Setiap orang pasti pernah merasakan titik terendah dalam hidupnya. Aku menghadapinya di tahun 2016. Banyak kejadian tak terduga yang datang bersamaan di tahun itu, sangat tiba-tiba hingga rasanya duniaku runtuh. Aku sudah nggak bisa berpikir jernih pada saat itu, semua rencana yang sudah disusun rapi harus berantakan hingga aku bingung setelahnya aku harus apa. Di tengah kekacauan itu aku memutuskan untuk melakukan hal yang setidaknya sedikit membahagiakan hati, salah satu yang membekas adalah ketika aku menonton Opera Kecoa oleh Teater Koma.
Ini adalah pertunjukan yang berhasil membuat aku jatuh cinta pada dunia seni peran.
Oh, ternyata acting bisa begini, ya?
Acting ternyata bukan hanya marah, sedih, dan bahagia saja tapi lebih luas daripada itu. Akhirnya aku memutuskan untuk ikut teater di Teater Peqho. Nah, ini juga jadi awal mula perjalananku mencoba naik gunung untuk pertama kalinya. Gunung pertama yang aku daki bersama teman-teman dari teater adalah Gunung Merbabu. Aku bukan tipe orang yang sangat suka kegiatan luar rumah sebenarnya. Bahkan pernah merasa,
Aduh, kayaknya capek banget, ya, kalo di luar lama-lama.
Ditambah untuk naik gunung kita juga butuh persiapan khusus. Persiapan fisik, mulai dari olahraga teratur hingga perlengkapan yang perlu dibawa. Juga persiapan mental untuk bisa beradaptasi saat naik gunung. Banyak keraguan yang juga muncul seiring perjalanan mempersiapkan diri hingga memulai langkah pertama untuk naik gunung.
Apakah aku bisa sampai ke puncak?
Apakah aku mampu berjalan dengan kakiku sendiri sejauh itu? Dan banyak pertanyaan yang mempertanyakan kemampuan diriku sendiri. Tapi setelahnya aku merasa bahwa untuk aku, naik gunung adalah cara meditasi yang bekerja paling baik.
Saat naik gunung, kita berjuang untuk diri kita sendiri melawan rasa letih untuk membuktikan ke diri kita sendiri bahwa kita bisa sampai puncak. Sensasi keheningan yang aku rasakan di perjalanannya juga memberikan aku waktu luang untuk mengosongkan pikiran dan berdialog dengan diri sendiri.
Menurutku untuk bisa menyelesaikan masalah yang mungkin datang bersamaan, adalah dengan membiarkan pikiran kita untuk benar-benar kosong dan mulai dari awal. Keheningan saat naik gunung memberikan aku waktu untuk bercengkrama dengan diri sendiri, melerai kebisingan di kepala sehingga bisa lebih tenang. Setelah itu aku baru bisa mulai memilih dan memilah masalah mana yang bisa aku selesaikan terlebih dahulu.
Menurutku untuk bisa menyelesaikan masalah yang mungkin datang bersamaan, adalah dengan membiarkan pikiran kita untuk benar-benar kosong dan mulai dari awal.
Perjalananku di Gunung Merbabu adalah saat di mana aku membangun kembali kepercayaan diriku yang tadinya runtuh. Di saat aku bahkan tidak percaya pada diri sendiri, perjalanan itu mengajarkanku bahwa ternyata aku bisa berdiri sendiri dan berjalan sejauh itu.
Rasanya aku seperti ditampar bolak-balik untuk disadarkan bahwa mungkin aku sedang diarahkan untuk melalui jalan yang lebih baik dari sebelumnya. Bahwa ternyata aku punya potensi yang sebelumnya bahkan tidak terbayangkan sama sekali, bahwa ternyata memang aku nggak akan pernah tahu di mana batas kemampuanku kalau aku tidak berani mencoba.
Ternyata aku punya potensi yang sebelumnya bahkan tidak terbayangkan sama sekali, bahwa ternyata memang aku nggak akan pernah tahu di mana batas kemampuanku kalau aku tidak berani mencoba.