Kalau sekarang gue bilang gue tidak tahu YouTube bisa menjadi tempat unggahan video, sudah pasti gue diolok-olok para warganet dikira ketinggalan zaman. Tapi itu yang terjadi dulu saat gue pertama kali menemukan situs ini di masa penetrasi internet belum seperti sekarang. Lautan konten masih belum terbentuk saat itu meski di Amerika sudah cukup banyak yang mulai merambah karier di sana. Berkat keingintahuan gue yang besar dan ketertarikan yang mendalam soal teknologi, sejak tahun 2008 — di saat anak seusia gue lebih banyak menghabiskan waktu di warung internet (warnet) karena belum punya sambungan internet di rumahnya, gue menemukan hal-hal menakjubkan dalam teknologi, khususnya YouTube. Penemuan itu termasuk kemampuan dan hasrat diri gue dalam hidup.
Dari SMA gue mau jadi sineas, membuat film yang bisa disaksikan khalayak ramai. Sering gue mendaftarkan diri ke berbagai festival. Sayangnya film gue tidak pernah masuk. Jadilah gue mencari cara untuk menyebarkan video buatan sendiri itu ke orang-orang terdekat. Karena teknologi masih belum canggih, gue mengandalkan jaringan bluetooth di mana gue memaksa teman-teman mengaktifkan bluetooth di ponsel mereka untuk nonton video gue. Sampai pada suatu hari di laboratorium sekolah bertemulah gue dengan YouTube. Entah bagaimana gue langsung memiliki keinginan untuk menelisiknya lebih dalam. Mungkin karena YouTube merupakan hal yang baru bukan cuma buat gue tapi juga di masyarakat. Gue jadi punya ambisi untuk bisa menjadi orang yang pertama tahu seluk-beluk YouTube. Selain mengunggah video-video gue yang tidak pernah masuk festival itu gue menemukan banyak aktivitas di dalamnya yang bisa memberikan beragam keuntungan. Benar saja, sekarang justru bisa memberikan penghasilan untuk para penggiat konten YouTube.
Menurut gue masyarakat perlu untuk memiliki keterbukaan pada teknologi sekaligus mempelajarinya lebih dalam demi bisa membentuk pemikiran kritis. Di kuliah gue mempelajari relasi manusia dengan teknologi di mana gue semakin yakin dengan apa yang sedang digeluti. Gue melihat bahwa teknologi perlu dipelajari agar kita jangan sampai tertinggal dari teknologi. Bisa-bisa kitalah yang tertelan oleh teknologi dan dapat dibodohi dengan hoax serta ancaman-ancaman teknologi lainnya. Niscaya ini juga bisa membuat kita lebih bijaksana dalam memilih dan memilah konten serta cara menggunakan dan memanfaatkan teknologi itu sendiri. dalam keseharian. Seperti halnya yang sudah gue lakukan pada YouTube meskipun gue sebenarnya kurang suka dibilang YouTuber. Gue membuat konten untuk mendapatkan pengalaman produk demi menghasilkan analisa yang kuat. Jadi kalau mereka yang masuk ke dalam akun YouTube gue, mereka akan melihat begitu banyak konten yang beragam dengan tema yang berbeda-beda. Bukan tanpa alasan, gue dari dulu sengaja melakukan uji coba konten sampai akhirnya menemukan tema yang pas untuk merepresentasikan identitas gue. Sehingga bisa dibilang gue adalah pengamat dan pelaku di dunia YouTube.
Teknologi perlu dipelajari agar kita jangan sampai tertinggal dari teknologi.
Dari segala penelusuran, gue percaya dedikasi dan konsistensi menjadi modal utama para pebisnis YouTube. Orang-orang yang kini berpikir untuk menjadi penggiat konten di media sosial ini harus memiliki dedikasi dan konsistensi tinggi untuk membuahkan hasil yang maksimal. Bukan semata-mata untuk mendapatkan profit dari iklan tapi juga untuk membentuk komunitas, traffic, dan pastinya identitas diri. Hal penting yang harus ditanamkan sebelum memulai yakni mengetahui mau jadi apa di kehidupan nyata. Baru setelah itu mengerti di dunia maya ini bisa menghasilkan karya seperti apa. Mengapa? Karena YouTube bisa menjadi portofolio kita di dunia nyata. YouTube bisa memberikan kesempatan yang lebih luas jika kita menghasilkan sebuah karya yang memang bagian dari passion. Di luar dunia YouTube, gue bisa mendapat banyak undangan menjadi pembicara, jadi pengamat konten online dan lain sebagainya. Kok bisa? Asalnya dari traffic yang gue bentuk lewat konsistensi dan konten yang orisinal versi gue. Ini menjadi nilai tersendiri di mata para klien. Sejatinya konsep ini tidak hanya berlaku di YouTube melainkan di semua bidang. Entah mau jadi penari, penyanyi, bahkan petani pasti akan menghasilkan sesuatu yang berkembang apabila tahu apa yang ingin dilakukan, apa yang membuat kita berbeda dan orisinal.
Akhir-akhir ini semenjak adanya tren menjadi seorang YouTuber, gue melihat banyak dari mereka yang terlalu banyak meniru sampai-sampai tidak tahu mau menampilkan apa. Tidak salah namun ikut-ikutan tren dan mengadaptasi yang sudah ada saja akan memberikan mereka keuntungan jangka pendek bukan jangka panjang. Ibaratnya mereka seringkali mengikuti laju ombak lalu saat ombaknya sudah tidak ada, mereka malah hanyut ke dalam laut. Jadi penting sekali mereka juga memiliki tujuan, visi misi pada apa yang mereka ciptakan demi keberlangsungan nama mereka baik di dunia maya maupun nyata. Seperti yang gue bilang tadi, di awal juga gue banyak coba-coba. Tidak tahu mau memberikan karya seperti apa yang cukup representatif. Hingga akhirnya eksplorasi gue menemukan satu titik di mana gue sadar saluran YouTube gue bisa berguna untuk orang lain.
Di era kebebasan yang semakin minim ini gue merasa saluran gue bisa menjadi media untuk berekspresi dan berdiskusi secara sehat. Gue bahkan bisa mendebatkan pendidikan di Indonesia yang ternyata banyak hal ajaib di sistem belajar-mengajarnya. Sejumlah orang menceritakan pengalamannya bersekolah di mana ada yang terlambat masuk sekolah hukumannya harus menebang pohon, ada juga sekolah yang tidak lagi memperbolehkan membawa ponsel padahal transportasi satu-satunya ke sekolah adalah menggunakan ojek online. Selama bisa bersuara untuk alasan yang baik gue bangga bisa jadi representasi mereka yang kurang didengar suaranya. Being the voice of the voiceless.