Secara literal kata “belajar” seringkali dikaitkan dengan anak-anak karena memang di masa anak-anak kita lebih banyak menyerap pelajaran dari berbagai bidang studi. Akan tetapi seperti yang kita tahu juga bahwa belajar itu tidak mengenal waktu. Bahkan hingga dewasa kita tidak pernah berhenti belajar. Baik belajar ilmu dan teori baru maupun belajar hal-hal dalam kehidupan yang tidak tertulis dalam buku. Tapi pernah tidak kita merenungkan mengapa saat dewasa kadang kita sulit untuk kembali memulai belajar layaknya ketika bersekolah dulu? Misalnya saja ketika pekerjaan kita mengharuskan bersekolah lagi atau belajar satu subyek secara komprehensif dalam waktu tertentu, rasanya sangat berbeda dengan masa masih menggunakan seragam sekolah dulu.
Jawabannya terdapat pada satu terminologi yang disebut andragogi. Terminologi ini didefinisikan sebagai proses belajar kita sebagai orang dewasa di mana sistem pembelajaran amat berbeda dengan pedagogi atau sistem pembelajaran ketika anak-anak. Selepas umur 16 tahun, kita sebenarnya sudah dapat dihitung sebagai orang dewasa sehubungan dengan umur belajar. Setelah dianggap sebagai orang dewasa pula disiplin ilmu andragogi mulai diterapkan. Kenapa? Karena kita orang dewasa memiliki asumsi belajar yang berbeda dengan anak-anak.
Menurut Malcolm Knowles (seorang figur pendidikan asal Amerika) ketika dewasa, asumsi kita dalam belajar mengarah pada sistem yang mandiri. Kita memiliki konsep diri sebagai pribadi yang tidak ingin bergantung pada orang lain. Ada perasaan bahwa kita tidak lagi ingin dianggap seperti anak kecil yang masih diurusi orang tua atau guru. Itulah tandanya kita pun sudah menganggap diri kita mampu belajar secara mandiri. Unsur pengalaman juga berkaitan erat dengan pemahaman kita saat belajar. Biasanya kita memusatkan pengalaman pada sistem pembelajaran. Semakin sering mengalami sesuatu kita semakin merasa lebih mudah mempelajari satu subyek.
Belum lagi kesiapan belajar kita yang amat berbeda dengan masa kita bersekolah. Peranan sosial kita di masyarakat sangat berhubungan dengan poin ini. Misalnya saat kita sedang membutuhkan promosi dalam pekerjaan dan butuh titel pendidikan yang lebih tinggi untuk itu. Maka kesiapan belajar kita akan lebih besar. Pandangan kita soal belajar pun berubah dari sebuah keharusan (saat anak-anak) menjadi soal kebutuhan ketika dewasa. Kita jadi berpusat pada masalah. Maksudnya adalah kita sadar mengapa kita harus belajar yaitu untuk mengatasi masalah dalam kehidupan. Semisal menyelesaikan masalah ekonomi karena bertambahnya titel pendidikan kita bertambahnya juga nilai penghasilan kita di pekerjaan.
Oleh karena itu saat kita dewasa tujuan kita pun tidak lagi semerta-merta tentang nilai yang bagus tapi lebih ke arah dapat dimanfaatkan untuk apa. Sehingga kita sebenarnya tidak lagi membutuhkan kehadiran pendidik. Bahkan cenderung bisa belajar sendiri -jika bukan untuk mendapatkan titel pendidikan yang lebih tinggi. Pada akhirnya proses belajar kita akan berguna sebagai cara berpikir lebih kritis demi membentuk sikap dan perilaku yang bermanfaat bagi diri sendiri dan lingkungan. Hasil belajar pun dapat lebih mudah diaplikasikan secara efektif dan efisien.
Kini yang perlu kita amati dan dalami ketika dewasa adalah cara kita belajar. Tidak seperti anak-anak di mana materi belajar disiapkan oleh guru atau orang tua, kita dapat belajar secara efektif dengan tiga prinsip utama. Pertama, pelatihan. Kita harus mengingat bahwa semakin sering berlatih, semakin sering mengulang pelajaran, semakin mudah menguasai disiplin tersebut. Kedua, belajar secara berkelanjutan. Maksudnya adalah kita melakukan pembelajaran secara berulang yang kemudian ditingkatkan dari tahap mudah ke sulit. Terakhir, peninjauan. Belajar yang terus menerus akan jauh lebih efektif jika diseimbangkan dengan peninjauan atau review. Kita harus secara kritis meninjau kembali performa belajar. Jujur pada diri sendiri mana yang masih kurang dan yang sudah baik. Kemudian mencari tahu bagaimana meningkatkan kekurangan tersebut.
Contoh sederhananya adalah saat kita mau belajar menurunkan berat badan. Pertama kita pasti harus melatih diri kita untuk disiplin dengan peraturan yang dibuat. Rutin berolahraga dan mengatur pola makan bisa jadi latihan yang harus kita ulang setiap hari hingga mendapatkan berat badan yang diinginkan. Kemudian secara berkelanjutan dan meningkatkan tahapnya. Mungkin di 2 minggu pertama kita hanya berlari 3 hari seminggu tapi di minggu ketiga kita mulai berlari 4 hari seminggu. Lalu dalam kurung waktu 2 bulan kita mulai melakukan peninjauan. Apakah berlari dan pola makan sudah cocok dengan diet yang dilakukan. Jika ternyata kurang tepat kita bisa mencoba kegiatan olahraga lainnya. Begitu seterusnya hingga pembelajaran kita mencapai tujuan demi menyelesaikan satu masalah.