Kesejahteraan hidup seringkali disangkutpautkan dengan seberapa nyaman hidup kita pada masa kini. Terlihat memiliki cukup uang untuk kebutuhan sehari-hari juga memiliki barang-barang sekuler. Terkadang banyak orang juga merasa ketika dapat berwisata ke berbagai kota dan negara dapat membuktikan bahwa kehidupannya telah mencapai titik di mana dia telah mensejahterakan hidupnya (di masa kini). Apakah benar hidup sejahtera adalah yang terlihat di masa sekarang saja?
Sebagian orang mungkin belum sadar akan pengertian sejahtera yang mereka emban dapat membuat mereka menjadi konsumen sejati yang menerapkan konsumerisme dalam skala tinggi. Ketika di masa kini mereka merasa “sejahtera” dengan kemampuan membeli ini-itu dan tidak menyisakan pendapatan untuk hidup sejahtera dalam periode yang panjang, bukannya tidak mungkin mereka justru akan mengalami kesulitan. Bertambahnya umur akan membuat kita sedikit kesulitan untuk mengumpulkan uang. Bukan hanya soal tenaga yang berkurang untuk bekerja tetapi juga perubahan zaman yang dapat memberikan kejutan tak terduga. Lihat saja harga rumah 10 tahun lalu dan sekarang. Sangatlah berbeda jauh. Tidak sedikit orang-orang berumur 30 tahun di masa kini kesulitan membeli rumah karena harga yang fantastis.
Memang, tuntutan masa kini dan 10 tahun pun berbeda. Kala itu belum ada sekelompok orang yang bisa mempengaruhi kita untuk mengkonsumsi suatu brand (baca: influencer). Kini seakan media sosial dan sejumlah bisnis online adalah para pelaku hipnotis yang dapat mendorong kita membeli barang-barang yang belum tentu diperlukan. Namun, itulah perubahan zaman. Di zaman sekarang kita merasa itulah penghargaan yang kita dapat dan merasa “terancam” jika tidak memilikinya. Contoh saja saat melihat salah satu travel blogger mempromosikan satu tempat wisata kemudian teman-teman kita tiba-tiba memamerkan tempat yang sama setelahnya. Secara tidak sadar tayangan-tayangan di media sosial tersebut mempengaruhi pikiran kita untuk melakukan yang sama. Jika tidak kita merasa “kalah”. Tapi apakah kita membutuhkannya? Nah, inilah yang harus ditanyakan pada diri setiap kali tergoda untuk menghabiskan uang pada hal tertentu.
Kini seakan media sosial dan bisnis online adalah para pelaku hipnotis yang dapat mendorong kita membeli barang yang belum tentu diperlukan.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat dikatakan sebagai target hidup sementara atau temporary goal. Namanya saja sementara – sesaat – berarti manfaatnya pun hanya akan kita rasakan dalam jangka pendek saja. Semisal kita membeli produk kecantikan berharga setengah gaji kita hanya untuk terlihat cantik selama kita membeli produk tersebut. Tapi apakah kita akan terhindar dari penuaan? Dari radikal bebas yang memang terhampar di alam kita? Jawabannya tentu saja tidak. Bagaimanapun kita manusia dan waktu terus berjalan. Lama-lama juga kulit kita akan merasakan perubahan. Mungkin saja manfaat produk kecantikan dengan harga tersebut dengan harga yang lebih efisien pun akan sama, kan? Lalu apakah kita menggunakan produk seharga dua minggu uang makan hanya untuk gengsi?
Memang, tidak mudah hidup di era serba modern seperti sekarang ini. Kita jadi harus jauh lebih bijak dalam memutuskan. Kita harus tahu persis apa yang kita inginkan dan apa yang kita butuhkan. Menimbang secara bijak mana yang manfaatnya akan bertahan secara jangka panjang, yang dapat membuat kita sejahtera lebih lama, tidak hanya saat ini saja. Pribadi yang bijak inilah yang nantinya tidak akan mudah terpengaruh dengan promosi-promosi marketing. Dengan mereka yang sengaja membingungkan untuk menghabiskan uang demi kesejahteraan jangka pendek. Sehingga pembagian uang pun dapat dialokasikan pada hal-hal yang jauh lebih penting.
Hidup di era modern membuat kita jadi harus jauh lebih bijak dalam memutuskan. Kita harus tahu persis apa yang kita inginkan dan apa yang kita butuhkan.
Sekali dua kali tentu saja boleh menggunakan uang untuk sesuatu yang dapat membanggakan. Tapi jangan jadikan keinginan-keinginan tersebut menjadi kebutuhan primer. Hanya terlihat sejahtera dengan benar-benar sejahtera pasti akan terasa bedanya. Terutama waktu menghadapi masalah keuangan mendadak. Ketika kita hanya terlihat sejahtera kita akan berusaha baik-baik saja di luar tapi justru gelisah di dalam karena kekurangan “amunisi”. Sedangkan yang benar-benar sejahtera sudah tahu strategi apa yang akan dilancarkan di keesokan harinya sehingga lebih tenang menghadapi masalah sulit. Sehingga poin inilah yang akan membuat kita berpikir. Apakah kita mau berada dalam tingkat sosial yang tinggi hanya hari ini saja tapi suatu saat mendadak jatuh ke sosial paling rendah atau berada dalam tingkat sosial menengah tapi selalu stabil dan mampu hidup nyaman dalam waktu yang lama?
Hanya terlihat sejahtera dengan benar-benar sejahtera pasti akan terasa bedanya.