Empati. Kata yang mungkin sangat familiar tapi tak jarang hanya dipakai sebagai pelengkap sebuah kalimat, terlebih di media sosial. Lalu sebenarnya, apa itu empati? KBBI mengartikan empati sebagai sebuah keadaan mental yang membuat seseorang merasa atau mengidentifikasi dirinya dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain. Ketika kita berempati dengan orang lain, kita akan berusaha melihat dunia dari sudut pandang mereka dan memahami perasaan yang mereka miliki.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa empati mampu membuat kita menjadi anggota keluarga, teman, dan rekan kerja yang lebih baik. Bukan hanya bermanfaat bagi perkembangan diri kita sebagai individu tetapi juga dapat membantu lingkungan dan masyarakat kita sekarang, juga di masa mendatang.
Rasa empati sendiri sebenarnya secara biologis sudah dianugerahkan pada kita. Alasan kenapa kita bisa tetap bercengkrama dan hidup bersama-sama sekarang adalah rasa empati yang kita miliki untuk bisa hidup berdampingan sebagai makhluk sosial. Memang mungkin sebagian orang memiliki rasa empati yang lebih besar dibandingkan sebagian lainnya. Jangan sedih, rasa empati juga bisa kita asah dengan berbagai cara.
Salah satu cara yang bisa dicoba adalah lebih banyak berbincang dengan orang baru dari berbagai latar belakang yang berbeda. Banyak hal baru yang bisa kita dapatkan dari perbincangan kita dengan orang lain. Terkadang kita baru sadar bahwa setiap perbedaan latar belakang dan pengalaman yang kita miliki dengan orang lain dapat menghasilkan cara pandang dan pola pikir yang bisa saja tidak masuk akal menurut sebelah pihak.
Banyak hal baru yang bisa kita dapatkan dari perbincangan kita dengan orang lain. Terkadang kita baru sadar bahwa setiap perbedaan latar belakang dan pengalaman yang kita miliki dengan orang lain dapat menghasilkan cara pandang dan pola pikir yang bisa saja tidak masuk akal menurut sebelah pihak.
Dengan membuka percakapan dengan orang-orang baru, kita akan belajar memahami bahwa setiap orang lain menjalani hidup yang berbeda-beda. Meski kita bersekolah atau mungkin bekerja di tempat yang sama, tapi sebenarnya kiita tetap menjalani hidup yang sangat beragam. Kita bisa mulai dengan menjauhkan diri dari ponsel saat makan siang bersama rekan kerja atau saat sedang jam istirahat di sekolah, lalu dengan percakapan dengan topik yang sederhana seperti rutinitas sehari-hari atau mungkin lagu yang tengah digemari.
Kalau memang belum bisa bercakap langsung, buku atau media sosial juga bisa menjadi sarana bagi kita untuk belajar melihat dunia dari sudut pandang orang lain. Media sosial mungkin tanpa sadar akan menggiring kita untuk terlarut dalam gelembung pikiran yang serupa. Kita bisa sesekali coba menonton video dari orang dengan cara pandang yang berbeda dengan kita untuk paham mengapa mereka bisa berpikir demikian.
Berempati dengan orang lain juga bukan berarti kita harus setuju atau mendukung penuh cara pandang yang mungkin berbeda prinsip dengan kita, tapi paling tidak kita bisa memahami apa yang membuat mereka merasa atau berpikir demikian.