Diri kita sebenarnya adalah gabungan dari banyak hal. Self concept sangat bersifat multidimensional. Diri kita bukan hanya sebatas aspek-aspek yang bisa kita lihat. Sebenarnya ini menenangkan, dalam artian jika kita merasa belum maksimal dalam satu dimensi, bisa jadi pada dimensi-dimensi lain lebih positif. Berdasarkan filosofi timur dari budaya India, secara sederhana dimensi dalam manusia dibagi menjadi tiga yakni Atman, Purusha, dan Prakiti. Atman adalah our true self atau inner self. Purusha dapat dimaknai sebagai dimensi spiritual dalam diri. Sedangkan Prakiti adalah diri kita secara fisik. Dalam budaya Hindu, elemen diri terdiri menjadi lima bagian yaitu spiritual, mental, social, emotional, dan physical. Elemen paling dasar adalah elemen fisik sedangkan yang tertinggi adalah elemen spiritual.
Tubuh sebagai landasan paling dasar juga merupakan makhluk kebiasaan. Kita membentuk kebiasaan berdasarkan metode, ketertiban, dan disiplin. Terkadang kita lupa bahwa sebenarnya ingatan kita juga tersimpan dalam muscle memori. Menurut J. Hattie (2004) diri kita dapat digambarkan seperti tali tambang, terdiri dari berbagai serat yang membentuk diri kita yang lebih besar. Tidak saling terpisah, melainkan saling menguatkan dan terjalin satu sama lain. Terdapat beragam pemaknaan konsep diri yang berkembang diantara ahli psikologi. Menurut Shalveston et al., (1976) dalam Marsh and O’Mara (2008) terdapat lima elemen dalam konsep diri yaitu academic self, social self, emotional self, family self, dan physical self.
Academic self atau work self mengacu kepada persepsi yang dimiliki subjek mengenai kualitas kinerja diri kita sebagai pelajar atau pekerja. Entah sejak kapan, diri kita yang bekerja sudah menjadi bagian dalam diri kita. Pada zaman sebelum agrikultur tentu definisi diri ini belum muncul, tetapi setelah perkembangan peradaban pekerjaan menjadi elemen penting yang membantu kita mendefinisikan diri sendiri. Maka, jika kalian masih bingung mengenai pekerjaan atau bagaimana cara mengembangkan talenta, ini wajar karena memang pekerjaan sudah menjadi bagian dari konstruksi diri kita.
Entah sejak kapan, diri kita yang bekerja sudah menjadi bagian dalam diri kita. Maka, jika kalian masih bingung mengenai pekerjaan atau bagaimana cara mengembangkan talenta, ini wajar karena memang pekerjaan sudah menjadi bagian dari konstruksi diri kita.
Social self, mencerminkan persepsi subjek mengenai kinerja dalam hubungan sosial. Konsep ini menjadi landasan bagaimana manusia bisa berkembang seperti sekarang. Membahas mengenai manusia saling bekerjasama satu sama lain. Bisa saja sebagian dari kita merasa bahwa saya adalah saya, saya tidak peduli dengan pendapat orang lain. Mungkin bisa saja ini kurang tepat, karena pada dasarnya kita akan dipengaruhi oleh segala hubungan sosial yang terbentuk. Emotional self concept, menangkap persepsi tentang keadaan emosional individu dan tanggapannya terhadap situasi-situasi konret. Perasan kita ternyata adalah bagian penting dari diri kita.
Berdasarkan penelitian lainnya, dimensi yang juga penting terhadap diri adalah elemen keluarga (family self concept). Dimensi ini membahas mengenai partisipasi kita dalam persepsi subjek tentang keterlibatan, partisipasi, dan integrasi mereka dalam lingkungan keluarga. Sangat penting hingga dipisahkan dari konsep sosial yang telah dibahas. Pada akhirnya hubungan keluarga bisa saja rumit. Bagi keluarga harmonis mungkin konsep dirinya akan lebih positif. Sayangnya mungkin ada beberapa dari kita yang memiliki konsep keluarga yang agak disfungsional, sehingga memiliki konsep keluarga yang tidak terlalu positif. Bagaimana kita menempatkan diri dalam keluarga pada akhirnya memengaruhi kita secara pribadi. Bagi sebagian dari kita yang merasa mungkin hubungan keluarganya tidak begitu menenangkan, ada baiknya kita mengusahakan hubungan tersebut. Walaupun bisa saja ada yang merasa hubungan keluarganya terlalu toxic untuk dipertahankan, setidaknya kita sudah mencoba untuk mempertahankannya.
Berdasarkan penelitian lainnya, dimensi yang juga penting terhadap diri adalah elemen keluarga (Family self concept). Walaupun bisa saja ada yang merasa hubungan keluarganya terlalu toxic untuk dipertahankan, setidaknya kita sudah mencoba untuk mempertahankannya.
