Terkadang kita tidak tahu apa artinya sehat sebelum kita merasakan sakit. Sejak kecil, kita sering mendengar nasihat untuk rajin berolahraga dan makan santapan yang bergizi agar tubuh sehat. Namun, kita tidak benar-benar tahu betapa penting kita sehat. Saya yang sekarang mungkin terlihat sangat bugar dan tampak begitu memerhatikan kesehatan. Tapi di usia saya yang lebih muda, katakanlah 10 tahun lalu, saya belum menggarap definisi kesehatan dengan benar. Yang saya tahu hanyalah tentang olahraga angkat beban semata-mata untuk membangun otot.
Pemikiran itu pun mulai berubah ketika saya menikah dan terpengaruh dengan gaya hidup istri yang cukup sehat. Kemudian, keinginan saya untuk sehat juga semakin didukung dengan kehadiran anak. Saat itu saya ingin sehat dan terlihat bugar bukan karena ingin membentuk otot atau memamerkan tubuh ketika pantai lagi, tapi karena sehat untuk anak. Salah satu alasannya adalah saya tidak mau ketika nanti anak sudah masuk SMA lalu saya sudah terlihat seperti kakek-kakek saat mengantarnya ke sekolah. Tapi alasan utama yang paling mendorong untuk menjaga kesehatan adalah saya pernah mengalami sakit yang cukup parah.
Suatu hari ketika anak saya baru berusia satu tahun, saya sempat mengalami sakit di bagian perut. Diagnosis dokter pertama kali adalah maag atau masuk angin. Tapi berhari-hari rasa sakit itu tidak berkurang. Sebaliknya, semakin parah. Akhirnya saya pergi ke rumah sakit dan sempat di rawat inap. Sayangnya, saat itu sepertinya dokter memberikan diagnosis yang salah. Saya hanya diberikan obat penahan rasa sakit biasa dan mengizinkan saya pulang setelah satu hari rawat inap.
Saat sampai di rumah kembali, rasa sakit itu lebih parah dari sebelumnya hingga istri mengajak saya ke rumah sakit lain. Benar saja, dokter tersebut bilang ada masalah yang cukup kritis di bagian perut tersebut. Ia meminta saya melakukan CT Scan dan hasilnya adalah usus buntu yang sudah pecah. Kondisi ini menyebabkan infeksi yang menyebar ke berbagai organ di dalam tubuh saya. Kondisi saya saat itu sangat parah hingga mengharuskan untuk operasi saat itu juga kalau tidak nyawa saya tak terselamatkan. Beruntungnya, operasi cepat terlaksana, berjalan lancar, dan saya bisa tetap menjalani hidup sampai sekarang.
Pengalaman tersebut mengubah hidup saya 180 derajat. Pikiran saya setelah operasi adalah bagaimana nasib anak yang masih berusia satu tahun jika saya tidak ada. Ia bahkan mungkin tidak akan ingat seperti apa bapaknya kalau saya meninggal saat itu. Keinginan saya untuk hidup lebih lama agar tetap terus melihat anak saya bertumbuh menuntun saya memaknai arti sehat. Setelah mengalami situasi tersebut, saya mulai banyak belajar dan mencari tahu lebih banyak tentang bagaimana menjaga pola hidup sehat. Terutama tentang nutrisi. Saya mulai belajar tentang makanan yang sebaiknya kita makan dan tidak.
Keinginan saya untuk hidup lebih lama agar tetap terus melihat anak saya bertumbuh menuntun saya memaknai arti sehat.
Pada dasarnya ada tiga faktor yang memengaruhi kebugaran tubuh kita yaitu olahraga, pola makan sehat, dan istirahat cukup. Banyak orang sering sekali melupakan faktor istirahat. Padahal faktor ini jauh lebih penting dari olahraga. Jadi sebenarnya kalau bisa diurutkan dari yang paling harus diutamakan adalah istirahat, nutrisi, dan olahraga. Selama kurang lebih lima tahun terakhir, saya mendalami tentang pola makan intermittent fasting yang dibarengi dengan olahraga untuk membantu saya hidup lebih sehat secara keseluruhan. Dan ternyata hasilnya sangat mempengaruhi penampilan luar saya. Bahkan sekarang saya merasa jauh lebih segar dan kuat daripada saya 20 tahun lalu.
Banyak orang sering sekali melupakan faktor istirahat. Padahal faktor ini jauh lebih penting dari olahraga.
Menjaga pola hidup sehat juga ternyata memengaruhi sisi emosional dan mental. Dulu saya adalah seseorang yang pemarah. Mungkin salah satunya karena saya dulu kurang istirahat dan tubuh tidak mendapat nutrisi yang baik. Sekarang mungkin karena badan tidak mudah lelah jadi otak pun dapat berpikir lebih jernih. Saya percaya kemarahan atau stres juga bisa memengaruhi kesehatan. Mau dipaksa meditasi kalau memang otak kita stres, pasti akan sulit. Menurut saya relaks adalah ketika pikiran sudah relaks juga. Salah satunya istirahat cukup. Begitu juga pola makan. Jangan sampai kita memaksakan untuk memakan satu hidangan tapi tidak memakan hidangan lainnya. Ini justru bisa menambah stres dalam pikiran.
Menjaga pola hidup sehat juga ternyata memengaruhi sisi emosional dan mental.
Berkata begini, untuk sampai ke titik saya sekarang butuh proses. Awal-awal mengubah gaya hidup, saya pun sering sebal, marah, karena perut sudah terbiasa dengan jadwal makan tertentu. Tubuh kita butuh penyesuaian, tidak bisa secara instan mengikuti gaya hidup baru. Meskipun begitu, tubuh kita juga sangat pintar. Sebenarnya tidak butuh waktu lama untuk mengubah kebiasaan buruk dan membuatnya beradaptasi dengan kebiasaan baik. Setiap orang juga harus memahami apa yang paling dibutuhkan oleh tubuhnya. Saya sendiri kurang suka menggunakan kata-kata diet karena terasa seperti akan ada kadaluarsa. Nantinya kalau ternyata program diet gagal, kita bisa kembali kepada pola makan sebelumnya. Bahkan bisa jauh lebih parah.
Jadi sebenarnya mengubah gaya hidup yang lebih sehat sebenarnya tidak ada akhirnya. Dalam prosesnya adaptasi, kita harus mempersiapkan diri untuk gagal karena pasti akan ada rintangan yang sulit kita lewati. Ini adalah sesuatu yang sangat wajar. Seringnya, kita juga tidak bisa hanya menerapkan satu jenis pola makan atau olahraga saja. Jika kita mau terus menerus hidup sehat, caranya bukan dengan menentukan satu pola makan atau program diet ketat semata-mata mau menurunkan berat badan. Sebaliknya, kita menjadikan hidup sehat sebagai gaya hidup sehingga itu menjadi kebiasaan kita sehari-hari. Bukan sekadar sebuah target untuk mencapai sesuatu.
Jadi sebenarnya mengubah gaya hidup yang lebih sehat sebenarnya tidak ada akhirnya.