Pernahkah dirimu merasa butuh sekali validasi dari orang lain?
Rasanya penting sekali untuk diakui oleh lingkungan atau orang lain. Kalau menurut Tony Robbins, manusia memiliki enam kebutuhan dasar dan empat diantaranya bersifat duniawi, alias kadang-kadang merepotkan. Pertama, kebutuhan akan validasi orang lain. Wajar kalau kamu merasa butuh diakui karena memang ini termasuk kebutuhan dasar manusia. Kedua, kepastian. Tak jarang kita berharap semua hal terjadi sesuai dengan apa yang kita inginkan. Ketiga ialah variasi. Itu kenapa kita senang travelling, mungkin setiap manusia memang punya sifat dasar mudah bosan. Keempat adalah cinta. Wajar sekali kalau kita merasa butuh melakukan sesuatu supaya bisa diterima atau disukai.
Sayangnya keempat kebutuhan dasar ini membutuhkan peran orang lain untuk dapat terpenuhi. Sehingga, tidak pernah bisa benar-benar kita pastikan kehadirannya karena kita membutuhkan sikap atau penerimaan pihak luar. Meski begitu ada dua kebutuhan dasar lain yang bersifat spiritual. Dua kebutuhan dasar tersebut adalah pertumbuhan diri dan kontribusi. Sebenarnya, kita bisa saja berkontribusi tanpa membutuhkan validasi dari orang lain.
Jika kita memiliki keinginan kuat untuk berkontribusi dan bertumbuh, dua hal ini cukup bagi kita untuk mengeluarkan hormon-hormon kebahagiaan. Tentu hal ini berhubungan erat dengan bagaimana kita mencintai diri sendiri. Pada saat kita berbicara mengenai cinta dengan diri, kita akan sadar bahwa sebenarnya jauh di dalam hati semua orang pasti akan senang menjadi pribadi yang lebih baik dari kemarin, kita juga senang berbagi dan punya peran untuk orang banyak.
Pada saat kita berbicara mengenai cinta dengan diri, kita akan sadar bahwa sebenarnya jauh di dalam hati semua orang pasti akan senang menjadi pribadi yang lebih baik dari kemarin, kita juga senang berbagi dan punya peran untuk orang banyak.
Ketika kita membutuhkan validasi, pada saat yang bersamaan kita juga harus berkontribusi. Bedanya, kalau tujuan kita adalah validasi, kita tidak akan selesai sampai kontribusi saja. Setelahnya, kita akan mulai bertanya apa yang akan orang katakana terhadap tindakan kita? Apakah orang lain akan memuji apa yang kita buat? Atau apakah konten yang aku buat akan disukai oleh orang lain? Tak jarang, pertanyaan-pertanyaan ini berujung pada kekecewaan.
Capek nggak, sih, cari validasi dari orang lain?
Jadi, lebih baik kita belajar untuk lebih memedulikan pertumbuhan diri kita dan kontribusi kita terhadap orang banyak karena kita sadar itu adalah amunisi untuk mengisi tangki cinta yang ada di dalam diri kita. Saya juga tidak bilang bahwa mencintai diri tanpa pengakuan orang lain itu mudah. Terutama, kalau kita menginginkan validasi dari orang-orang terdekat kita.
Hal pertama yang perlu kita lakukan untuk keluar dari tekanan mengenai penerimaan orang-orang sekitar adalah dengan menyadari alasan mengapa dirimu sangat ingin diterima? Apa yang sebenarnya dirimu takuti? Coba tuliskan perasaan ini, ketakutan dan keinginannya dalam jurnal harianmu misalnya. Kalau mulai terasa terlalu berat, kamu bisa mencoba menghubungi professional atau coach yang bisa membantumu mendengarkan diri.
Ingatlah bahwa pertumbuhan dan kontribusi diri itu adalah kebutuhan diri kita yang sesungguhnya dan apabila kita bisa merasakan indahnya bertumbuh dan berkontribusi, sebenarnya kita sudah tidak butuh lagi validasi orang lain. Validasi orang itu wajar kita inginkan karena kita adalah makhluk sosial, tapi satu-satunya validasi yang paling absolut yang bisa kita cari sebenarnya hanyalah validasi dari Tuhan.
Validasi orang itu wajar kita inginkan karena kita adalah makhluk sosial, tapi satu-satunya validasi yang paling absolut yang bisa kita cari sebenarnya hanyalah validasi dari Tuhan.
Pada akhirnya, mungkin yang dia butuhkan adalah rangkulan dari diri kita serta perasaan didengarkan. Apabila terlalu sulit untuk berkomunikasi dengan bagian diri kita yang membutuhkan validasi, kita bisa ajak siapapun yang rasanya bisa mendampingi kita dalam proses ini untuk coaching supaya kita bisa ketemu dengan langkah kita selanjutnya sesuai dengan kondisi kita masing-masing.
Saat kita mencintai diri, kita menggunakan kehadiran kita seutuhnya untuk memperlakukan diri, kita tidak menghakimi diri, kita mengamati diri kita kadang kita benar kadang juga kita salah. Hal ini kita amati dan Kelola untuk menjadi pribadi yang lebih baik, bukan untuk kita hakimi. Mulai kenali hal-hal baik yang ada di dalam diri kita. Dari situ, perlahan-lahan kita akan mulai menyadari bahwa diri kita itu dicintai oleh yang menciptakan kita. Dengan rasa cinta yang hadir dari Yang Mahakuasa tersebut, mudah-mudahan kita juga bisa mencintai diri sendiri karena kebaikan-kebaikan yang muncul dari rasa syukur dan keinginan untuk mengamati tanpa menghakimi.
Pada akhirnya ini adalah proses, syukuri setiap kelebihan yang kita miliki meskipun hanya sedikit dan tidak terpaku hanya pada kekurangan yang ada. Dari situ kita akan mulai berproses dan melihat potensi diri kita yang sesungguhnya.