Selanjutnya adalah physical self concept, terdiri dari persepsi seseorang tentang penampilan fisik. Bagaimana kita melihat diri kita sevara tampilan fisik dan apakah kita bisa menerima hal tersebut. Proses penerimaan ini juga penting dalam proses internalisasi identitas diri kita. Konsep diri itu bersifat deskriptif dan evaluatif, dalam artian kita yang akan menilai dan mendeskripsikan siapa diri kita.
Terdapat banyak variabel tentang diri yang dipelajari dalam psikologi. Pertama adalah self knowledge (pengetahuan diri), mengenai informasi yang diperoleh seseorang saat mendapatkan jawaban akan pertanyaan tertentu. Seberapa paham seseorang akan dirinya sendiri menjadi salah datu bagian dari self knowledge. Berikutnya self image (citra diri) yakni pandangan pribadi ata gambaran yang kita miliki terhadap diri kita sendiri. Hadirnya sosial media berbasis foto, seringkali menghadirkan masalah terhadap self image yang kita miliki. Kita menaruh ekspektasi yang tidak normal terhadap diri, akhgirnya gambaran akan diri kita sendiri menjadi tidak positif. Padahal mungkin aslinya tidak demikian.
Variabel self esteem (harga diri), membahas mengenai keseluruhan perasaan subjektif seseorang mengenai nilai dirinya secara pribadi. Jadi kita memberikan penilaian pada diri sendiri, seperti bisa bergaul dengan baik, pintar, cantik, dan lain sebagainya. Penilaian ini bagi orang yang berada dalam kondisi mental yang sehat cenderung akan tinggi. Mereka akan tetap merasa baik-baik saja ketika diperlakukan semena-mena mereka akan menjaga harga diri yang dimiliki. Sebagian lainnya yang memiliki persepsi yang salah terhadap dirinya, akhirnya mereka merasa diri mereka rendah. Seperti ungkapan “Saya mah, hanya remah-remah rengginang”.
Penilaian diri bagi orang yang berada dalam kondisi mental yang sehat cenderung akan tinggi. Mereka akan tetap merasa baik-baik saja ketika diperlakukan semena-mena mereka akan menjaga harga diri yang dimiliki. Sebagian lainnya yang memiliki persepsi yang salah terhadap dirinya, akhirnya mereka merasa diri mereka rendah. Seperti ungkapan “Saya mah, hanya remah-remah rengginang”.
Berikutnya adalah self efficacy (efikasi diri), yakni keyakinan individu dalam kapasitasnya untuk melaksanakan perilaku yang diperlukan untuk menghasilkan pencapaian kinerja tertentu. Hal ini berbeda dengan self confident (kepercayaan diri), karena self efficacy memiliki landasan kapasitas dalam penilaiannya, berkaitan langsung dengan kinerja. Jadi kamu yakin saat harus mengerjakan suatu hal karena kamu tahu, kamu mampu. Beberapa orang mungkin merasa saat mendapatkan tugas tertentu, terlihat mustahil untuk dikerjakan, ini terjadi para orang-orang yang memiliki self efficacy yang rendah.Untuk kamu yang mungkin merasa takut saat menerima suatu tugas dan tidak yakin dapat mengerjakannya, padahal sebenarnya coba kerjakan dulu. Jika kalian memang diberikan tugas tertentu maka sebenarnya kalian sudah dianggap mampu untuk mengerjakan tugas tersebut.
Self-actualization (aktualisasi diri) atau self-fulfillment, yaitu kecenderungan diri untuk teraktualisasi dalam potensi dirinya. Keinginan untuk menjadi lebih dan lebih menjadi dirinya. To become everything that one is capable of becoming. Maslow, berpendapat bahwa manusia menginginkan dirinya teraktualisasi. Kalau dalam perspektif agama manusia ingin memenuhi takdir kita, yaitu potensi-potensi diri kita. Semakin lama kita semakin menjadi diri kita sendiri.Sebenarnya pada proses aktualisasi diri ini, kita seringkali terjebak dalam persepsi konsep aktualisasi diri yang besar. Ada banyak dimensi dalam elemen dalam diri kita, sehingga kalau kita hanya fokus pada satu elemen saja seperti work saja ini akan terasa sulit. Ada elemen-elemen diri lain yang juga perlu diaktualisasikan. Jangan sampai hanya fokus pada satu dimensi saja yang jika tidak tercapai kita merasa diri kita tidak berguna.
Pada akhirnya mungkin kita kembali pada deksripsinya Jung, bahwa diri adalah jumlah dari segala sesuatu yang diri kita sekarang, dan segala sesuatu yang kita pernah terjadi, serta segala sesuatu yang kita berpotensi menjadi. Itu adalah simbol dari Tuhan di dalam diri kita, bahwa kita ada sebagai suatu totalitas. Ini bukan dimensi- dimensi yang menjadi satu, mereka tidak melebur tetapi saling terkoneksi satu sama lain.
Diri adalah jumlah dari segala sesuatu yang diri kita sekarang, dan segala sesuatu yang kita pernah terjadi, serta segala sesuatu yang kita berpotensi menjadi. Ini bukan dimensi- dimensi yang menjadi satu, mereka tidak melebur tetapi saling terkoneksi satu sama lain.