Dari masa ke masa pasti akan ada yang berubah dalam hidup kita. Seiring berjalannya usia, kita bisa menemukan sesuatu dalam diri yang tidak diduga sebelumnya. Tidak selamanya kita akan menjadi seseorang dengan perilaku yang sama. Aku yang dulu suka sekali keramaian, selalu jadi seseorang yang heboh, sekarang lebih memilih untuk melakukan berbagai macam aktivitas sendiri. Berolahraga, makan di luar, hingga duduk diam di taman sendirian. Setelah mengkaji kembali, ternyata aku yang dikenal orang sebagai seseorang yang periang, heboh, ekstrover, ternyata memiliki sisi introver yang cukup tinggi.
Dari masa ke masa pasti akan ada yang berubah dalam hidup kita. Seiring berjalannya usia, kita bisa menemukan sesuatu dalam diri yang tidak diduga sebelumnya.
Sedari dulu aku memang suka berteman dengan banyak orang. Apalagi di awal usia 20 hingga 30an. Segala macam konser aku datangi, hampir setiap hari selalu pergi ke sana-sini, bertemu dengan teman-teman. Seperti seolah-olah aku tidak betah di rumah. Namun kini aku merasa lebih menikmati waktu-waktu sendiri mulai dari nonton bioskop hingga jalan-jalan. Setiap kali berkunjung ke suatu negara saja, aku biasanya akan mencari taman lalu duduk diam memerhatikan orang-orang yang lalu lalang, menunggu mereka yang datang membawa anjing-anjingnya. Entah bagaimana ada rasa senang ketika bisa lihat anjing-anjing pintar dan lucu dari berbagai jenis. Setelahnya, dilanjutkan dengan sesi pergi ke kedai kopi untuk relaks. Di saat-saat seperti itu, banyak ide yang muncul di kepala seperti membuat lagu. Seakan ketika bisa menghabiskan waktu sendiri itu, aku menemukan ketenangan dalam diri. Berkata begini, aku bukan anti pergi bersama orang lain. Hanya saja aku memahami bahwa setiap orang pasti punya misi sendiri-sendiri saat bepergian. Belum tentu ia suka apa yang aku lakukan. Jadi aku pun tidak ingin memaksakan mereka untuk mengikuti ke mana aku pergi. Lebih baik aku pergi sendiri.
Selain itu, kalau dipikir-pikir sebenarnya sejak muda aku juga tidak selalu menjadi orang yang ekstrover. Dalam pergaulan aku lebih suka mendengarkan teman yang curhat ketimbang mencurahkan apa yang aku pikirkan atau rasakan. Aku tidak selalu bisa membagi diriku pada semua orang. Mungkin aku punya banyak teman tapi tidak banyak orang yang aku bagikan hal-hal yang sifatnya pribadi. Lambat laun, sisi introver ini juga semakin menonjol. Kerapkali berada di tengah keramaian, aku berbicara dalam hati, “Haruskah aku heboh juga? Bisa tidak ya jadi penonton dan penikmat saja?” Padahal dulu aku adalah orang yang akan ikut heboh ketika orang-orang di sekitarku juga heboh. Menariknya, sekarang aku seperti sudah lelah untuk berupaya “mencari perhatian” dan harus melucu saat memang tidak harus. Sampai-sampai ada yang mengira aku sedang ada masalah karena diam saja. Tidak salah memang. Aku tahu saat orang bertemu denganku, ekspektasinya adalah bertemu dengan Tika yang jahil, heboh, dan lucu. Tapi sayangnya sepertinya masa itu sudah lewat. Sekarang aku tidak bisa selalu begitu. Ada saatnya aku butuh ketenangan dan ada saatnya ketika harus mengeluarkan sisi ekstrover.
Aku bingung jika harus menjelaskan pada seseorang yang bertanya apakah aku kesepian atau tidak melakukan banyak hal sendirian. Mungkin terdengar klise kalau aku menjawab, “Tidak”. Tapi itulah yang benar-benar aku rasakan dan inginkan. Misalnya saat berolahraga. Aku seringkali jalan kaki sendirian dan jaraknya cukup jauh, kira-kira 7-10 km. Selain ini adalah waktu berkualitasku dengan diri sendiri, aku pikir mungkin tidak ada juga orang yang mau jalan kaki sejauh itu di Jakarta yang panas dan penuh polusi ini. Terkadang aku merasa sepertinya aku saja yang aneh di mata mereka. Kemudian, setiap kali berjalan kaki aku juga suka berhenti sejenak untuk minum kopi, mengamati sekitar dan membiarkan pemahaman baru timbul dalam hati dan pikiran sambil mendengarkan musik. Hal-hal seperti ini belum tentu bisa cocok untuk orang lain sehingga aku suka menikmatinya sendiri. Bagiku, sendiri tidak berarti kesepian.
Bagiku, sendiri tidak berarti kesepian.
Di kala pandemi, banyak teman-temanku bertanya apa saja yang aku lakukan di rumah. Aku menjawab bahwa tidak banyak yang dikerjakan di rumah tapi tidak merasa bosan. Sebaliknya, aku menikmati berada di rumah, bermain bersama anjing peliharaan yang juga jadi mainan keluargaku. Kenikmatan itu membuatku juga sadar bahwa ternyata aku adalah anak rumahan. Aku justru senang berdiam di rumah. Kalau asumsi teman-teman, mereka bilang sebelum pandemi aku pasti selalu ada acara setiap hari, bertemu banyak orang. Jadi ketika pandemi aku bisa benar-benar istirahat di rumah. Lagipula, dulu aku sudah menghabiskan berbagai macam hal. Been there done that. Sekarang sepertinya aku ingin membalas apa yang dulu: menghabiskan waktu untuk diriku sendiri.