Self Planet & People

Warisan Kuliner: Mengenal Susu dari Kacamata Lokal

Istilah nanah sapi adalah kiasan yang masyarakat Indonesia gunakan tempo dulu ketika para penjajah Belanda mulai menormalisasi konsumsi susu sapi sebagai minuman yang bernutrisi di sekitar abad ke-19. Namun, kini ada asumsi bahwa mereka yang tidak lagi mengonsumsi susu sapi beserta turunannya memiliki kasta lebih tinggi atau penganut gaya hidup serba mahal.

Mungkin ada benarnya, karena pola diet bebas susu sapi yang populer dewasa ini cenderung berasal dari luar negeri. Tapi bukankah di era ini hampir semua sektor sudah terpangaruh oleh budaya barat? Industri susu alternatif pun tak luput dari hal ini, mengingat kebanyakan produk susu alternatif yang beredar di pasaran memang merupakan bagian dari agroindustri berbasis impor, seperti susu oat, susu kacang almond, susu kedelai, susu kacang hazel, susu kacang mede dan masih banyak lagi susu kacang-kacangan lain yang belum lazim kita dengar. Sebelum itu, ada baiknya kita menelusuri lebih lanjut industri susu alternatif sebagai industri pendatang baru dari kacamata lokal.

Pada umumnya, susu alternatif adalah sari dari berbagai macam bahan nabati yang dari segi nutrisi, tekstur dan rasa mampu bersanding dengan atau bahkan lebih baik daripada susu sapi. Meski begitu, tidak semua susu alternatif memiliki kandungan yang setara dengan susu sapi dalam ketiga aspek tersebut; susu oat, misalnya, tidak memiliki kandungan protein yang seimbang dengan susu sapi walaupun rasa dan teksturnya cocok dikreasikan menjadi sajian kopi susu. Dari sini juga kita bisa menyimpulkan bahwa berbagai macam kacang-kacangan, biji-bijian bahkan padi-padian lokal sebenarnya juga sangat berpotensi untuk diolah menjadi susu alternatif.

Tanpa perlu mencari ke berbagai pelosok nusantara untuk menemukan bahan-bahan potensial ini, adakah susu alternatif yang memang sudah nenek moyang kita konsumsi sedari dulu?

Tentu saja. Karena industri sapi perah sendiri sebenarnya masih tergolong baru dalam sejarah kuliner masyarakat Indonesia. Pasti banyak dari kita yang saat masih kecil kerap disuguhkan air cucian beras atau air tajin sebagai pengganti ASI. Nah, air tajin adalah salah satu pengganti susu sapi yang konsumsinya banyak kita temukan dalam masyarakat Indonesia secara turun temurun mengingat kadar karbohidrat yang terkandung di dalamnya mampu mengenyangkan perut bayi ketika ASI tidak ada dalam jangkauan.

Kalau kita telusuri sejarah kuliner lokal lebih dalam lagi, hidangan khas Indonesia sebenarnya lebih banyak ditopang oleh olahan santan. Nama Santan berasal dari Sank Antan, seorang penjaga suatu sungai santan yang mengalir di tengah lahan perkebunan di Kutai Kartanegara. Orang Indonesia sudah begitu dekat dengan pohon kelapa sejak dahulu kala, yang mudah ditemui di mana-mana dan daun hingga akarnya sudah sering dibudidayakan untuk kegiatan sehari-hari.

Setelah semakin mendalami sejarah susu sapi di negara kita, di era modern seperti sekarang ini, dengan teknologi pangan yang juga semakin maju, semakin banyak pula makanan dan bahan makanan yang dapat kita temukan di toko swalayan atau pasar tradisional terdekat. Tetapi, apakah mungkin kita temukan produk air tajin di lorong produk-produk susu? Mungkin yang paling mendekati adalah yang dijual dengan label “Rice Milk”, yang entah diproduksi di negara mana.

Alangkah indahnya jika produk-produk lokal, yang tentunya dibuat dengan bahan-bahan lokal, bisa bersanding dengan produk-produk impor. Sebagai koki yang bergerak di ranah pola makan nabati, saya telah menelusuri beberapa bahan yang sangat berpotensi untuk dijadikan susu nabati lokal, mulai dari biji bunga matahari hingga beras merah mentik. Berdasarkan observasi tersebut, saya bisa menyimpulkan bahwa banyak sekali bahan pangan di luar sana yang bahkan belum saya dengar tetapi saya yakin sangat bisa dijadikan komoditas susu nabati lokal.

Alangkah indahnya jika produk-produk lokal, yang tentunya dibuat dengan bahan-bahan lokal, bisa bersanding dengan produk-produk impor.

