Ketika kecil, saya pikir definisi sukses itu harus ada unsur popularitas. Tapi ketika dewasa ternyata arti sukses dan popularitas itu mengalami pergeseran sejalan dengan perubahan zaman. Saya merasa zaman sekarang kepopuleran dan kegemilangan atau prestasi tidaklah sejalan. Dulu orang-orang mendapatkan popularitas karena upaya keras untuk berprestasi. Misalnya seseorang yang suka bermain basket lalu ia berlatih sekuat tenaga agar bisa jadi juara lalu jadi populer. Sementara sekarang popularitas bisa didapatkan dari hal-hal yang kurang jelas dan berdasar pada asas “angka”.
Saat angka pengikut atau penonton video Youtube banyak, ia akan populer. Sekalipun sebenarnya ia tidak menyajikan video karya yang berkualitas. Bahkan video-video yang hanya isinya bercanda tanpa isi saja bisa jadi populer sekalipun tidak ada nilainya. Akhirnya, orang-orang yang benar-benar berbakat dan berprestasi akan kalah dan tidak tersorot. Kini, pintu-pintu jalan pintas untuk menjadi populer sangatlah terbuka lebar. Tidak lagi diperlukan bakat atau prestasi yang kentara untuk bisa dikenal banyak orang. Melihat fenomena ini pun saya akhirnya berkesimpulan bahwa populer tidak sama dengan hebat dan hebat tidak sama dengan tenar.
Saya akhirnya berkesimpulan bahwa populer tidak sama dengan hebat dan hebat tidak sama dengan tenar.
Akan tetapi, menurut saya orang yang berbakat juga lebih suka bersembunyi dan kurang “berisik”. Sedangkan kita pasti seringkali melihat orang yang “berisik” sekalipun tidak berkarya apa-apa dapat lebih populer. Mungkin ini menjadi tamparan untuk orang-orang berbakat untuk tampil. Bagaikan berlian yang ada di lumpur, kita sekarang tidak bisa menunggu untuk ditemukan orang. Kita harus merangkak ke permukaan untuk tampil sebagai berlian. Meskipun begitu, saya juga percaya bahwa popularitas sebenarnya hanyalah efek samping dari karya atau prestasi kita. Saya mengatur pola pikir untuk berkarya sebagus-bagusnya terlebih dahulu. Jika memang ternyata karya itu mendapatkan popularitas, itu hanyalah efek samping. Ketimbang saya terkenal dulu tapi tidak tahu apa yang dilakukan.
Secara tidak langsung, pemikiran ini pun mengubah pemikiran saya tentang kesuksesan. Ada elemen popularitas yang dikesampingkan. Popularitas selalu ada masanya. Tapi karya yang bagus pasti akan berumur lebih panjang dari popularitas semata. Buktinya banyak bintang video yang viral di media sosial dari bertahun tahun lalu, sekarang sudah dilupakan. Sementara banyak karya musik atau karya seni berkualitas yang berasal dari puluhan, bahkan ratusan tahun lalu, bisa tetap dinikmati dan diingat orang. Selain itu, pemikiran saya tentang sukses pun berkutat pada karya berkualitas yang bisa saya berikan untuk banyak orang. Beruntung kalau saya bisa memiliki kondisi finansial yang matang dan setelah itu bisa hidup nyaman. Itulah sukses untuk saya sekarang.
Oleh sebab itu, saya pun selalu membiarkan diri untuk mengejar mimpi setinggi mungkin, berusaha sekeras mungkin, memasang target yang tinggi tapi tetap realistis. Semua itu tidak sebenarnya tidak masalah selama kita tidak menaruh 100% pada sesuatu yang berada di luar diri. Kita tidak bisa menggantungkan ekspektasi pada hal-hal yang tidak bisa dikendalikan. Sebaliknya, kita harus siap dengan skenario terburuk. Kalau ingin berekspektasi mungkin jangan hanya pada harapan baik tapi juga buruk. Kita harus pintar-pintar mengatur rencana lain sambil tetap berharap. Jangan sampai kita terlalu polos dalam menjalani kehidupan karena dunia dan takdir sangatlah rumit. Kalau kita sendiri tidak siap-siap bisa berbahaya.
Kita tidak bisa menggantungkan ekspektasi pada hal-hal yang tidak bisa dikendalikan. Sebaliknya, kita harus siap dengan skenario terburuk.
Belajar dari pengalaman, saya pernah merasa kecewa atas ekspektasi yang dibuat. Gagal pun sudah biasa. Tapi saya memilih untuk tidak fokus pada kegagalan melainkan pada kesempatan selanjutnya. Kurang lebih itulah juga yang saya sampaikan dalam lagu “Puncak Janggal”. Dari pengalaman hidup yang pernah saya lewati, ternyata kita manusia bisa tetap merasa janggal sekalipun sudah berada di puncak. Ketika sudah mendapatkan apa yang dicita-citakan, kita masih bisa merasa tidak sesuai dengan ekspektasi. Maka, kita sebenarnya harus bisa benar-benar mengatur ekspektasi agar tidak terbuai dengan imaji yang mungkin tidak akan sama persis dengan realita.