Self Lifehacks

Tenang Melalui Tulisan

Alexander Sriewijono

@alexandersriewijono

Psikolog & Pendiri Konsultan People Development

Dulu sewaktu saya mulai sering traveling, secara intens saya mulai menulis. Kala itu saya ingin mencatat detail setiap perjalanan untuk diceritakan kembali kepada ibu saya yang juga suka berjalan-jalan. Ketika saya pergi sendirian, sebisa mungkin saya akan merangkum perjalanan agar dapat diceritakan kembali pada ibu sehingga ia bisa merasakan suasana perjalanan. Tulisan-tulisan tersebut juga dilengkapi dengan foto-foto yang saya tunjukkan pada ibu agar ia bisa secara tidak langsung menikmati apa yang saya nikmati selama perjalanan. Awalnya, saya memang menulis untuk ibu. Tapi seiring berjalannya waktu, saya menjadikan tulisan dan foto sebagai jurnal yang merekam keseharian saya. 

Menulis menjadi amat berkesan untuk saya. Tidak hanya sekadar kata, saya pun membubuhkan rasa di dalamnya. Menulis juga sangat membantu saya saat harus menghadapi kehilangan ibu. Inilah yang sering kita sebut dengan healing writing. Saat menulis, kita bisa memberikan jarak pada apa yang terjadi sehingga kita bisa melihat kejadian yang ditulis lebih jelas. Selain itu, menulis juga bisa memberikan ruang pada diri sendiri untuk memahami apa yang terjadi, apa yang dipikirkan dan apa yang dirasa. Jika tidak dituliskan, kejadian tersebut akan lewat begitu saja tanpa dimaknai, dan itu menurut saya sayang sekali. Menulis dapat membuat kita melambat sejenak, membantu kita memikirkan apa yang baru terjadi. Kita bisa sekaligus merefleksikan diri lewat menulis jurnal. 

Di samping itu, manfaat healing writing lebih spesifik yaitu saat kita sedang mengalami sesuatu yang intens seperti kedukaan. Saat kita mengalami kedukaan, terjadi sebuah pertempuran antara hati dan pikiran. Di hati, sisi emosional mendominasi. Kita bisa menjadikan diri seolah seperti korban, mempertanyakan kenapa ini terjadi pada kita. Di pikiran, kita akan berupaya untuk berpikir logis, berupaya untuk melupakan apa yang dirasakan dan fokus pada sisi positif. Ini menurut saya bisa jadi toxic positivity. Maka, healing writing bisa menyeimbangkan peperangan hati dan pikiran tersebut. 

Dengan menuliskan apa yang dirasa dan dipikirkan, kita bisa lebih jernih melihat situasi yang ada. Kita memberikan jeda untuk berpikir. Jika tidak dengan menulis, apa yang dipikirkan bisa dilontarkan tanpa ditelaah lebih dulu. Bisa jadi kita justru bereaksi berlebihan. Oleh sebab itu, menulis bisa memberikan ruang di antara pikiran dan hati untuk berpikir terlebih dahulu sebelum bereaksi. 

Saya sendiri mengarungi perjalanan healing writing saat kehilangan ibu beberapa tahun lalu. Di saat itu, saya menyatukan pikiran dan hati dalam memaknai yang terjadi. Dalam proses menulis tersebut, saya mencoba merangkul segala perasaan yang ada dengan mereka kembali kejadian berduka itu. Saya mencoba mengingat waktu ibu saya meninggal di ruang perawatan, saya fokus pada apa yang harus dilakukan seperti pemakaman dan mengabarkan keluarga dan mengurus administrasi rumah sakit. Apakah saya berduka? Tentu saja. 

Lalu, setelah jenazah sudah berada di rumah duka dan segala urusan administrasi sudah diselesaikan, saya berada dalam ruangan itu. Kemudian, perawat datang membawa setumpuk map berisi mungkin ratusan bahkan ribuan lembar hasil rekam medis ibu yang sudah sakit 7 tahun. Momen itu membuat saya menangis karena saya menyadari betapa ibu saya telah sakit bertahun-tahun. Ketika menuliskan pengalaman tersebut, saya akhirnya bisa melihat kembali bagaimana penderitaan ibu selama sakit.

Dalam proses menulis, saya akhirnya bisa menyeimbangkan rasa sedih karena ditinggal namun pada saat yang sama bisa melihat bagaimana Sang Khalik menyelamatkan ibu saya dari penderitaan yang panjang. Jadi selama menulis, terjadi keseimbangan antara perasaan dan pikiran. Keindahan dari healing writing adalah kita bisa melihat kembali diri dalam momen yang ditulis. Setelah ibu meninggal, saya juga menulis memoar tentang beliau. 

Dengan menulis, apa yang saya ucapkan dalam doa tidak hanya diisi dengan tangisan dan ratapan tapi memang apa yang ingin saya ucapkan untuk ibu kepada Tuhan. Akhirnya, doa yang dipanjatkan oleh seorang anak betul-betul berisi kalimat yang nyata karena saya hadir secara utuh mendoakannya. Tidak sekadar memanjatkan doa yang terkesan hafalan.  

Healing writing menurut saya bukan sekadar menuliskan apa yang diingat tetapi untuk memahami bagaimana cara untuk mengingatnya. Jika yang dialami kesedihan, berarti bagaimana cara mengubah kesedihan itu menjadi cinta dan doa. Jadi yang dimaknai adalah rasa cinta dan doa yang berasal dari kesedihan kita. Proses pengubahan kesedihan menjadi cinta dan doa itulah yang saya alami selama satu tahun menulis memoar untuk ibu. 

Pada dasarnya, menulis tidaklah ada yang salah atau benar. Tapi jika seseorang menuliskan sesuatu yang tidak nyata dan tidak mendapatkan hal positif serta pencerahan dari proses menulis, menurut saya itu cara menulis yang salah. Utamanya, untuk healing writing. Tujuan healing writing adalah untuk membuat orang lebih paham dengan apa yang terjadi, lebih paham mengenai dirinya, perasaannya dan pikirannya. Jadi jika apa yang ditargetkan, yaitu untuk mendapat pencerahan, tidak tercapai, terlebih dia tidak lebih paham dengan situasinya, dirinya, pikirannya, dan perasaannya, berarti ada yang salah dengan caranya menulis.

Related Articles

Card image
Self
Kesediaan Membuka Pintu Baru Melalui Musik

Bagiku, membahagiakan sekali melihat saat ini sudah banyak musisi yang bisa lebih bebas mengekspresikan dirinya melalui berbagai genre musik tanpa ketakutan tidak memiliki ruang dari pendengar Indonesia.

By Mea Shahira
23 March 2024
Card image
Self
Berproses Menjadi Dewasa

Ada yang mengatakan usia hanyalah angka. Sebagian memahami hal ini dengan semangat untuk tetap muda, menjaga api dalam diri untuk terus menjalani hari dengan penuh harapan.

By Greatmind
23 March 2024
Card image
Self
Kala Si Canggung Jatuh Hati

Bagiku, rasa canggung saat bertemu seseorang yang menarik perhatian kita adalah hal yang menjadikan kencan pertama istimewa. Menurut aku, saat baru pertama kali bertemu dan berkenalan kita memang masih harus malu-malu, momen canggung ini yang nantinya bisa menjadi berharga setelah beriringnya waktu.

By Dillan Zamaita
23 March 2024