Sehari-hari sebenarnya saya banyak menghabiskan waktu untuk bekerja di sebuah perusahaan teknologi yang saya gagas. Hal ini pula yang membuat saya cukup sering berinteraksi dengan teman-teman yang jauh lebih muda, termasuk para fresh graduate yang baru mulai berkarir. Di beberapa kesempatan saya mendapat banyak pertanyaan seputar pilihan karir atau tantangan yang mereka hadapi saat baru terjun ke dunia kerja. Pertanyaan ini kemudian saya jawab melalui one-on-one atau coaching session. Namun, perlu dipahami bahwa saya juga bukan seorang psikolog profesional, jadi saya hanya bisa memberikan jawaban berdasarkan pengalaman yang saya punya sejauh ini.
Pertanyaan yang saya dapat juga kurang lebih hampir serupa, tentang kebimbangan akan pilihan karir, penemuan passion, ekspektasi orang tua terhadap pekerjaan yang sedang dijalani, atau juga seputar relationship. Terkadang masalah di relationship juga dapat memengaruhi bagaimana seseorang bersikap di pekerjaan. Buat saya, wajar sekali kalau memang terkadang kita bingung terhadap pilihan karir atau hal-hal yang ingin ditekuni. Berdasarkan pengalaman, saya rasa kita perlu coba mengambil jeda sejenak dan meluangkan waktu untuk lebih kenal dengan diri sendiri.
Apa yang sebenarnya kita suka?
Mimpi apa yang ingin kita kejar?
Atau alasan mengapa kita bekerja?
Coba tanyakan beberapa hal-hal ini kepada diri sendiri dengan cukup mendalam dan intensitas yang lebih sering. Karena sejujurnya, tidak banyak orang yang benar-benar tahu apa yang sebenarnya mau atau mampu ia lakukan, kecuali bakat yang dimiliki memang teramat jelas terlihat. Misalnya, saya punya seorang adik yang memang begitu dia coba bermain gitar dalam waktu beberapa bulan saja ia sudah bisa menguasai dan membuat komposisi musik jazz tanpa sekolah musik. Nah, sayangnya bakat-bakat seperti ini tidak terjadi setiap saat, mayoritas dari kita justru tidak tahu pasti bakat apa yang sebenarnya kita miliki.
Sejujurnya, tidak banyak orang yang benar-benar tahu apa yang sebenarnya mau atau mampu ia lakukan, kecuali bakat yang dimiliki memang teramat jelas terlihat.
Lalu kemudian muncul pembahasan mengenai passion, tapi saat ini saya meyakini bahwa passion dan ketertarikan seseorang dalam hidup bisa berubah. Apa yang selama ini kita pikir adalah passion kita, di tahun-tahun berikutnya juga bisa berubah. Menurut saya, dibanding menemukan apa passion kita sebenarnya, lebih penting untuk melakukan sesuatu dengan penuh passion atau ketekunan.
Temukan hal-hal yang bisa kita ulik dan lakukan dengan penuh semangat, coba eksplorasi banyak hal. Kita tidak pernah tahu sebelum kita coba. Tidak semua hobi juga pantas untuk dijadikan pilihan karir atau sumber pendapatan, ada banyak kegiatan yang mungkin lebih cocok tetap dijadikan hobi sebagai penyegar pikiran setelah bekerja.
Rasa ingin tahu dan semangat untuk mengeksplorasi banyak hal juga bisa diasah. Penting untuk bisa menikmati dan menerima setiap proses yang diperlukan untuk bisa menjadi lebih mahir dalam sebuah pekerjaan tertentu. Jangan hanya fokus pada hasil akhir, karena orang-orang yang bisa menemukan kebahagiaan dalam berproses adalah orang-orang yang memiliki kemungkinan lebih besar untuk menemukan hal yang sebenarnya ia sukai.
Dalam menentukan pilihan karir, kunci utamanya adalah self-awareness. Seberapa kenal kita dengan diri kita sendiri, serta kesediaan kita untuk bisa jujur dengan tujuan hidup kita sebenarnya. Faktanya, banyak juga yang bekerja hanya untuk memenuhi kebutuhan finansial. Ini juga bukan hal yang salah. Ada orang yang bermimpi menjadi CEO dari sebuah perusahaan startup dengan karyawan lima orang, ada yang bermimpi untuk mendirikan perusahan multinasional dengan kantor di berbagai kota di dunia, ada juga yang hanya ingin hidup sederhana dan bisa menghabiskan waktu lebih banyak dengan keluarga. Semua tujuan ini valid, karena memang kita semua berbeda.
Dalam menentukan pilihan karir, kunci utamanya adalah self-awareness. Seberapa kenal kita dengan diri kita sendiri, serta kesediaan kita untuk bisa jujur dengan tujuan hidup kita sebenarnya.
Tujuan yang berbeda tentu membutuhkan persiapan dan proses yang juga berbeda. Jika ada seseorang yang bercita-cita menjadi atlet olimpiade tentu perjuangan dan waktu yang perlu ia lalui untuk berlatih akan berbeda dengan seseorang yang cukup puas ketika sudah bisa berkompetisi di tingkat provinsi. Jadi tidak perlu juga khawatir melihat orang lain bekerja begitu keras hingga titik darah penghabisan, karena memang itu yang ia harus lakukan untuk mencapai tujuan yang dirinya inginkan. Bukan salahnya kalau ia lantas menjadi bagian dari sebuah konsep yang dinamakan “hustle culture”.
Semua orang berusaha sampai ke tujuan yang berbeda-beda dengan titik mulai yang berbeda pula. Kita hanya bisa membandingkan apa yang terlihat dari luar, dan variabelnya terbatas. Contohnya jabatan atau mungkin gaji yang kita dapat. Kadang kita lupa, ada jutaan variabel yang lain tak terlihat dan memang tidak bisa kita bandingkan. Progres yang kamu punya dalam hubungan, kualitas diri, atau kebahagiaan. Hal-hal ini tidak punya tolak ukur yang pasti. Jadi, tidak ada gunanya membandingkan diri serta pencapaian dengan orang lain karena pada akhirnya setiap manusia terlahir berbeda dengan perjuangannya sendiri-sendiri.
Kita bisa saja lulus dari universitas yang sama dengan nilai yang sama, tapi latar belakang di mana kita lahir, serta pengalaman yang kita miliki tidak akan pernah sama. Membandingkan diri dengan orang lain hanya akan menghadirkan kekecewaan dan sakit hati.
Untuk bisa merasa penuh dan tenang dalam hidup kita harus bisa menerima setiap sisi yang diri kita miliki. Toh, kita tidak bisa meminjam hidup orang lain. Coba nikmati dan terima hidup yang kita jalani. Pada akhirnya kita hanya perlu menerima diri dan secara konsisten berusaha menjadi diri kita sebenar-benarnya. Setiap individu terlahir unik dan tidak ada orang lain yang seperti kita.
Untuk bisa merasa penuh dan tenang dalam hidup kita harus bisa menerima setiap sisi yang diri kita miliki. Toh, kita tidak bisa meminjam hidup orang lain. Coba nikmati dan terima hidup yang kita jalani.