Self Lifehacks

Tepat Memanfaatkan Waktu

Alexander Sriewijono

@alexandersriewijono

Psikolog & Pendiri Konsultan People Development

Berbicara soal waktu seringkali kita menaruhnya dalam kesalahan. Berkeluh kesah mengapa waktu cepat sekali berlalu atau mengapa waktu berdetak terlalu lama. Konsep waktu pun seakan memiliki interpretasi yang beragam sesuai dengan sudut pandang masing-masing individu. Bagi mereka yang sibuk dan banyak kegiatan, waktu berlalu dengan amat cepat. Sedangkan bagi yang kurang sibuk waktu terasa amat lambat. Kita menyudutkan sang waktu karena kita manusia suka sekali berlari dengan ritme tak beraturan. Padahal berlari itu melelahkan. Lalu kita merasa kehilangan waktu karena berlari tanpa merasakan waktu itu sendiri. Apa itu semua salah waktu? Misalnya saja kita hitung satu menit sama dengan 60 langkah. Bisa langkah maju, mundur, menyerong kiri-kanan, atau bahkan jalan di tempat. Kalau dipahami secara cermat ukuran waktu dan langkah sama saja. Yang membedakan adalah arahnya. Jadi sebenarnya tidak melulu waktu yang terhitung sedikit. Tergantung bagaimana kita memanfaatkannya. Sekarang pertanyaannya adalah mau dibawa ke arah mana langkah kita agar tidak kehilangan waktu? 

Kita menyudutkan sang waktu karena kita manusia suka sekali berlari dengan ritme tak beraturan. Padahal berlari itu melelahkan.

Hakikatnya, tidak salah kalau memang ada seseorang yang ingin hidupnya mengalir saja tanpa perlu memusingkan waktu. Tidak salah kalau dia tidak memiliki tujuan. Asalkan tahu konsekuensinya yaitu tidak tercapainya hal-hal yang esensial dalam hidup hanya karena dia tidak mengupayakan dan memanfaatkannya dengan baik. Belum lagi jika apa yang dilakukan berdampak pada orang lain. Sudah pasti akan ada sebab-akibat dari ketidakpeduliannya soal pemanfaatan waktu.

Pada dasarnya, hidup itu pilihan. Setiap hari kita dihadapkan dengan lebih dari satu pilihan. Dari segala pilihan tersebut kita harus dapat memutuskan satu pilihan. Mau tidak mau kita harus cakap menata apa yang harus dilakukan disesuaikan dengan apa yang kita punya. Mengapa? Sebab kebutuhan dan keinginan kita tidak sedikit namun waktu yang tersedia tak bisa ditambah dan energi kita terbatas untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan tersebut. Ketetapan ukuran waktu hanyalah 24 jam. Tidak bisa kita utak-atik. Namun yang bisa kita sesuaikan adalah cara memanfaatkan waktunya.

Kebutuhan dan keinginan kita tidak sedikit namun waktu yang tersedia tak bisa ditambah dan energi kita terbatas

Suatu waktu saya pernah membaca sebuah artikel yang diterbitkan oleh Harvard Business Review. Tulisan tersebut menyebutkan bahwa dalam mengelola waktu sebenarnya yang harus diatur adalah energi. Dalam hal ini energi memiliki empat komponen: body, emotion, mind, dan spirit. Kita bisa memanfaatkan waktu dengan baik apabila mempertimbangkan keempat unsur energi tersebut. Pertama adalah body atau energi fisik. Kita bisa mempertimbangkan satu aksi dengan mengetahui seberapa melelahkannya aksi itu. Kemudian energi emosional (emotion). Apakah kegiatan yang sedang dilakukan menyenangkan? Apakah akan menganggu suasana hati seharian? Kemudian dilengkapi dengan energi pikiran (mind) di mana pertimbangan kita untuk melakukan sesuatu didasari pada fokus pikiran mengacu pada prioritas di saat itu. Terakhir, energi spiritual (spirit). Bukan berkenaan dengan agama atau kepercayaan tapi pertimbangan yang mengarahkan pada alasan di balik suatu kegiatan. Apakah pekerjaan yang dilakukan berdampak besar atau tidak pada hari ini dan besok? Sesuai atau tidak dengan tujuan kita di hari tersebut? Nantinya, dengan keputusan yang dilandaskan pada pengelolaan energi ini kita bisa lebih mudah memilah pilihan dan menentukan mana yang harus dikerjakan terlebih dahulu.

Dengan keputusan yang dilandaskan pada pengelolaan energi ini kita bisa lebih mudah memilah pilihan dan menentukan mana yang harus dikerjakan terlebih dahulu.