Bahan-bahan seperti biji bunga matahari, kacang mede lokal dengan profil rasa yang beragam tergantung dari tanah yang ditumbuhinya, biji wijen sampai beras ketan adalah beberapa bahan yang terbukti mampu diubah menjadi susu nabati dengan proses pembuatan ala rumahan, yang cara pembuatannya juga sempat saya demonstrasikan di Generasi Dairy-Free Festival, yang diadakan di Jakarta pada 24 September 2022 silam.

Keanekaragaman pangan yang tersebar di seluruh Indonesia sejatinya merupakan potensi besar yang dapat diolah menjadi peluang yang dapat mengantar Indonesia untuk berswasembada karbohidrat, protein dan lemak. Sayangnya, potensi besar tersebut belum dioptimalisasi dengan baik.

Sebagai gambaran, Kasryno (1998) menyebutkan bahwa dari 25.000 jenis tumbuhan berbunga, baru sekitar 6.000 jenis yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat. Selain itu, ada lebih dari 100 jenis tepung dari berbagai jenis tumbuhan bisa dijadikan sebagai sumber karbohidrat serta kurang lebih ada 100 jenis legume dan sejumlah jenis tumbuhan lainnya yang dapat dijadikan sumber protein dan lemak. Ada juga sekitar 450 jenis buah-buahan dan kacang-kacangan dan sekitar 250 jenis tumbuhan lalap-lalapan yang mampu menjadi sumber protein dan mineral.

Terjadinya krisis ekonomi di negara kita, yang berujung pada krisis pangan dan gizi, dapat dijadikan momentum untuk membuka peluang pemanfaatan komoditas pangan lokal yang selama ini kurang mendapat perhatian awam. Beberapa komoditas lokal seperti ganyong, kembili, koro pedang dan banyak lainnya yang nyaris tidak dikenal lagi seharusnya terus dikembangkan sebagai sumber pangan alternatif, mengingat kandungan karbohidrat dan protein sumber-sumber pangan tersebut mampu menjadi substitusi komoditas utama dalam aneka produk pangan di Indonesia. Di sisi lain, kalau kita membahas diversifikasi pangan pokok Indonesia, bisa jadi akan lebih panjang lagi karena hal ini perlu disangkutpautkan dengan sejarah politik Indonesia sejak tahun 1960.

Pernahkah kalian bertanya mengapa dari 195 negara di dunia, kita dilahirkan di Indonesia?

Mungkin ini artinya kita perlu bersama-sama merombak sistem pangan nasional. Bisa jadi di antara generasi muda yang membaca tulisan ini berminat untuk berbisnis kuliner dan sedang mencari produk yang unik nan berpotensi agar bisa naik daun hingga taraf mancanegara. Nah, susu nabati lokal bisa jadi jawabannya.

Sudah waktunya kita budayakan berbisnis yang advokatif dan mengenal lebih lanjut warisan nenek moyang kita, di samping lebih turun tangan ke isu-isu sosial dan lingkungan, mengingat anugerah sekaligus tanggung jawab yang kita miliki sebagai masyarakat Indonesia.

 

Referensi:

http://repository.pertanian.go.id/bitstream/handle/123456789/7598/4152-9788-1-SM.pdf?sequence=1&isAllowed=y

Related Articles

Card image
Self
Perbedaan dalam Kecantikan

Perempuan dan kecantikan adalah dua hal yang tidak akan pernah terpisahkan. Cantik kini bisa ditafsirkan dengan beragam cara, setiap orang bebas memiliki makna cantik yang berbeda-beda sesuai dengan hatinya. Berbeda justru jadi kekuatan terbesar kecantikan khas Indonesia yang seharusnya kita rayakan bersama.

By Greatmind x BeautyFest Asia 2024
01 June 2024
Card image
Self
Usaha Menciptakan Ruang Dengar Tanpa Batas

Aku terlahir dalam kondisi daun telinga kanan yang tidak sempurna. Semenjak aku tahu bahwa kelainan itu dinamai Microtia, aku tergerak untuk memberi penghiburan untuk orang-orang yang punya kasus lebih berat daripada aku, yaitu komunitas tuli. Hal ini aku lakukan berbarengan dengan niatku untuk membuat proyek sosial belalui bernyanyi di tahun ini.

By Idgitaf
19 May 2024
Card image
Self
Perjalanan Pendewasaan Melalui Musik

Menjalani pekerjaan yang berawal dari hobi memang bisa saja menantang. Menurutku, musik adalah salah satu medium yang mengajarkanku untuk menjadi lebih dewasa. Terutama, dari kompetisi aku belajar untuk mencari jalan keluar baru saat menemukan tantangan dalam hidup. Kecewa mungkin saja kita temui, tetapi selalu ada opsi jalan keluar kalau kita benar-benar berusaha berpikir dengan lebih jernih.

By Atya Faudina
11 May 2024