Melihat seseorang yang tampil penuh percaya diri ‒ suka tersenyum, berdiri dengan tatapan optimis, terkadang membuat kita merasa terintimidasi. Berpikir bahwa dia tak mungkin memiliki perasaan insecure, tidak aman, dan nyaman dengan dirinya sendiri. Kita tidak bisa melihatnya dari luar karena perasaan tersebut adanya di dalam hati dan benak masing-masing orang. Banyak sekali mereka yang menampilkan diri percaya diri, berpura-pura penuh dengan langkah pasti, padahal dalam hati penuh dengan kritik pada dirinya sendiri. Memang, berbicara soal insecure sama saja berbicara soal penerimaan diri. Bergelut dengan pikiran sendiri. Tidak ada kiat khusus yang dapat menyelesaikan perasaan negatif tersebut selain menumbuhkan kesadaran untuk dalam menerima diri apa adanya. Kebanyakan, trik yang disuguhkan di berbagai media itu hanyalah trik untuk tampil percaya diri. Padahal satu-satunya jalan untuk membuat diri nyaman adalah dengan menyadari pentingnya penerimaan diri.
Menerima diri sendiri merupakan langkah awal mencintai diri. Ketika sudah terbangun cinta itu kita akhirnya mengetahui peran apa yang kita mainkan di kehidupan ini. Ketika sudah menerima diri apa adanya kita dapat bergerak, berjalan dengan sadar sehingga membuat keputusan-keputusan yang baik dan bermanfaat tidak hanya untuk diri sendiri dan orang lain. Dari hari ke hari terdapat kegiatan sederhana yang bisa kita lakukan untuk menghalau insecurity. Utamanya adalah dengan menyadari kerugian self-compare. Membandingkan diri dengan orang lain hanya akan memperkuat perasaan insecure tersebut. Kita tidak nyaman dengan keberadaan diri karena terus membandingkan apa yang kita tidak miliki dengan yang dimiliki orang lain. Kita harus mulai menyadari betapa bedanya setiap orang. Kemampuan, kondisi, latar belakang setiap manusia di semesta ini berbeda. Tak bisa kita mengingini menjadi orang lain sampai harus banyak melakukan kritik pada diri sendiri. Kritik yang membangun tentu baik. Tapi jika dilakukan berlebihan nantinya bisa membuat kita menghilangkan penghargaan pada diri.
Menerima diri sendiri merupakan langkah awal mencintai diri.
Oleh sebab itu, kita harus bisa menggali lebih dalam dan pintar-pintar mencari tahu serta mengolah kelebihan yang tersimpan dalam diri. Percayalah bahwa tidak mungkin ada orang yang tidak punya kelebihan sedikit pun. Setelah menemukan titik terang tersebut, fokuslah pada pengembangannya. Tajamkan kelebihan yang bermukim pada diri kita. Sedikit demi sedikit setiap harinya. Sampai akhirnya kita perlahan bisa memupuk pemikiran untuk menghargai diri sendiri dan menerima kelebihan orang lain sebagai motivasi untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Bukan patokan untuk berevolusi menjadi orang tersebut seutuhnya. Penghargaan dan nilai diri ini sama dengan self-love. Kemampuan melihat kebaikan diri mengarahkan kita pada kemampuan mencintai diri sendiri. Perasaan cinta itulah yang memungkinkan kita untuk mengesampingkan insecurity. Tidak ada cara lain yang paling baik untuk menyelesaikannya selain cinta ini.
Meskipun begitu, kita juga harus selalu ingat bahwa mencintai diri sendiri bukan menjadi orang yang narsistik. Bukan alasan untuk menjadi seseorang yang egois hingga tidak mau mendengarkan masukan orang lain. Belakangan memang ada konstruksi pemahaman tentang penerimaan diri. Banyak individu yang sering memahami penerimaan diri berarti tidak lagi harus berubah untuk orang lain. Berarti orang lainlah yang harus menerima diri kita apa adanya. Benar, kita harus berubah demi diri sendiri. Tidak bisa terpaksa demi orang lain. Selama memang tidak merugikan orang lain kita memang tidak harus berubah mengikuti perkataan orang. Akan tetapi kita juga harus pandai merefleksikan diri apalagi kalau sudah berkenaan dengan kepentingan orang lain. Jika apa yang kita perbuat sudah merugikan orang lain berarti sudah harus sadar untuk berbenah diri lagi.
Mencintai diri sendiri bukan menjadi orang yang narsistik.