Rasanya perjalanan hidup manusia pada umumnya tidak pernah ada yang selalu lurus. Di setiap masanya, pasti akan ada naik turun. Perjalanan itu pun biasanya tidak luput dari masalah dan perubahan. Begitu pula perjalanan hidup saya.
Salah satu perubahan hidup terbesar yang terjadi dalam hidup saya adalah ketika saya sudah mulai mengerti pola manusia bertumbuh dari yang dilihat dan dirasakan. Hingga akhirnya semua itu bisa dievaluasi. Salah satu contohnya adalah soal kemarahan yang saya miliki dalam diri. Lima sampai sepuluh tahun lalu, saya melihat diri sebagai seseorang yang sulit sekali mengendalikan amarah. Namun belakangan, saya mulai menyadari adanya kemarahan yang berdampak tidak baik untuk hidup. Kemudian saya mulai berproses bagaimana amarah ini bisa hilang atau paling tidak mengendalikannya agar tidak melukai orang yang saya sayangi. Sampai detik ini, saya masih terus belajar dan berproses.
Kesadaran untuk mengendalikan diri, terus belajar dan terus bertumbuh ini membuat saya ingin berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Tidak hanya dalam hal pengendalian amarah saja, tapi juga soal pola pikir. Saya pun akhirnya menyadari bahwa untuk menuju perubahan yang lebih baik, lebih positif, membutuhkan niat, tekad, dan kemauan yang keras. Jadi, kalau kita sudah tahu bagaimana pola dalam hidup bekerja, kita bisa memahami diri sendiri lebih baik. Tentunya pola hidup ini berbeda-beda setiap orang. Tapi garis akhirnya sama yaitu untuk dapat menganalisis apa yang terjadi dalam hidup. Lalu memilih apakah kita mau memulai kembali atau membiarkan apa yang menjadi masalah, yang sering mengganggu hidup, atau membiarkan menguap begitu saja.
Untuk menuju perubahan yang lebih baik, lebih positif, membutuhkan niat, tekad, dan kemauan yang keras.
Sejatinya, banyak sekali yang membuat saya ingin terus bertumbuh. Pada dasarnya, makhluk hidup bisa beradaptasi jika dia mendapatkan tekanan. Tekanan seperti ini tampaknya dibutuhkan oleh manusia, khususnya saya sendiri, untuk mendorong keinginan terus bertumbuh. Contohnya ketika saya memulai podcast dengan istri di mana saya menyadari pengalaman menjadi produser di radio ternyata tidak mendukung. Saya harus belajar lagi menyunting video dan audio. Kalau saya tidak merasa ada “tekanan”, tidak ada dorongan untuk membuatnya berhasil, saya tidak akan mengaktifkan mode bertahan hidup untuk maju terus.
Inilah yang juga berlaku untuk mimpi-mimpi yang kita punya. Bagi saya sendiri, mimpi adalah sebuah hal yang amat sederhana. Saya menjalani mimpi dari hal yang kecil. Sebagai contoh adalah mimpi kecil membuat podcast babibu. Awalnya, ini berasal dari mimpi sederhana untuk bisa lebih dekat dengan istri. Ternyata mimpi yang sederhana itu lebih mudah digapai dan kepuasannya pun mungkin setara dengan mimpi-mimpi besar. Tapi, saya juga menyadari bahwa dalam proses menggapai mimpi terkadang kita bisa dipertemukan dengan kesulitan yang datangnya bisa jadi dari diri sendiri.
Mimpi adalah sebuah hal yang amat sederhana.
Saat saya dan istri fokus membuat konten Youtube dan Instagram, saya berada dalam posisi tidak bekerja dan istri yang bekerja. Akhirnya, kami membuat skema yang menaruh istri saya memiliki jadwal kerja lebih padat. Jujur, dalam hati dan pikir bergejolak sekali. Saya mempertanyakan tanggung jawab diri sebagai suami yang sejak dari dulu kodratnya adalah mencari nafkah. Namun akhirnya, istri saya setuju dengan kesepakatan bahwa saya akan bantu mengurus anak dan dia yang lebih banyak bekerja. Ketika rencana sudah berjalan, saya mulai merasa apa yang dikerjakan tidak sesuai ekspektasi. Padahal saluran Youtube kami juga menunjukkan perkembangan.
Pada titik itu, saya sempat berpikir berlebihan dan merasa gagal. Saya terbiasa dengan perencanaan. Tapi kali itu, saya seperti tidak punya rencana lain. Hingga pada satu momen, saya merasa sangat gagal, terpuruk, sampai akhirnya kabur ke rumah orang tua, masuk ke kamar dan menangis sejadinya. Bahkan terpikir untuk mengakhiri hidup karena merasa hidup seperti tak berarti dengan tidak punya pekerjaan, kepercayaan diri yang kian menyusut, serta tekanan tanggung jawab sebagai seseorang yang sudah berkeluarga. Momen itu membuat saya cukup bingung. Walaupun beruntungnya, saya menyadari bahwa ada sesuatu yang tidak bisa dikendalikan dan berada di luar jangkauan kita. Sekalipun kita sudah mencoba semaksimal mungkin dalam realita, mungkin ada aspek yang belum maksimal di dalam spiritual.
Akhirnya dari pengalaman tersebut, saya mulai menata diri, mendekatkan diri pada Tuhan. Dalam prosesnya, saya menyadari bahwa perjalanan tersebut belum selesai karena masih di tengah perjalanan lari marathon yang panjang. Garis akhirnya belum tentu ada di depan saya. Setelah kembali bangkit dan berusaha lebih bersabar, klien pertama kami dapatkan. Di titik itu, saya bersyukur sekali dan langsung berpikir, “Wah ternyata bisa juga dapat klien!”. Kemudian semangat untuk maju pun terus mengiringi hingga sekarang. Melihat kembali ke belakangan, ke segala pengalaman tersebut, saya meyakini bahwa saat seseorang ingin bertumbuh, baiknya ia mulai dari hal yang paling sederhana. Di saat yang sama, ia juga harus tahu posisinya sedang berada di mana. Terkadang kita tidak sadar bahwa mimpi yang dimiliki sangatlah jauh sedangkan realita posisi kita belum sampai ke sana. Oleh sebab itu, kita harus mengetahui dulu apa yang sudah dimiliki dan tidak dimiliki, kemudian mencari tahu bagaimana cara menggapai yang diinginkan.
Sejatinya, menggapai mimpi untuk dapat terus bertumbuh membutuhkan perencanaan sehingga bisa melihat ke sekeliling apa yang bisa diberdayakan. Keinginan yang kuat untuk bertumbuh juga dapat menjadi tekanan akan kemajuan untuk diri. Semua orang pasti ingin mimpinya tercapai. Tapi tidak semua orang tahu bagaimana caranya. Inilah yang juga yang menjadi misi saya menerbitkan buku “Bertumbuh Bermimpi”. Semoga buku ini bisa memberikan inspirasi untuk orang yang membacanya untuk bertumbuh.