Self Lifehacks

Merancang Hari Baru

Pada titik tertentu dalam hidup mungkin kita merasa sering bingung akan pilihan kita sendiri. Berpikir kenapa, ya, kok kita bisa memiliki perspektif yang mungkin berbeda. Tidak bisa memahami diri sendiri. Sebenarnya ini bisa saja berarti kita belum benar-benar bangun dalam versi organik diri kita. Buatku penting untuk bisa mengenali diri sendiri. Kita orang yang seperti apa, butuhnya apa, inti utama dari diri kita itu apa, hal ini terasa natural tapi juga tidak senatural itu. Sejak lahir sebenarnya kita sudah punya blueprint sendiri yang kemudian seiring dengan kita beranjak dewasa banyak faktor luar, baik itu orangtua, institusi pendidikan, atau masyarakat yang kemudian membuat kita bergeser dari versi natural kita untuk menyesuaikan diri.

Sejak lahir sebenarnya kita sudah punya blueprint sendiri yang kemudian seiring dengan kita beranjak dewasa banyak faktor luar, baik itu orangtua, institusi pendidikan, atau masyarakat yang kemudian membuat kita bergeser dari versi natural kita untuk menyesuaikan diri.

Aku pribadi merasa menemukan blueprint diriku sendiri agak terlambat. Mengenali diri di sini bukan hanya sekedar kata-kata tapi juga secara harfiah kenal diri aku ini siapa, butuh apa, dan proses pemahaman diri ini juga butuh proses, tidak otomatis. Kalau kita tarik mundur, manusia itu kan salah satu mamalia. Usia 0-5 tahun kita sepenuhnya bergantung pada pengasuh kita, kebenaran yang kita yakini datang dari pengasuh kita. Semasa kecil kita menyerap seperti spons, kita tidak mengkritisi nilai-nilai apa yang ditanamkan pada kita. Hingga akhirnya semua pelajaran itu membentuk karakter dan fondasi kita melihat dunia.

Aku tumbuh di lingkungan yang memiliki perspektif bahwa perempuan yang berharga adalah perempuan yang bisa punya segalanya. Kehidupan sosial yang menarik, pekerjaan yang baik, dan keluarga yang bahagia. Seiring berjalannya waktu aku sadar, aku nggak harus punya semuanya dan nggak mau punya segalanya. Ketika sebelumnya aku tahu kapasitasku tidak sebesar itu, aku merasa gagal. Mempertanyakan kenapa aku tidak bisa secara natural memiliki semuanya, kenapa aku selalu banyak pertimbangan? Kemudian aku sadar, aku yang sekarang adalah bentukan diriku sedari kecil. Semua orang punya “perangkat lunak” yang mungkin belum kita sadari. Jadi, itu bukan salah kita hanya perihal bagaimana kita dibesarkan.

Menurutku manusia itu bisa digambarkan seperti bawang bombay, saat kita buka lapisannya mata kita perih, kemudian ketika sudah selesai kita olah ternyata bisa dimakan. Proses mengenal diri mungkin bukan perjalanan yang menyenangkan atau nyaman dilakukan, justru terkadang teramat sangat tidak nyaman. Tapi menurut aku itu proses yang layak dilewati karena pada akhirnya waking up itu nggak hanya terjadi sekali kita selalu berubah. Kalau kita belum menemukan blueprint diri kita, kita akan dengan mudah terombang-ambing karena kita nggak tahu inti utama dari diri kita sendiri.

Proses mengenal diri mungkin bukan perjalanan yang menyenangkan atau nyaman dilakukan, justru terkadang teramat sangat tidak nyaman. Tapi menurut aku itu proses yang layak dilewati karena pada akhirnya waking up itu nggak hanya terjadi sekali kita selalu berubah.

Untuk bisa menemukan blueprint diri kita, justru kita bisa mulai dengan menelusuri pengamalan yang sudah kita lalui. Memahami pemicu dari kegelisahan kita menjadi penting karena kita bisa mengenali sebenarnya siapa musuh kita. Salah satu contoh datang dari temanku yang punya kecemasan kalau harus bergabung dalam acara kumpul keluarga besar. Pasti dia ingin pulang lebih cepat karena gelisah, tapi setelah ditelusuri dengan bantuan profesional ternyata awal mulanya adalah karena semasa kecil ada dua kejadian yang membekas di ingatannya. Saat ia melihat anggota keluarganya bertengkar besar saat acara kumpul keluarga ketika ia masih kecil. Saat mengalaminya mungkin dia hanya merasa itu salah satu hari yang biasa dilalui. Tapi saat tumbuh dewasa ternyata kejadian itu melekat di kepala dia dan dia jadi cemas kalau harus kumpul keluarga. 

