Consumerism is what drives us nowadays.
Bagiku perubahan dunia sungguh sangat terasa. Apa yang kita lakukan tidak lagi didasari pada sebuah kesadaran hidup namun semata-mata mengejar kesenangan sesaat dan instant gratification. Itu yang aku telah jalani selama bertahun-tahun ini. Mungkin pengaruh lingkungan sekitar yang membuatku seperti itu – semuanya bisa kudapatkan dengan mudah.
Begitu lah aku. Sungguh maskulin dan tak menyentuh energiku sebagai wanita.
Bagiku wanita modern memiliki persona yang hebat yang kadang membuat kita melupakan hakikat sebagai perempuan. Tanpa bermaksud meletakkan posisi perempuan sebagai makhluk lemah, aku belajar bahwa sangat penting bagi wanita untuk hidup seimbang. Wanita boleh bekerja dan mengejar karir, namun jangan lupakan self-care, nurturing, dan istirahat. Memang sulit untuk menjalani keseimbangan seperti itu di zaman modern yang segalanya bergerak begitu cepat.
Diriku yang dulu sangat fokus pada apa yang kukerjakan hingga lupa untuk meluangkan waktu bagi diri sendiri. Mungkin itulah akar masalah personal yang menjadi titik permulaan semua ini – hormon. Aku mengalami masa-masa menstruasi yang tidak normal: siklus yang panjang dan terasa begitu menyakitkan.
Berbagai macam pengobatan telah kujalani, tak satupun mampu mengurangi rasa sakitku. Seorang teman yang mengalami rasa sakit yang sama pun berbagi kisahnya. Dia putuskan untuk mengubah gaya hidup. Dia ubah pola makannya. Aku cukup skeptis bahwa perubahan kecil seperti itu bisa menyembuhkanku. Tapi apapun kulakukan untuk bisa terlepas dari rasa sakit ini.
Awalnya, protokol yang kuikuti masih menyarankan untuk menyantap daging dalam porsi minim. Seiring berjalannya proses penyembuhan, aku belajar banyak hal tentang veganisme dan dampaknya pada lingkungan, pada bumi yang kita cintai ini.
Saat ini aku melihat manusia hadir hanya untuk mengeksploitasi sumber daya alam tanpa peduli kelangsungan hidup bumi. Aku yakin cara hidup ini akan membawa kita ke dalam sebuah bencana, kesusahan, kepunahan. Sungguh menyeramkan.
Kita tidak lagi tinggal di 2000 tahun yang lalu saat peternakan bukanlah industri besar. Saat itu semua dilakukan secara berkelanjutan, penuh dengan kepedulian dan nyaris tidak ada konsumsi berlebihan. Aku percaya masalah bumi bisa mulai dijawab apabila kita manusia mulai paham pentingnya melakukan semua dalam kadar yang wajar. Tidak memenuhi nafsu overconsume.
Sejak itu aku berkomitmen mengambil langkah besar dengan menjalani prinsip veganisme.
Bumi sekarang telah kehilangan keseimbangannya. Veganisme menjadi jalan untuk mengembalikan bumi ke keadaan yang seimbang.
Tak perlu waktu lama bagiku untuk dapat beradaptasi. Tiga minggu kubiarkan tubuh ini merasakan perubahan dengan sendirinya.
Dikelilingi orang-orang yang suportif menjadi anugerah tersendiri. Mereka menguatkan keinginanku. Beberapa orang terdekat pun ikut mengambil langkah yang sama, menjadi vegan atau vegetarian.
Hidup bukanlah hidup jika semuanya berjalan lancar. Pasti ada aral yang melintang. Dalam perjalananku, beberapa teman mulai menjauh sejak aku menjadi vegan. Mereka kira aku akan sulit untuk diajak nongkrong dan makan di mana-mana. Aku hanya bisa tertawa. Mereka anggap kalau menjadi vegan artinya tidak bisa makan macam-macam. Padahal aku masih santai. Kemana mereka ajak, aku pasti bisa menyesuaikan apa yang akan kumakan.
Pada akhirnya aku menemukan lingkaranku yang baru: mereka yang suportif dan mereka dengan pemikiran serta cara pandang sama. That’s life – kita keluar masuk lingkar pertemanan yang berbeda karena kita adalah manusia yang selalu berubah. You naturally attract your tribe. Kita hanya sedang berada di fase hidup yang berbeda. Beberapa kebiasaan lama ditanggalkan, hal-hal baru kita temukan.
Sesungguhnya yang tersulit bagiku justru bukan pada perubahan pola makan, namun apa yang dipakai. Sebagai vegan, penggunaan produk pakaian dan aksesoris yang berasal dari hewan seperti bulu dan kulit harus dibatasi. Sementara aku bekerja di industri hiburan dan mode yang justru sangat akrab dengan keduanya. Perang batin berkecamuk. Konsistensi dengan apa yang kupercaya menjadi pemicu untuk diriku pada akhirnya menolak beberapa tawaran dari label mode besar.
Beruntung aku memiliki manajemen yang suportif yang mau melakukan riset terhadap perusahaan atau brand mengenai proses bisnis mereka – apakah sesuai dengan prinsip-prinsip yang kupercaya seperti tidak melakukan animal testing dan sebagainya, atau tidak. Pada akhirnya memang harus diakui tawaran pekerjaan menjadi menurun karena keputusan yang kuambil ini. Tapi aku mencoba menikmatinya.
Mungkin gaya hidup yang kujalani seperti saat ini memang belum cukup popular – terutama di Indonesia. Namun justru veganisme ini membuatku lebih bahagia. Aku kini lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, memasak makananku sendiri, dan beristirahat. Ya, aku masih tetap bekerja bukannya berubah menjadi pribadi yang malas. Namun menurutku semuanya menjadi lebih seimbang. Dengan menjaga keseimbangan ini, aku percaya bahwa aku dapat lebih powerful dalam menggunakan energi femininku.
Tata Rias oleh Engelina Inez