hidup, kita akan merasa lebih bahagia.
Dengan dapat menyeimbangkan aktivitas dalam hidup, kita akan merasa lebih bahagia