Bumi itu berputar, membuat kita sebagai manusia seharusnya pun turut bergerak maju mengikuti laju perputarannya. Kalau tidak, bagaimana kita bisa menikmati hidup dengan segala tantangannya? Kalau tidak bagaimana kita bisa menjalani misi dan fungsi kita di kehidupan ini? Bagaimana kita bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi setiap harinya? Bukankah itu yang kita harapkan dari hidup di dunia? Maju terus untuk mencapai titik terbaik diri kita?
Move on atau terus menjalani hidup sebenarnya menjadi kebutuhan kita untuk menjadi manusia yang berkembang. Dulu aku merasa bosan sekali dengan rutinitas bermusik yang itu-itu saja. Menyanyikan lagu yang hanya menyenangkan orang lain bukan diriku sendiri. Lagu-lagu yang hanya menjual saja tapi sebenarnya tidak menggambarkan identitas diri. Sampai suatu saat aku berpikir aku harus berubah. Harus menjalani hidup dengan apa yang aku cintai. Berinovasi demi pengembangan diri.
Terus menjalani hidup sebenarnya menjadi kebutuhan kita untuk menjadi manusia yang berkembang.
Terkadang kita memang sering lupa untuk memberikan apresiasi pada diri. Kurang mencintai diri sendiri karena tidak berani keluar dari zona nyaman. Kurang berterima kasih pada diri atas apa yang sudah dilewati. Padahal kita sudah menopang banyak hal, pikiran, dan perasaan. Melakukan banyak hal di luar sana yang membuat tubuh dan pikiran lelah. Bahkan sampai menyalahkan diri sendiri kalau mengalami kegagalan. Lalu bukannya menjadi pribadi yang lebih baik malah merusak diri karena pikiran-pikiran buruk yang muncul dari menyalahkan diri sendiri. Terpuruk dalam keburukan yang menguasai.
Sebuah tindakan besar memang untuk keluar dari zona nyamanku. Dulu bisa saja aku tidak perlu susah payah membangun kembali karierku dengan cara yang aku mau. Terus menyanyikan lagu-lagu yang diinginkan orang lain. Terus menyenangkan orang lain. Namun sampai kapan aku tidak menyenangkan diri sendiri? Aku yang bernyanyi, aku yang berkarya membuat lagu. Kenapa aku harus terus-terusan menyenangkan orang lain? Kapan aku bisa menghargai dan menyenangkan diriku sendiri? Motivasi untuk mencintai diri sendiri inilah yang akhirnya menggerakkanku mengubah segalanya.
Namun sampai kapan aku tidak menyenangkan diri sendiri? Aku yang bernyanyi, aku yang berkarya membuat lagu. Kenapa aku harus terus-terusan menyenangkan orang lain?
Tiga belas tahun berkarier di industri musik tidaklah mudah. Ada naik-turunnya. Selama tujuh tahun pertama aku dikenal sebagai Rini “Idol”, seorang penyanyi yang bisa menyanyikan semua lagu. Bukan lagu yang benar-benar merepresentasikan diriku. Dari segala pengalaman yang ada, titik terendah karierku adalah ketika aku tidak jujur pada diri sendiri. Mementingkan banyak pihak lain kecuali diriku sendiri. Menyanyikan lagu yang sudah dipilihkan. Mengalami penolakan ketika mengajukan lagu yang benar-benar disukai. Sampai-sampai sering aku merasa banyak orang yang sedang menghalangi jalanku hingga berpikir untuk berhenti.
Kala itu aku memang masih berusia sangat muda. Masih mudah sekali untuk terpengaruh dengan keadaan. Namun semakin bertambahnya usia akhirnya aku berpikir lain. Rasanya tidak apa-apa kalau ada orang yang tidak suka dengan laguku. Kalau ada pihak-pihak yang menghalangi. Yang paling memahami diriku, kapasitas dan kemampuanku ya diriku sendiri. Akhirnya aku bisa melihat tidak hanya dari sisi orang yang tidak suka saja. Aku masih bisa berkarier tanpa harus fokus pada mereka yang tidak suka atau menghalangi. Aku pun bertahan di industri musik dengan keadaan yang masih sama seperti itu sampai tahun ketujuh memberanikan diri bergerak sendiri, jalur musik independen. Aku memutuskan untuk bermusik seperti yang aku mau dengan image yang aku suka.
Yang paling memahami diriku, kapasitas, dan kemampuanku, ya diriku sendiri.
Sulit memang untuk mulai lagi dari nol. Bahkan sebelum melakukan aku sudah ragu. Aku sadar betul ada risiko dari keputusan tersebut. Entah mulai dari nol akan memberikanku kesuksesan atau sebaliknya tidak bisa diterima orang lain dan gagal. Apalagi saat itu — sebelum menikah, aku adalah tulang punggung keluarga. Sempat aku benar-benar sudah pasrah. Aku berpikir, “Ya sudahlah mau berbuat apa lagi? Segala cara sudah dicoba sekarang aku hanya bisa berpasrah. Yang penting sudah berusaha. Hasilnya biar Tuhan yang mengatur.” Bukannya putus asa tapi supaya aku tidak terbebani. Aku hanya meminta pada Tuhan kalau memang bermusik bukan jalanku berikanlah jalan lain agar aku tetap bertahan hidup. Mencari mimpi yang lain. Aku sudah ikhlas melepas itu semua. Aku masih bisa bernyanyi dengan cara lain meski bukan jadi penyanyi profesional.
Bagusnya di titik itu aku tidak hanya menemukan kepercayaan diri tapi juga kedekatan pada Tuhan. Diberikan ketenangan untuk menjalani prosesnya. Diikuti dengan keberanian dan keyakinan bahwa aku pasti bisa, aku mengambil risiko apapun itu. Tanpa peduli apa yang akan orang bilang atau perbuat padaku. Mereka yang tidak percaya dengan kapasitasku tidak apa, untuk mereka yang percaya aku sangat bersyukur. Tapi yang paling penting adalah aku percaya pada diriku sendiri. Sebab seperti apapun aku berupaya meyakinkan orang lain sudah pasti tidak bisa memaksa mereka tetap percaya pada kemampuanku.
Diikuti dengan keberanian dan keyakinan bahwa aku pasti bisa, aku mengambil risiko apapun itu. Tanpa peduli apa yang akan orang bilang atau perbuat padaku.