Kurang lebih selama empat tahun terakhir aku mulai mencari tahu lebih dalam mengenai konsep mindfulness. Berusaha untuk bisa lebih hadir dan menyadari apa yang terjadi saat ini. Aku banyak membaca buku serta menonton video yang membahas seputar topik mindfulness dan juga filosofi stoikisme. Setelah mulai mendalami konsep ini, aku mulai menyadari bahwa diri kita dan lingkungan sekitar adalah hal yang fundamental dalam hidup. Hal ini juga menjadi salah satu alasanku untuk memulai gaya hidup zero waste.
Sebenarnya perkenalanku dengan konsep gaya hidup zero waste sendiri bisa dibilang terjadi karena orang-orang yang ada di sekitarku, termasuk pasangan dan sahabat. Aku ingat ada satu momen ketika seorang sahabatku datang berkunjung, dia minta tissue, lalu dengan alasan ingin berbuat baik aku memberikan beberapa helai dengan harapan dia mendapatkan cukup tissue yang dibutuhkan. Ternyata, hal ini justru membuatnya bertanya kenapa harus memberikan sebanyak itu? Padahal menggunakan barang secukupnya jauh lebih baik.
Beberapa waktu setelahnya, aku kemudian diajak untuk menonton film dokumenter mengenai sampah, sebuah karya dari Indonesia berjudul “Pulau Plastik”. Mungkin sebagian dari teman-teman juga sudah ada yang menonton. Film ini menceritakan fakta-fakta mengenai sampah yang selama ini tidak aku sadari. Bagaimana sebuah plastik yang melewati proses produksi begitu lama, hanya kita pakai selama lima menit, lalu setelahnya menjadi sampah yang baru bisa terurai ratusan tahun setelahnya.
Aku baru sadar, bahwa saat ini mungkin membuang sampah di tempatnya saja tidak cukup. Sampah yang kita buang pada dasarnya hanya berpindah tempat, tapi tidak menghilang dari bumi. Kemudian aku mulai berpikir, apa yang bisa aku lakukan untuk setidaknya mengurangi sampah yang aku hasilkan dari kehidupan sehari-hari.
Sebenarnya caraku dalam menerapkan gaya hidup zero waste juga masih sangat jauh dari kata sempurna. Proses ini juga aku lalui perlahan-lahan, tahap demi tahap. Dimulai dengan kebiasaan untuk membawa sendiri wadah dan peralatan makan saat berpergian ke luar rumah. Setelah itu aku mencoba untuk mulai memasak sendiri makanan yang ingin aku pesan secara online, mungkin sudah hampir satu tahun terakhir aku sudah tidak lagi membeli makanan online, selain sampah kemasan yang dihasilkan, proses memasak makanan yang aku inginkan juga ternyata semakin terasa menyenangkan.
Perlu diakui memang ada beberapa anggapan atau stereotype tentang gaya hidup zero waste. Mulai dari mahal, ribet, atau tidak efisien. Ternyata setelah mulai dijalani aku rasa tidak demikian. Menerapkan gaya hidup zero waste menurutku tidak serta merta mengharuskan kita langsung mengganti semua barang yang kita punya dengan produk atau brand yang memiliki sertifikasi ramah lingkungan atau zero waste. Kita bisa menggunakan apa pun yang sudah kita punya di rumah. Ini juga membuat kita lebih mindful dalam menggunakan barang yang sudah kita beli selama ini.
Saat baru mulai menerapkan gaya hidup yang lebih ramah lingkungan, aku memang pernah merasa takut untuk menjelaskan bahwa aku punya wadah sendiri saat berbelanja. Beberapa kedai juga sempat menolak karena sistem branding yang mereka miliki. Belum adanya regulasi yang jelas dalam penggunaan plastik kemasan makanan dan pengiriman paket memang masih terasa cukup menantang dalam menjalani gaya hidup yang lebih minim sampah.
Di dunia yang serba cepat saat ini seakan membuat kita merasa bahwa apa pun yang lambat artinya tidak baik. Seolah semua yang tidak cepat atau mudah artinya buruk bagi hidup kita, mungkin kita sudah terlalu dimanjakan dengan segala inovasi dan teknologi yang ada. Menjalani proses dalam mendapatkan sebuah hal menurutku bisa melatih rasa tanggung jawab kita dalam mengonsumsi sesuatu. Bagiku, membawa wadah sendiri saat membeli makanan atau berbelanja adalah bentuk tanggung jawabku terhadap apa yang aku konsumsi. Walau memang butuh proses untuk bisa membiasakan diri dengan perubahan gaya hidup yang dijalani.
Di dunia yang serba cepat saat ini seakan membuat kita merasa bahwa apapun yang lambat artinya tidak baik. Padahal, menjalani proses dalam mendapatkan sebuah hal menurutku bisa melatih rasa tanggung jawab kita dalam mengonsumsi sesuatu.
Penerapan gaya hidup zero waste bagiku tidak hanya berdampak baik bagi lingkungan tetapi juga diriku sendiri sebagai manusia. Aku jadi lebih sadar tentang apa yang sebenarnya aku butuhkan dan inginkan. Aku bisa lebih mindful dalam membeli barang atau makanan, ini juga membantuku dalam mengurangi impulsive buying yang juga membuatku menjadi lebih hemat. Sekaligus melatih diri untuk bisa merasa cukup dengan apa yang aku punya saat ini.
Akhirnya aku mulai menyadari bahwa kita bukan hanya konsumen yang harus mengonsumsi semua barang dan makanan yang ada di dunia. Kita masih bisa hidup dengan baik saat mengonsumsi apa yang kita perlukan secukupnya. Sebagai manusia, kita hidup dengan mengambil apa yang alam sediakan untuk kita, maka kita juga harus menggunakannya dengan bijak lalu kita kembalikan ke alam dengan penuh tanggung jawab demi diri kita dan generasi berikutnya. Bumi hanya ada satu jadi kita yang harus merawat tempat tinggal kita sendiri dengan baik.
Sebagai manusia, kita hidup dengan mengambil apa yang alam sediakan untuk kita, maka kita juga harus menggunakannya dengan bijak lalu kita kembalikan ke alam dengan penuh tanggung jawab demi diri kita dan generasi berikutnya.