Salah satu ajaran dari keluargaku adalah hidup harus jelas, kita harus punya tujuan apa yang ingin dilakukan di masa depan. Kemudian tujuan tersebut dibagi untuk jangka pendek dan jangka panjang. Sebenarnya aku suka journaling dari dulu, aku tulis tujuan apa saja yang aku inginkan. Secara umum, aku merasa mulai butuh menentukan tujuan mulai dari SMA. Saat SMA kita harus mulai menentukan jurusan kuliah yang kita suka karena akan berhubungan dengan karir kita dalam jangka panjang.
Tujuan yang aku buat juga bukan hanya tentang karir. Salah satu contohnya aku juga menuliskan kalau aku ingin merawat diri, lebih rajin ibadah, atau mungkin ingin lebih sering ngobrol bersama orang tua. Jadi, menentukan tujuan menurutku juga bisa dilakukan untuk memperbaiki sikap yang lebih bersifat non-formal.
Setelah mulai merincikan tujuan aku merasa hidup jadi lebih terstruktur karena kalau kita mengerjakan sesuatu tanpa destinasi yang jelas, bisa jadi demotivasi di tengah jalan atau lama-lama merasa hilang arah. Dengan aku merincikan goals untuk 5 atau 10 tahun ke depan, to do list harianku menjadi jelas, apa yang harus aku kerjakan dan yang paling penting juga hidupjadi lebih tenang. Terkadang tanpa sadar aku mudah dipengaruhi oleh teman, apa yang ingin dikerjakan samapi sekolah ke mana. Sehingga aku bertanya-tanya apakah ini memang apa yang ingin aku kerjakan? Semenjak aku menentukan tujuan aku sendiri, ketika satu per satu jadi kenyataan hal itu jadi penghargaan tersendiri buat aku.
Terkadang tanpa sadar aku mudah dipengaruhi oleh teman, seperti apa yang ingin dikerjakan sampai sekolah ke mana. Sehingga aku bertanya-tanya apakah ini memang apa yang ingin aku kerjakan? Semenjak aku menentukan tujuan aku sendiri, ketika satu per satu jadi kenyataan hal itu jadi penghargaan tersendiri buat aku.
Menurutku perlu dipahami bahwa tujuan kita akan berganti-ganti sesuai dengan tahapan hidup yang sedang dijalani. Cara aku untuk menentukan skala prioritas adalah melihat secara general apa hal paling penting dalam hidup. Kalau sekarang prioritas pertamaku adalah anak, kedua keluarga, ketiga baru karir. Tentu skala ini juga bisa menyesuaikan situasi. Kalau pada suatu waktu ternyata keluarga membutuhkan aku untuk kepentingan dengan skala yang lebih kecil dan masih bisa dilakukan di lain waktu atau orang lain, kemudian di saat bersamaan karir aku dengan sekala kepentingan yang lebih besar butuh aku kerjakan mungkin aku akan mempertimbangkan mendahulukan karir.
Aku selalu memperbaharui goals. Bisa jadi hanya penyesuaian tapi bisa juga berubah total. Kalau penyesuaian, selalu aku lakukan setiap tahun atau saat aku memasuki babak kehidupan baru. Miisalnya, ketika awalnya masih mahasiswa kemudian menikah tentu berubah, menikah kemudian punya anak juga pasti berubah. Sekarang juga sebenarnya sedang aku alami, mungkin dulu aku tidak menyangka bahwa setelah punya anak aku benar-benar ingin memprioritaskan anakku, sehingga mungkin ada mimpi-mimpi yang aku geser, tunda, atau bahkan aku ubah sepenuhnya.
Proses mengubah tujuan memang harus dipikirkan matang-matang. Biasanya aku akan butuh waktu sendiri, kemudian aku runutkan apa saja yang sekarang ingin aku capai, aku juga selalu berdiskusi dengan support system aku, entah dengan suami atau sama ibu aku untuk dapat second opinion. Apakah keputusan aku untuk menunda atau mengubah goals ini sudah tepat. Setelahnya aku pikirkan kembali pro-kontra yang akan terjadi setelah perubahan ini. Apa saja positif dan negatifnya, setelah itu keputusannya kembali ada di tanganku. Perlu pemikiran matang tentunya agar aku tidak menyesal setelahnya.
Aku sebenarnya adalah seorang dokter yang juga sempat mengambil jurusan kesehatan masyarakat. Selain bidang kesehatan aku juga memiliki ketertarikan dalam bidang pendidikan, salah satunya dengan mendirikan yayasan untuk pendidikan, Limitless Foundation. Bentuk perkembangan dari buku aku yang kemudian bertumbuh menjadi yayasan yang fokus dalam menyediakan akses informasi dan finansial bagi teman-teman yang belum bisa dapat kesempatan yang sama seperti kita.
Dari awal sebenarnya bidang aku kesehatan tapi aku juga punya ketertarikan di bidang pendidikan terus awalnya aku diajak oleh suatu start-up untuk menggalang donasi untuk teman-teman yang butuh biaya, terutama teman-teman yang kehilangan orang tua atau orang tuanya di-PHK karena Covid itu kita buat penggalangan dana dan ternyata jumlahnya cukup besar, sehingga aku rasa harus ada lembaga yang menaungi. Oleh karenanya aku mendirikan Limitless Foundation. Terkadang ada asumsi tentang orang yang tidak melanjutkan pendidikan tinggi karena orangnya kurang usaha atau memang malas tapi sebenarnya masalah muncul dari segi perbedaan informasi yang mereka terima.
Terkadang ada asumsi tentang orang yang tidak melanjutkan pendidikan tinggi karena orangnya kurang usaha atau memang malas tapi sebenarnya masalah muncul dari segi perbedaan informasi yang mereka terima.
Dari situ aku pikir bahwa masalahnya adalah akses informasi ditambah faktor ekonomi. Jadi selain memberikan akses secara finansial lewat donasi, kita juga perlu memberikan akses informasi yang mereka butuhkan. Tujuannya agar semua orang punya modal yang sama untuk mencapai tujuan mereka dalam bidang pendidikan. Sejauh ini beasiswa masih hanya berasal dari penggalangan dana. Tapi kan itu bukan sesuatu yang sustain. Aku berharap beasiswa ini ke depannya terus bisa berjalan tidak hanya bergantung dari donasi. Mungkin bisa bekerjasama dengan perusahaan lain atau pendanaan dari aku pribadi. Jadi di masa mendatang aku akan mengusahakan agar program beasiswa ini bisa terus berjalan.