Self Health & Wellness

Mencegah Adiksi Gawai Pada Anak

Diena Haryana

@dienaharyana

Aktivis Anak dan Pendiri Yayasan Sejiwa

Sudah delapan belas tahun, sejak Yayasan SEJIWA beroperasi. Awal mula inisiasi dibentuknya yayasan ini adalah lantaran kasus perundungan yang cukup marak dan kurang mendapat perhatian dari masyarakat. Kejadian-kejadian seperti masa orientasi yang berlebihan dari senior kepada junior hingga bahkan berujung dengan hilangnya nyawa seorang anak rasanya pada masa itu tidak teratasi dengan baik. Maka, Yayasan SEJIWA berdiri untuk betul-betul mengkampanyekan isu perundungan khususnya bagi anak.

Saya yang juga memang tidak bisa dikatakan ahli perihal perundungan anak ini kemudian berusaha untuk bisa berjejaring dan bekerja sama dengan para ahli. Salah satunya adalah seorang ahli dari Skotlandia yang sekaligus juga menjadi mentor saya mengenai isu ini. Kemudian kami juga membuat konferensi besar di Indonesia dengan dukungan dari GE Foundation untuk membagikan pehaman akan perundungan bagi masyarakat luas.

Seiring berjalannya waktu, saya kemudian menyadari bahwa isu yang dihadapi oleh anak juga turut berkembang seiring dengan perkembangan teknologi yang ada. Mulai dari cyberbullying, eksploitasi anak secara seksual di ruang digital, hingga penyebaran isu intoleransi pada anak seperti ujaran kebencian pada orang lain yang memiliki perbedaan atribut maupun identitas. Kini kami juga fokus bergerak untuk memberikan perlindungan pada anak baik di ranah daring maupun luring.

Salah satu cara untuk bisa memberikan perlindungan adalah dengan penyediaan layanan konseling, yang bernama “Hotline Bersamamu”. Layanan ini kini diampu oleh 29 orang psikolog hasil kolaborasi bersama Psimas, sebuah komunitas lulusan Psikologi dari Universitas Gadjah Mada. Melalui hotline ini kami mencoba membantu anak, orang tua, pendidik, serta masyarakat luas terkait dengan isu-isu kesehatan mental secara gratis. Banyak hal yang dapat diatasi melalui sesi konseling ini. Selain itu, kami juga memberikan pelatihan-pelatihan khususnya pada anak dan orang tua mengenai beragam topik, salah satu yang saat ini tengah gencar kami upayakan adalah mengenai fenomena adiksi gawai yang cukup umum kita jumpai.

Tidak hanya pada anak, adiksi terhadap gawai seperti ponsel, laptop, atau tablet juga sering kita dijumpai terjadi pada orang tua. Saya bahkan pernah bertemu dengan seorang ibu yang marah-marah karena tersinggung oleh pembahasan isu ini dan merasa dirinya memang sangat perlu menggunakan gawai hingga lupa bahwa ada tugas lain yang ia miliki sebagai orang tua yakni memberikan perlindungan dan pendampingan pada anak.

Adiksi terhadap gawai juga sebenarnya bermacam-macam. Mulai dari kecanduan terhadap media sosial, games, hingga yang paling parah adalah pornografi. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Kemendikbud dan Kemenkes pada tahun 2019 terhadap anak SMP-SMA, 97% diantaranya pernah terpapar konten pornografi di internet. Adiksi terhadap gawai ini sebenarnya sangat serius hingga bisa mengubah perilaku anak, dari yang tadinya masih bersedia berinteraksi dengan keluarga hingga menarik diri dan memutuskan untuk terus menerus menggunakan gawai tanpa kontrol yang baik. Untuk bisa sembuh dari kecanduan ini, ada banyak sekali faktor yang memengaruhi dan memang bukan perjalanan yang mudah. 

Maka, poin yang berusaha kami suarakan justru lebih mengedepankan pencegahan terhadap adiksi gawai melalui pelatihan pada orang tua dan pendidik. Kami mengkampanyekan progam Play, Connect, and Explore (PCE). Masa anak-anak adalah waktu yang sangat baik untuk belajar dan mengeksplorasi banyak hal. Tidak harus selalu eksplorasi ke tempat-tempat yang jauh, coba ajak anak untuk bermain, bercakap, dan berinteraksi dengan hal-hal yang biasa kita temui di rumah. Misalnya di dapur, kenalkan pada anak apa itu bawang merah, bawang putih, jahe, lengkuas, atau kunyit. Hal-hal keseharian ini sebenarnya bisa membantu anak untuk memperlajari lebih banyak kosa kata yang bisa ia gunakan untuk mendeskripsikan apa yang dirinya lihat, rasakan, dan pikirkan. 

Masa anak-anak adalah waktu yang sangat baik untuk belajar dan mengeksplorasi banyak hal. Tidak harus selalu eksplorasi ke tempat-tempat yang jauh, coba ajak anak untuk bermain, bercakap, dan berinteraksi dengan hal-hal yang biasa kita temui di rumah.

