Self Lifehacks

Menolak Pembungkaman

Sadar atau tidak, di masyarakat kita terdapat sebuah kebiasaan untuk tidak berani bicara ketika ada hal yang tidak nyaman terjadi. Seringkali kita seakan “ditekan” untuk menerima atau menahan apa yang terjadi. Kita tidak sering diajarkan untuk membela diri sendiri. Hingga akhirnya dari waktu ke waktu kita terbiasa untuk tidak membicarakan hal yang tidak nyaman. Termasuk ketika mendapatkan pelecehan seksual.

Dulu saya pernah mengalami pelecehan seksual saat awal bekerja di industri perfilman. Suatu kali, saya sedang berada di ruang rias dan seorang senior aktor datang menghampiri. Tiba-tiba dia mengelus paha saya dan tentu saja saya sangat terkejut tapi tidak bisa bicara apa-apa. Seperti belum bisa memroses kejadian itu secara instan. Tidak lama kemudian, teman saya datang dan memecah suasana. Kedatangannya pun memberikan saya kesempatan untuk keluar dari ruangan. 

Di hari yang sama, kami sedang ada sesi foto. Setelah teman-teman yang lain sudah selesai, aktor tersebut kembali mendekat meski saya sudah berusaha menghindar. Tapi dia mengikuti saya dan menarik lubang ikat pinggang dan berusaha memegang pinggang saya. Tapi saya tidak mau. Saat saya berusaha menjauh, dia menariknya lagi. Saat itu perasaan saya campur aduk, bingung, marah, malu, karena tidak bisa langsung marah di situasi yang masih banyak orang. Barulah sebulan kemudian saya berani bilang pada manager. Dia pun menghubungi manager sang aktor tetapi tidak mendapat respon yang diharapkan. Ternyata aktor tersebut merasa tidak melakukan apa-apa dan tidak merasa bersalah. Dia juga tidak mau minta maaf. 

Akhirnya saya hanya bisa mengemukakan di Twitter, tentunya tanpa menyebut nama sang aktor. Sejak itu, saya lebih berani untuk bersuara karena ternyata banyak yang mengalami hal serupa di dunia film. Salah satunya adalah Hannah Al Rasyid. Seiring berjalannya waktu, saya pun semakin menyadari bahwa situasi ini perlu diubah. Kesadaran akan pelecehan seksual yang bisa terjadi di mana saja serta dukungan kepada para teman-teman penyintas butuh disuarakan lebih luas. Akhirnya saya dan segelintir pegiat film berdiskusi secara tertutup untuk berbuat sesuatu. Salah satunya adalah dengan membuat video animasi tentang pelecehan seksual yang terjadi di dunia perfilman. Ini adalah bagian dari kampanye #KawanPuan bersama Kita Bisa. 

Pelecehan seksual, menurut saya bisa terjadi karena kurangnya pemahaman dan edukasi. Apalagi dunia perfilman didominasi oleh kaum pria yang menganggap sex joke suatu hal biasa. Bercanda yang kelewatan, dianggap biasa. Di industri ini juga senioritas masih begitu terasa. Para pegiat film yang sudah senior seakan memiliki kuasa atas mereka yang lebih junior. Seperti ada aturan tak tertulis bahwa para junior harus menerima saja perlakuan senior. Jujur, ketika itu saya sebagai junior tidak berani bicara karena takut kehilangan pekerjaan. Takut kalau tidak mengikuti aturan nantinya tidak akan dipanggil untuk syuting lagi atau dianggap jadi seseorang yang sulit bekerja sama. 

Lalu di sisi lain, ketika berani bilang masih banyak orang yang ternyata tidak merespon sesuai harapan. Seringnya para penyintas dianggap berlebihan atau disuruh untuk terima saja atau menghindar saja. Akhirnya para penyintas menyalahkan diri sendiri. Itulah yang saya pikirkan. Saya menyalahkan diri sendiri dan bertanya-tanya apakah memang saya yang terlalu ramah. Tapi sebenarnya ini bukan salah sang penyintas. Ini bisa terjadi karena adanya relasi kuasa. Tentu saja ini tidak hanya bisa terjadi pada perempuan. Pria pun bisa mengalami ini. Jadi, dalam menyikapi kasus-kasus pelecehan seksual kita harus sangat cermat dan berhati-hati. Tidak bisa langsung menghakimi, langsung emosi. Harus melihatnya secara menyeluruh. 

Dalam menyikapi kasus-kasus pelecehan seksual kita harus sangat cermat dan berhati-hati.

Untuk meretas masalah ini, menurut saya kita harus membuka diri untuk berdiskusi. Duduk bersama dengan orang-orang yang belum sepenuhnya paham. Sejujurnya, saya pun masih mencari formula untuk membicarakan isu ini dengan tepat karena isu pelecehan seksual cukup sensitif. Saya pikir kita harus bisa membicarakannya dengan suasana yang relaks, dalam suasana diskusi yang santai agar semua orang nyaman berbagi cerita. Agar kita bisa membuka ruang yang aman bagi semua orang. 

Untuk meretas masalah ini, menurut saya kita harus membuka diri untuk berdiskusi.

Sementara itu di dunia film sendiri, memanfaatkan struktur hierarki di dalamnya bisa jadi salah satu solusi. Masalah ini bisa dicegah jika dari struktur teratas, yang memiliki kekuatan lebih, berbuat sesuatu seperti membuat kebijakan. Kalau hanya dari para aktor saja mungkin akan kurang efektif. Maka, dari sutradara dan produser baiknya bisa membuat ruang nyaman dan aman untuk semua orang yang berpartisipasi. Dengan demikian kita semua bisa berkarya tanpa ada rasa khawatir.

Related Articles

Card image
Self
Perbedaan dalam Kecantikan

Perempuan dan kecantikan adalah dua hal yang tidak akan pernah terpisahkan. Cantik kini bisa ditafsirkan dengan beragam cara, setiap orang bebas memiliki makna cantik yang berbeda-beda sesuai dengan hatinya. Berbeda justru jadi kekuatan terbesar kecantikan khas Indonesia yang seharusnya kita rayakan bersama.

By Greatmind x BeautyFest Asia 2024
01 June 2024
Card image
Self
Usaha Menciptakan Ruang Dengar Tanpa Batas

Aku terlahir dalam kondisi daun telinga kanan yang tidak sempurna. Semenjak aku tahu bahwa kelainan itu dinamai Microtia, aku tergerak untuk memberi penghiburan untuk orang-orang yang punya kasus lebih berat daripada aku, yaitu komunitas tuli. Hal ini aku lakukan berbarengan dengan niatku untuk membuat proyek sosial belalui bernyanyi di tahun ini.

By Idgitaf
19 May 2024
Card image
Self
Perjalanan Pendewasaan Melalui Musik

Menjalani pekerjaan yang berawal dari hobi memang bisa saja menantang. Menurutku, musik adalah salah satu medium yang mengajarkanku untuk menjadi lebih dewasa. Terutama, dari kompetisi aku belajar untuk mencari jalan keluar baru saat menemukan tantangan dalam hidup. Kecewa mungkin saja kita temui, tetapi selalu ada opsi jalan keluar kalau kita benar-benar berusaha berpikir dengan lebih jernih.

By Atya Faudina
11 May 2024