Momen ketika ia menyadari inti masalah yang dihadapi bisa dikatakan sebagai momen dia “terbangun” dari masalah yang selama ini tidak ia sadari alasannya. Topik waking up ini juga aku jadikan benang merah dari buku terbaruku “Waking Up For The First Time”. Buku ini lebih seperti buku kumpulan prosa, ada 23 cerita didalamnya. Semua karakter dibuat tanpa nama, dan semua karakter berasal dari fase kehidupan yang berbeda-beda. Mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, sampai usia senja. Kenapa aku mengangkat topik ini, sebenarnya bangun itu kan kegiatan yang biasa tap kalau ditambahkan kalimat untuk pertama kali, penafsiran setiap orang bisa berbeda-beda. “Waking up” bisa dimaknai bangun dari tidur tapi bisa juga sebagai kiasan ketika kita terbangun dari sebuah perspektif, kondisi atau kepercayaan, dimana sebenarnya sudah tidak cocok tapi entah mengapa dia masih ada dalam kondisi tersebut.

Salah satu cerita yang aku suka dalam buku adalah cerita tentang seorang anak kecil. Dia sedang melihat apa yang ada di bawah tempat tidurnya setelah tengah malam. Di sana dia bilang dia melihat di bawah tempat tidurnya lalu dia melihat dirinya sendiri ada di bawah tempat tidur itu, dia coba memegang bahunya tapi dia sendiri yang merasa bahunya dipegang orang lain, lalu dia coba untuk mengguncang bahu orang tersebut tapi malah bahunya yang terguncang. Kemudian dia bilang,

That was the moment when she felt afraid of herself, as she should have but never have time to realize,”

Jadi, buatku ini seperti momen dimana kita sadar bahwa hidup kita ini kita yang menjalani dan bukan orang lain, kita yang bisa membentuk dan menjalaninya seperti apa, power itu ada di diri kita sendiri. Cerita tadi juga diawali dari penggambaran si anak kecil ini setiap malam sebelum tidur neneknya akan masuk ke kamar sambil membawa segelas hot chocolate, ini sebenarnya salah satu memori aku yang aku bilang proses penelusuran ke belakang. Memori menyenangkan yang aku punya. Dulu aku sempat dirawat sama oma opa ku dan sebelum  aku tidur aku pasti dibawakan segelas coklat panas terus dibacakan cerita. Entah kenapa memori ini sangat membekas. Aku mungkin tidak ingat rasa cokelatnya tapi perasaan bahagianya masih bisa aku rasakan. Buku ini sendiri bisa dibeli malalui Instagram aku @lalabohang, akan ada link yang bisa kamu klik dan akan diarahkan di mana bukuku bisa diakses.

Hidup kita ini kita yang menjalani dan bukan orang lain, kita yang bisa membentuk dan menjalaninya seperti apa, power itu ada di diri kita sendiri.

Related Articles

Card image
Self
Peran Mentorship Untuk Pendidikan Yang Lebih Baik

Jika melihat kembali pengalaman pembelajaran yang sudah aku lalui, perbedaan yang aku rasakan saat menempuh pendidikan di luar negeri adalah sistem pembelajaran yang lebih dua arah saat di dalam kelas. Ada banyak kesempatan untuk berdiskusi dan membahas tentang contoh kasus mengenai topik yang sedang dipelajari.

By Fathia Fairuza
20 April 2024
Card image
Self
Alam, Seni, dan Kejernihan Pikiran

Menghabiskan waktu di ruang terbuka bisa menjadi salah satu cara yang bisa dipilih. Beberapa studi menemukan bahwa menghabiskan waktu di alam dan ruang terbuka hijau ternyata dapat membantu memelihara kesehatan mental kita. Termasuk membuat kita lebih tenang dan bahagia, dua hal ini tentu menjadi aspek penting saat ingin mencoba berpikir dengan lebih jernih.

By Greatmind x Art Jakarta Gardens
13 April 2024
Card image
Self
Belajar Menanti Cinta dan Keberkahan Hidup

Aku adalah salah satu orang yang dulu memiliki impian untuk menikah muda, tanpa alasan jelas sebetulnya. Pokoknya tujuannya menikah, namun ternyata aku perlu melalui momen penantian terlebih dahulu. Cinta biasanya dikaitkan dengan hal-hal indah, sedangkan momen menanti identik dengan hal-hal yang membosankan, bahkan menguji kesabaran.

By Siti Makkiah
06 April 2024