Cinta bisa membuat seseorang merespon hal-hal palsu dengan cara seolah benar-benar terjadi. Emosi dibiarkan menguasai pikiran dan jiwa. Dengan kata lain, terkadang cinta bisa membuat orang menjadi ‘gila’.
Di awal-awal jatuh cinta, orang bisa saja berjarak dengan kenyataan. Cinta membuat buta akan segalanya hingga sulit membedakan antara fakta dan fiksi. Mereka menciptakan cerita sendiri di kepala dan meyakinkan diri mereka sendiri bahwa mereka benar. Penilaian dan kesabaran yang baik bisa menguap tiba-tiba – tidak terkecuali orang yang cerdas sekalipun.
Ada salah satu contoh yang banyak terjadi dari hal kecil, misalnya kecepatan membalas pesan. Hanya gara-gara pasangan tidak cepat membalas pesan, seseorang kemudian merasa dirinya tidak lagi dicintai. Mereka kemudian cemas, terobsesi untuk sering memeriksa ponsel, dan kemudian kecewa. Obsesi ini juga membuat tidak fokus.
Yang paling jauh, mereka menjadi ketakutan sehingga tidak bisa berpikir jernih atau tenang. Emosinya berkuasa. Pernahkah merasa demikian?
Saat jatuh cinta, orang bisa berjarak dengan kenyataan. Cinta membuat buta akan segalanya hingga sulit membedakan fakta dan fiksi.
Seorang ahli psikoanalisa mengatakan kegilaan ini merupakan hal yang buruk karena tidak nyata tetapi direspon seolah benar terjadi. Dalam satu dua hal, memang menarik untuk terjebak dalam drama cinta yang baru. Tapi kegilaan itu sangat tidak nyaman. Penuh dengan ketakutan dan kecemasan. Nah, semakin banyak keputusan yang digunakan berdasarkan penilaian yang tidak akurat tentang apa yang terjadi, maka akan semakin besar kekacauan yang akan dihadapi.
Ada kejadian misalnya, seseorang belum pernah mendengar sesuatu dari pasangan yang romantis dan membiarkan diri membuat asumsi bahwa itu karena orang tersebut tidak menyukainya. Sebagai reaksi terhadap asumsi itu, seseorang kemudian putus asa. Akibatnya, pesan singkat hanya dibalas pendek-pendek kurang genit. Padahal, jika orang ini benar-benar menyukai dan artinya asumsi tidak menyukai itu salah, maka akan berisiko membuat mereka merasa tidak diinginkan.
Jika kemudian kegilaan itu memang tidak nyaman dan tidak membuat produktif, mengapa seseorang kemudian banyak yang menuju ke sana? Jawaban singkatnya: karena takut. Saat seseorang takut maka akan sulit untuk tenang dan berpikir serta melihat hubungan dengan cara yang lebih kompleks dan tidak realistis.
Ketimbang berasumsi negatif, lebih baik mencari informasi yang diperlukan untuk kepastian tentang apakah suatu hubungan akan berhasil. Jadi, alih-alih bergegas ke asumsi dan bereaksi impulsif terhadap asumsi-asumsi itu, cobalah untuk tidak panik dan mulai berpikir bahwa diri akan baik-baik saja apa pun yang terjadi.
Saat seseorang takut maka akan sulit untuk tenang dan berpikir serta melihat hubungan dengan cara yang lebih kompleks dan tidak realistis