Pernah sekali waktu saya kedapatan sebuah kasus yang terbilang dapat menggambarkan penggunaan pemahaman ini. Suatu hari saya harus menghadiri seminar yang diadakan cukup pagi. Pada saat hendak naik mobil, saya menemukan benda aneh di kap mobil. Terdapat bercak putih yang tidak bisa hilang. Bentuknya seperti anyaman bambu pada tampah untuk menjemur makanan. Benar saja asisten rumah tangga saya ternyata membiarkan tampah tersebut kepanasan dan menempel di atas kap mobil di hari sebelumnya. Pada momen itu saya memiliki dua pilihan aksi. Pertama saya bisa mengurus masalah kap mobil dulu, memarahi asisten rumah tangga, baru kemudian berangkat. Atau pilihan kedua adalah fokus pada apa yang menjadi tanggung jawab saya pagi itu dan membahas masalah tampah lain waktu. 

Pertimbangannya agar saya tidak kehilangan waktu adalah apabila saya mengambil langkah pertama berarti saya menghabiskan waktu paling tidak 10-15 menit. Energi fisik (body) dan energi emosional (emotion) saya untuk marah sudah tersita. Begitu juga energi pikiran (mind) yang terbuang sebab fokus yang bercabang. Bukannya tidak mungkin setelah saya marahi atau pecat lalu kondisi rumah berantakan. Tidak lain dengan energi spiritual (spirit). Kalau saya memilih kondisi pertama tujuannya apa? Memarahi asisten rumah tangga tidak akan memberikan solusi pada kap mobil saya juga. Apabila saya memutuskan pilihan pertama tentu saja saya akan kehilangan waktu. Energi di keempat komponen sudah terbuang, begitu juga waktu yang seharusnya bisa membawa saya ke lokasi seminar lebih cepat. Bisa-bisa di seminar justru saya merasa kelelahan, tidak fokus, dan melalaikan tanggung jawab saya di hari itu.

Akhirnya saya fokus, masuk mobil, dan berangkat. Di dalam mobil agar energi emosional tidak terganggu saya mengalihkan perhatian dengan membaca buku. Saya kuatkan pikiran bahwa prioritas saya saat itu adalah untuk memenuhi tanggung jawab saya sehingga jangan sampai membuang waktu sia-sia sampai harus menomor-duakan prioritas. Oleh karena itu, mengatur keempat komponen energi dengan baik bisa membantu kita menyimpan waktu lebih banyak. Melihat contoh kasus di atas, kita bisa menganalisa bahwa terkadang secara tidak sadar manusia terdorong untuk melakukan hal yang kurang penting meski dalam kurun waktu yang singkat. Seakan kita tidak menghargai waktu yang kita miliki. Tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk hal yang lebih fundamental.

Terkadang secara tidak sadar manusia terdorong untuk melakukan hal yang kurang penting meski dalam kurun waktu yang singkat.

Related Articles

Card image
Self
Peran Mentorship Untuk Pendidikan Yang Lebih Baik

Jika melihat kembali pengalaman pembelajaran yang sudah aku lalui, perbedaan yang aku rasakan saat menempuh pendidikan di luar negeri adalah sistem pembelajaran yang lebih dua arah saat di dalam kelas. Ada banyak kesempatan untuk berdiskusi dan membahas tentang contoh kasus mengenai topik yang sedang dipelajari.

By Fathia Fairuza
20 April 2024
Card image
Self
Alam, Seni, dan Kejernihan Pikiran

Menghabiskan waktu di ruang terbuka bisa menjadi salah satu cara yang bisa dipilih. Beberapa studi menemukan bahwa menghabiskan waktu di alam dan ruang terbuka hijau ternyata dapat membantu memelihara kesehatan mental kita. Termasuk membuat kita lebih tenang dan bahagia, dua hal ini tentu menjadi aspek penting saat ingin mencoba berpikir dengan lebih jernih.

By Greatmind x Art Jakarta Gardens
13 April 2024
Card image
Self
Belajar Menanti Cinta dan Keberkahan Hidup

Aku adalah salah satu orang yang dulu memiliki impian untuk menikah muda, tanpa alasan jelas sebetulnya. Pokoknya tujuannya menikah, namun ternyata aku perlu melalui momen penantian terlebih dahulu. Cinta biasanya dikaitkan dengan hal-hal indah, sedangkan momen menanti identik dengan hal-hal yang membosankan, bahkan menguji kesabaran.

By Siti Makkiah
06 April 2024