Belakangan ini ada sebuah istilah yang mungkin sering muncul di media sosial teman-teman, sebuah konsep bernama reparenting. Sebetulnya istilah yang satu ini memang baru sekali terdengar, khususnya di era pandemi kemarin. Saat banyak orang yang merasa stress dan burnout karena terbatasnya ruang gerak. Kemudian, sebagian mulai mencari tau apa yang sebenarnya terjadi, mengapa konflik yang dirasakan di rumah menjadi semakin intens? Lalu muncullah konsep inner child. Dulu, konsep ini masih menuai pro-kontra, banyak yang masih mempertanyakan fakta dari luka batin sebagai akibat dari trauma.
Sebagai jawaban dari konsep inner child, maka muncullah konsep reparenting atau mengasuh ulang diri sendiri. Setelah ditelusuri kembali, akar dari trauma yang dialami oleh banyak orang ternyata dimulai di fase anak-anak atau remaja. Kemudian episode tersebut membuat mereka terperangkap di fase itu. Meski fisiknya sudah tumbuh dewasa, sebagian dari jiwanya tetap hidup di masa lalu.
Bentuk dari trauma pun tidak selalu hasil dari kekerasan secara fisik, pengabaian dari orang tua yang luar biasa sibuk juga bisa membentuk trauma bagi anak. Perlu diingat juga bahwa pemicu trauma setiap orang akan berbeda-beda, pengalaman yang serupa bisa dimaknai berbeda bagi setiap orang. Oleh karena itu, reparenting atau mengasuh ulang diri sendiri perlu dilakukan untuk memberikan kebutuhan kita yang tidak berhasil terpenuhi di masa lalu.
Bentuk dari trauma pun tidak selalu hasil dari kekerasan secara fisik, pengabaian dari orang tua yang luar biasa sibuk juga bisa membentuk trauma bagi anak.
Salah satu bentuk trauma yang paling berat ialah saat inner childnya terluka. Di dalam diri kita ada anak-anak yang tetap hidup sampai sekarang, meskipun kita telah dewasa. Tidak semua orang mengalami hal ini, ada pula yang inner childnya bahagia, tergantung pada pengalaman apa yang ia lalui di masa kecil. Konsep reparenting sendiri biasanya dilakukan oleh orang-orang yang inner childnya terluka.
Selayaknya kita bersikap pada anak kecil, bentuk konkret mengasuh diri sendiri bertujuan untuk memenuhi kebutuhan diri kita. Misalnya kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, dan rumah. Kalau itu sudah terpenuhi, ada pula kebutuhan akan rasa aman. Aman secara fisik maupun psikis. Kalau begitu, apa langkah konkret yang bisa kita terapkan utnuk mengasuh diri?
Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah refleksi diri, dengarkan apa yang sebenarnya diri kita butuhkan.
Kalau sedang lelah, maka istirahat, jangan terlalu keras pada diri sendiri. Sering kali kita memaksakan diri bekerja terlalu keras karena pengalaman masa lalu yang sulit, sehingga kita merasa perlu bekerja sekeras mungkin agar tidak lagi menderita. Hal ini tak jarang membuat kita abai terhadap apa yang sebenarnya sedang dirasakan.
Kedua, dengarkan dan terima perasaan yang sedang dirasakan.
Saat mengasuh diri sendiri, terima dulu semua bentuk emosi yang kita miliki. Tanyakan kenapa hari ini kamu murung? Apa yang sedang dirasakan? Apa yang sebenarnya diinginkan? Untuk bisa memenuhi kebutuhan diri, tentu kita harus memahami apa yang sebenarnya dibutuhkan. Caranya adalah dengan jujur dan menerima apa yang sedang dirasakan. Apapun emosi yang sedang kita rasakan tidak boleh disangkal. Biasanya kepala kita akan jauh lebih riuh karena penyangkalan yang kita lakukan.
Ketiga, coba temukan solusinya.
Setelah memahami apa yang dirasakan dan diinginkan. Kita bisa mulai berbincang dengan diri sendiri untuk menemukan solusi. Kalau sedang ingin dipeluk, berikan pelukan hangat pada diri sendiri seakan kita sedang memeluk seorang anak kecil. Kalau ternyata sedang sangat lelah, luangkan waktu untuk istirahat. Membangun batasan juga penting. Mungkin selama ini kamu terlalu sibuk menyenangkan orang lain hingga lupa membahagiakan diri sendiri.
