Setiap harinya, kita harus dihadapkan dengan berbagai hal yang mengharuskan untuk mengambil sebuah keputusan. Setiap keputusan yang dibuat hari ini akan memengaruhi hari esok. Seiring berjalannya waktu, semakin dewasa, kita akan dihadapkan dengan pilihan-pilihan yang lebih sedikit meskipun akan lebih sulit memilihnya. Dulu, saat lebih muda dari sekarang, saya dihadapkan dengan pilihan yang banyak dan bisa dengan mudah menentukan mana yang dipilih. Tanpa perlu banyak pertimbangan. Namun sekarang, untuk membuat satu pilihan memerlukan banyak pertimbangan di ke depannya.
Setiap keputusan yang dibuat hari ini akan memengaruhi hari esok.
Semisal di pekerjaan, untuk membuat sebuah lagu atau album, saya perlu berpikir ekstra, butuh meminta masukan dari kolega, butuh referensi, dan lain-lain. Tidak bisa dalam satu hari langsung mengambil keputusan. Begitu juga dalam hubungan, karena sekarang sudah memiliki istri, saya harus mempertimbangkan kepentingannya juga sebelum memutuskan sesuatu. Di aspek percintaan, menurut saya segala keputusan yang dibuat harus didasarkan pada nilai kasih.
Berbeda sekali dengan saya yang dulu yang pernah dalam masa melakukan dan memikirkan apapun sendirian. Tidak jarang keputusan dibuat karena pemikiran impulsif dan spontan. Kalau melihat kembali ke belakang, rasanya banyak sekali keputusan yang salah dan yang saya sesali. Di masa remaja hingga beranjak dewasa, saya tidak punya mentor sehingga tidak ada orang yang memberitahu atau menuntun ke jalan-jalan yang benar. Jarang sekali saya minta pendapat orang lain. Jadi, ketika harus memutuskan sesuatu saya akan memutuskannya secara spontan tanpa memikirkan masa depan. Setiap hari saya hanya hidup hari itu saja karena berpikir kalau tidak mengambil keputusan cepat, orang lain akan mengambilnya.
Kalau dipikir-pikir dulu saya jadi orang yang sok tahu. Mungkin kalau saya lebih sering bertanya, lebih banyak inspirasi yang didapatkan. Tapi, jika dulu saya tidak seperti itu mungkin jalannya akan berbeda sekarang. Saya bisa jadi bukan pribadi yang sekarang. Mungkin saya tidak akan bertemu istri atau tidak membuat album. Jadi, menurut saya ketimbang dijadikan penyesalan, lebih baik saya jadikan energi. Penyesalan yang berkepanjangan tidak akan mengubah keadaan. Saat sudah menyadari kesalahan yang dibuat, baiknya kita bisa berdamai dan melihat gambaran besarnya saja agar tidak terus berada dalam penyesalan.
Saat sudah menyadari kesalahan yang dibuat, baiknya kita bisa berdamai dan melihat gambaran besarnya saja agar tidak terus berada dalam penyesalan.
Sekarang situasinya cukup banyak berubah. Pikiran impulsif sudah semakin bisa diredam. Kini saya banyak berdiskusi dengan istri atau teman-teman terdekat jika hendak membuat keputusan. Walaupun sebenarnya jangan juga meminta pendapat dari terlalu banyak orang. Kita harus pintar-pintar menyaring pendapat dan tahu siapa saja orang yang bisa dipercaya untuk memberikan masukan. Semakin dewasa, kita akan semakin tahu mana orang-orang yang benar-benar berarti untuk hidup. Buatlah diri kita dikelilingi orang-orang yang baik. Mereka yang akan banyak membantu kita bertumbuh menjadi pribadi yang lebih baik pula.
Semakin dewasa, kita akan semakin tahu mana orang-orang yang benar-benar berarti untuk hidup.
Dalam perjalanan hidup, jika memang keputusan yang dibuat ternyata salah dan menyakiti orang lain, baiknya kita memikirkan matang-matang tindakan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki situasi tersebut. Kita punya dua pilihan: terpuruk dalam rasa bersalah atau menyelesaikannya. Menurut saya, pertama-tama yang sebaiknya dilakukan adalah berdamai dengan diri sendiri. Lakukan introspeksi diri terlebih dahulu barulah kemudian menyampaikan pada orang yang disakiti. Kalau memang tidak bisa menyampaikan secara langsung, pilihlah medium yang paling tepat untuk diri masing-masing.
Sampaikanlah permintaan maaf dengan tulus, baik dan benar. Terkadang sekalipun yang kita ucapkan benar, tapi kita tidak punya kasih, maka sama saja kita sebenarnya “membunuh” orang itu. Baik belum tentu benar dan benar belum tentu baik. Kebenaran, sejatinya, harus disertai dengan kasih agar dapat menjadi kebenaran dan kebaikan. Apabila kemudian kita sudah berupaya tapi ternyata tidak ada respon dari orang tersebut, jangan terpuruk di sana sebab itu bukanlah masalah kita lagi. Kita tidak bisa mengatur orang lain untuk memaafkan ketika upaya meminta maaf dan mengakui kesalahan dengan tulus sudah dilakukan. Jangan sampai kita terus menyalahkan diri karena orang tersebut tidak merespon.
Baik belum tentu benar dan benar belum tentu baik. Kebenaran, sejatinya, harus disertai dengan kasih agar dapat menjadi kebenaran dan kebaikan.
Refleksi tentang keputusan dalam hidup pun saya tuangkan di lagu “Dan Ku Berlalu”. Di sana tersampaikan pesan untuk memutuskan keluar dari hal-hal negatif yang sudah terlalu lama mengelilingi. Ketika kita sudah menyadari bahwa sedang berada dalam lingkungan yang tidak sehat, baiknya langsung putuskan untuk keluar. Apalagi jika berbagai upaya terbaik sudah dilakukan untuk memperbaiki situasi. Selama seseorang terus berada dalam lingkungan tidak sehat itu, ia bisa tersakiti dan membuat luka berkepanjangan. Sebisa mungkin, ia harus “berlari” keluar dari sana sesegera mungkin. Setelah keluar, barulah ia bisa berpikir jernih atas tujuan hidup yang sebenarnya.