Ajak anak untuk berinteraksi dan bercakap. Saya beberapa kali melihat bahwa anak-anak sekarang sulit berbincang dengan orang lain karena kalimat yang dirinya gunakan tidak lengkap. Saat ditanya mengenai sebuah peristiwa atau opini, mungkin ia akan kesulitan karena tidak terbiasa untuk menjabarkan hal-hal tersebut dalam sebuah kalimat yang utuh. Oleh karena itu, orang tua harus mengambil peran untuk bisa memberikan kesempatan anak untuk mengelaborasikan opini maupun perasaan yang ia miliki. Pada dasarnya kebiasaan baik yang dimiliki anak memang akan sangat terpengaruh dengan bagaimana peran pendampingan orang tua di rumah.

Orang tua juga sebaiknya tidak menggunakan gawai sebagai senjata pamungkas untuk membuat anak duduk tenang. Menurut saya, paling tidak pada usia 0-5 tahun anak tidak perlu dikenalkan dengan gawai, justru peran orang tua di sini sangat penting untuk mengenalkan lingkungan tempat hidup kita pada anak. Di usia 6 mungkin kita bisa mulai mengenalkan saja sebenarnya apa itu gawai, baru sekitar usia 13 tahun sepertinya menjadi waktu yang tepat bagi anak untuk bisa mulai menggunakan gawai sendiri. 

Orang tua juga sebaiknya tidak menggunakan gawai sebagai senjata pamungkas untuk membuat anak duduk tenang. Menurut saya, paling tidak pada usia 0-5 tahun anak tidak perlu dikenalkan dengan gawai, justru peran orang tua di sini sangat penting untuk mengenalkan lingkungan tempat hidup kita pada anak.

Saya dan Yayasan SEJIWA juga mengkampanyekan program 3S yaitu screen time, screen break, dan screen zone. Screen time, artinya kita dalam hal ini sebagai orang tua juga harus memberikan batasan berapa lama anak bisa berada di depan layar dalam sehari. Pada anak usia 13 hingga 15 tahun saya rasa tiga jam dalam sehari adalah batasan waktu yang tepat. Selebihnya anak juga harus punya waktu untuk mengembangkan diri, otak manusia pada dasarnya berkembang melalui gerakan dan eksplorasi. Melalui pergaulan dan berkomunikasi dengan orang lain. 

Screen break, artinya dari tiga jam yang diberikan juga tidak boleh dihabiskan dalam satu kali duduk. Berikan jeda setiap 20 hingga 30 menit saat menggunakan gawai. Tidak hanya pada anak, kita juga bisa melakukan ini. Setiap kali bekerja di depan layar, berikan waktu jeda, misalnya dengan melakukan peregangan atau berjalan untuk mengambil air minum. Karena kalau kebiasaan menggunakan gawai secara terus menerus dalam waktu lama ini tidak diawasi lama kelamaan ini akan menjadi rutinitas yang akan sulit untuk diubah. 

Terakhir adalah screen zone, di sini peran orang tua cukup krusial untuk memberikan peraturan di ruangan mana saja anak bisa menggunakan gawai. Menurut saya paling tidak ada ada dua ruangan yang seharusnya menjadi zona larangan untuk menggunakan gawai, yaitu ruang tidur dan ruang makan.

Saat makan, coba biasakan seluruh anggota keluarga untuk benar-benar menikmati makanan yang ada dan untuk saling berinteraksi dengan anggota keluarga lainnya. Jadikan momen makan menjadi kesempatan untuk bisa saling bercakap menikmati atmosfer keluarga, curhat, bercanda, atau menyampaikan ide-ide yang ada di kepala. Kalau hal ini sudah dibiasakan sedari kecil, saat dewasa nanti anak akan benar-benar paham apa arti keluarga.

Mereka akan memiliki memori dan emosi positif saat berkumpul dengan orang tua dan saudara. Itulah alasan mengapa paling tidak kita butuh pulang dan bertemu keluarga paling tidak di momen seperti Hari Natal, Idul Fitri, atau tahun baru. Karena di masa kanak-kanak rasanya jauh lebih penting untuk bisa mengenali potensi, bakat, serta orang-orang yang ada disekeliling daripada sekadar duduk diam di depan gawai. 

Related Articles

Card image
Self
Alam, Seni, dan Kejernihan Pikiran

Menghabiskan waktu di ruang terbuka bisa menjadi salah satu cara yang bisa dipilih. Beberapa studi menemukan bahwa menghabiskan waktu di alam dan ruang terbuka hijau ternyata dapat membantu memelihara kesehatan mental kita. Termasuk membuat kita lebih tenang dan bahagia, dua hal ini tentu menjadi aspek penting saat ingin mencoba berpikir dengan lebih jernih.

By Greatmind x Art Jakarta Gardens
13 April 2024
Card image
Self
Belajar Menanti Cinta dan Keberkahan Hidup

Aku adalah salah satu orang yang dulu memiliki impian untuk menikah muda, tanpa alasan jelas sebetulnya. Pokoknya tujuannya menikah, namun ternyata aku perlu melalui momen penantian terlebih dahulu. Cinta biasanya dikaitkan dengan hal-hal indah, sedangkan momen menanti identik dengan hal-hal yang membosankan, bahkan menguji kesabaran.

By Siti Makkiah
06 April 2024
Card image
Self
Pendewasaan dalam Hubungan

Pendewasaan diri tidak hadir begitu saja seiring usia, melainkan hasil dari pengalaman dan kesediaan untuk belajar menjadi lebih baik. Hal yang sama juga berlaku saat membangun hubungan bersama pasangan.

By Melisa Putri
06 April 2024