Membangun batasan juga penting. Mungkin selama ini kamu terlalu sibuk menyenangkan orang lain hingga lupa membahagiakan diri sendiri.
Keempat, coba cari teman bicara.
Kita tidak bisa terus menerus sendirian. Hal ini kemarin terjadi cukup parah di masa pandemi, dimana sedikit sekali kesempatan kita untuk berbincang dengan orang lain. Sama halnya seperti anak-anak, kita juga butuh teman untuk berbicara atau bercanda.
Kelima, cari aktivitas yang playful.
Baik itu anak-anak atau orang dewasa, semua orang perlu main. Kita juga perlu mencari aktivitas yang bertujuan untuk menyenangkan hati tanpa tuntutan apapun. Caranya bisa dimulai dengan melakukan hobi yang digemari, misalnya menonton, berkebun, nongkrong dengan teman, atau journaling. Apapun kegiatannya yang penting tujuannya adalah untuk membiarkan diri kita bermain tanpa ada ekspektasi yang harus dipenuhi.
Baik itu anak-anak atau orang dewasa, semua orang perlu main. Kita juga perlu mencari aktivitas yang bertujuan untuk menyenangkan hati tanpa tuntutan apapun.
Terakhir, jangan lupa merawat diri secara fisik.
Tubuh dan jiwa adalah dua hal yang tidak dipisahkan, jadi jangan lupa untuk merawat tubuh kita. Caranya dengan memastikan asupan gizi yang seimbang, olahraga, dan tidur yang berkualitas. Kenapa anak kecil harus banyak bergerak? Supaya ia punya saluran untuk mengeluarkan energi negatif yang ada di dalam diri. Maka, meski kita bukan lagi anak-anak kita juga harus lebih banyak bergerak secara fisik untuk mengeluarkan energi negatif dalam diri.
Pemulihan diri dengan reparenting ini bisa dilakukan oleh siapapun. Mengasuh diri akan selalu kita lakukan sepanjang hidup. Kalau sekiranya luka masa lalu yang dirimu alami sudah mengganggu kehidupan sehari-hari, dalam artian kamu tidak lagi bisa berfungsi dengan normal, maka proses ini harus dibantu oleh professional seperti psikoterapis atau psikolog klinis. Jadi sesuaikan juga pengaplikasian reparenting dengan kebutuhanmu dirimu. Reparenting tidak selalu harus dilakukan sendirian.
Tujuan dari mengasuh diri sendiri adalah stabilitas secara emosional dan kebahagiaan. Berbahagia juga bukan hanya soal kondisi finansial, tetapi juga kondisi mental dan psikis kita. Ketika kita punya kondisi mental dan emosional yang stabil, kita bisa melihat dunia dari kaca mata yang lebih bahagia, kita bisa lebih joyful dalam mengerjakan sesuatu. Tentu kita akan lebih produktif dan kontributif. Produktif dalam arti mampu menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawab kita dan kontributif dalam arti bisa mengenali diri serta orang-orang sekitar. Karena kebahagiaan adalah sesuatu yang harus diperjuangkan. Sesuatu yang memerlukan energi, waktu, dan keterampilan kita dalam bersikap dan berpikir.
Kebahagiaan adalah sesuatu yang harus diperjuangkan. Sesuatu yang memerlukan energi, waktu, dan keterampilan kita dalam bersikap dan berpikir.
Jangan menyalahkan diri akan apa yang pernah terjadi di masa lalu, ini adalah bagian dari self-compassion. Hal ini sangat penting agar kita bisa sayang sama diri sendiri dengan segala apa yang pernah terjadi di masa lalu. Saya selalu mengingatkan teman-teman agar bisa lebih membuka hati dan pikiran untuk bisa menerima diri sendiri. Perbanyak pengetahuan dan informasi mengenai cara mengasuh diri sendiri, agar kita bisa memahami diri dengan lebih baik.
Terakhir, kita juga perlu ingat agar tidak meggantungkan hidup dan kebahagiaan kita pada orang lain, sekalipun kepada orang tua. Orang tua kita adalah individu yang terpisah dari kita, mereka juga punya luka dan tantangan yang perlu dihadapi.