Karena hidup berjalan bukan berlari, apa salahnya sesekali menghabiskan akhir pekan dengan lebih santai? Seperti dengan membatasi penggunaan telepon genggam untuk sementara waktu, menghabiskan hari bersama orang terdekat, dan melakukan hal-hal yang menenangkan hati beserta pikiran.
Hidup di kota besar, dengan sejumlah tuntutan yang menanti, menjadikan waktu terasa berjalan lebih cepat. Pagi dengan cepat berganti ke malam, dan awal minggu dalam sekejap berganti ke akhir pekan. Apa sih yang sebenarnya tengah kita kejar? Pernahkan berpikir untuk melambatkan ritme hidup kita?
Lambat, bukan berhenti. Tidak semua hal bisa dihentikan, dan untuk apa menghentikan sesuatu yang memang sudah seharusnya berjalan seperti hidup? Layaknya kendaraan yang melambatkan kecepatannya agar penumpang di dalamnya dapat melihat, mendengar, dan menyadari lebih banyak apa yang ada di balik jendela, hidup kita pun demikian. Kitalah kendaraan itu. Pilihan untuk seberapa cepat atau lambat laju diri, ada pada kita yang mengaturnya. Namun dengan laju lambat yang tepat, kita dapat lebih menangkap detil pemandangan yang terhalang kaca, mungkin juga lebih merasa udara di luar bila kita memutuskan untuk membuka jendela, suara-suara yang tidak tertutup desir angin karena deru cepat mesin, serta sisi-sisi yang tersembunyi kecepatan, yang akan memberi kejutan saat kita memberi perhatian lebih banyak pada sekitar dan tentunya diri kita.
30 April 2019, sembilan bulan setelah artikel pertama terbit, adalah hari yang menandai peluncuran secara resmi platform kami, Greatmind, yang kami harapkan dapat memberi inspirasi pada pembacanya, melalui pemikiran, advokasi, ide, serta aspirasi terbaik dari sejumlah tokoh di negeri ini. Seiring dengan meningkatkan kesadaan orang akan hidup yang lebih baik, terdapat kebutuhan untuk media berkualitas di tengah maraknya ‘junk food’ fast content yang beredar, dan kami ingin dapat mengisi rumpang di dalamnya.
Dua sesi pembicara yang diakhiri dengan penampilan musik, mengisi jalannya acara peluncuran. Marissa Anita melalui pemikirannya akan slow living dan digital minimalism, mengajak kita untuk lebih bijak menggunakan telepon genggam dan media sosial. Meminjam kutipan Reza Gunawan yang mengisi sesi setelahnya, batin kita mudah kompulsif. Secara umum, sulit berhenti melakukan sesuatu yang ‘nagih’, seperti media sosial yang secara mudah dapat diakses melalui telepon genggam. Padahal, hal-hal yang paling mengkilat dalam hidup seseorang, itulah yang seringkali di tampilkan di media sosial, bukan sebaliknya. Dengan menonton sisi ‘mengkilap’ hidup orang, acapkali kita membandingkannya dengan sisi hidup kita yang paling karatan. Sehingga, tidak heran bila kita kemudian mengalami gangguan self esteem karena tidak imbangnya apa yang kita bandingkan. Kita tidak melihat kehidupan seseorang itu secara menyeluruh. Kita pun sering tidak mindful atau berada di ‘saat ini’ ketika tengah mengakses dunia digital.
Reza Gunawan pun lantas mengajak setiap yang hadir untuk menyelami diri sendiri agar lebih mengenal diri, serta merasakan kedamaian dengan menyadari kehadiran kita seutuhnya di masa kini, di tiap detik, menit, dan waktu yang bergulir. Latihan mindfulness singkat dengan buah anggur sebagai alat bantu turut dilakukan. Dengan menggigit, meresap sari, dan mengunyah secara perlahan daging anggur di mulut, kita belajar untuk menyadari, dan lebih awas akan apa yang tengah tubuh serta batin kita rasakan. Ketenangan berawal dari bagaimana kita secara tidak tergesa mencerna sesuatu, berpikir di luar kendali, serta secara bijak memberi respon.
Ditutup dengan penampilan musik oleh Ify Alyssa, momen peluncuran platform kami pun diakhiri. Semoga akan makin banyak orang menyadari bahwa hidup bukan dinilai dari besaran angka yang kita miliki dalam saku, tanda hati di media sosial, maupun jumlah benda yang ada dalam daftar aset. But it is more to quality over quantity. Dan semoga kita dapat menikmati hidup sepenuhnya, yang dijalankan dengan kecepatan perlahan. Karena hidup itu berjalan, bukan berlari.