Selama beberapa waktu terakhir, saya memang cukup banyak mendalami ilmu mengenai trauma. Bisa dikatakan, perjalanan hidup yang kemudian mengantarkan saya sampai ke sini. Ada sebuah pengalaman masa kecil yang terbilang cukup membekas bagi saya, ketika mendiang nenek saya meninggal dunia. Ternyata ada perasaan duka dan kehilangan yang belum terproses dengan baik. Pengalaman ini lantas menjadi salah satu alasan kenapa saya mencari tahu dan belajar lebih dalam mengenai trauma.
Ketika kita mendengar kata trauma, besar kemungkinan teman-teman akan langsung mengasosiasikannya dengan hal-hal yang tersimpan di pikiran atau psikologis saja. Padahal, sebenarnya tubuh kita juga menyimpan trauma tersebut. Ketika kita melihat kembali alasan kita dalam mengambil keputusan atau cara menjalani hidup memang tidak akan pernah lepas dari trauma.
Sebelum itu, mungkin kita bisa mulai membahas trauma dari definisinya terlebih dahulu. Apa itu trauma?
Trauma sebenarnya adalah bagian dari proses kehidupan kita yang belum terintegrasi dengan baik. Manusia itu tidak hanya terdiri dari tubuh fisik, kita juga terdiri dari jiwa, emosi, serta perasaan. Oleh karena itu, kini kita sering mendengar latihan-latihan mindfulness yang membantu kita untuk menjalani hidup dengan lebih berkesadaran.
Trauma sebenarnya adalah bagian dari proses kehidupan kita yang belum terintegrasi dengan baik.
Ketika sebuah memori atau momen tidak bisa kita proses atau bahkan sadari, ini biasanya menimbulkan reaksi yang kurang tepat terhadap pengalaman tersebut. Reaksi yang kita berikan terhadap sebuah peristiwa yang tidak terproses dengan baik inilah yang kemudian dinamakan dengan trauma. Kumpulan reaksi serta emosi yang tidak terintegrasi dengan baik tersebut kemudian menumpuk dan membentuk sebuah siklus.
Banyak diskusi atau anggapan bahwa untuk bisa menyelesaikan trauma, kita butuh healing. Menurut saya ini kurang tepat, karena proses healing cenderung linear. Sedangkan, trauma secara sederhana adalah bagian dari memori atau emosi di dalam diri kita yang belum terintegrasi sehingga kemudian muncul dan meminta perhatian kita untuk dapat diproses dengan lebih tepat. Proses ini bisa terjadi berulang dan terus menerus sepanjang hidup.
Tidak pula semua memori buruk dapat kita katakan sebagai trauma. Trauma bukan tentang kejadiannya tetapi bagaimana kita bereaksi terhadap sebuah peristiwa. Kita kemudian punya perasaan entah itu takut, marah, atau cemas. Perasaan-perasaan ini yang kemudian membentuk suatu perspektif. Kejadian atau peristiwa hanya menjadi pemantik, hal ini juga bisa kita gunakan untuk kemudian menyadari trauma atau perasaan apa yang belum terintegrasi dalam diri kita selama ini.
Trauma bukan tentang kejadiannya tetapi bagaimana kita bereaksi terhadap sebuah peristiwa. Perasaan-perasaan ini yang kemudian membentuk suatu perspektif.
Secara alamiah, pikiran kita akan mencari data yang paling mudah untuk diakses. Seorang individu umumnya akan memiliki core believe, sebuah cara pandang atau ideologi yang kita pegang sedari kecil. Core believe ini datang dari lingkungan tempat kita bertumbuh, kemudian membentuk cara kita menjalani kehidupan.
Setelahnya muncul pertanyaan baru, lantas bagaimana cara untuk memahami atau menemukan pemantik trauma kita?
Prosesnya memang tidak sederhana dan sekejap mata. Sekarang juga sudah ada banyak sekali latihan-latihan mindfulness yang bisa kita terapkan untuk menjadi sebuah meditasi habit. Proses penyelesaian trauma memang tidak akan selesai dalam sekali jentikan jari, ini adalah sebuah proses seumur hidup. Saya juga masih berlatih untuk bisa mengenali dan menavigasi trauma dengan lebih baik.
Salah satu cara yang saya gunakan untuk melatih reaksi terhadap kejadian-kejadian yang memantik trauma adalah dengan journaling. Biasanya saya akan membuat mind map, tapi kamu bisa coba eksplorasi dan temukan caramu sendiri. Kita juga bisa mulai berlatih mengenali emosi kita dengan lebih mendengarkan sensasi-sensasi yang ada di tubuh kita. Biasanya tubuh kita akan memberikan sinyal kalau emosi kita mulai tidak nyaman. Saya berusaha memberikan jeda dari satu kegiatan ke kegiatan berikutnya untuk memperhatikan napas atau dengan berbaring sejenak, sembari benar-benar merasakan apa yang sedang tubuh saya alami.
Biasanya tubuh kita akan memberikan sinyal kalau emosi kita mulai tidak nyaman. Saya berusaha memberikan jeda dari satu kegiatan ke kegiatan berikutnya untuk memperhatikan napas atau dengan berbaring sejenak, sembari benar-benar merasakan apa yang sedang tubuh saya alami.
Perjalanan memahami dan memproses trauma sebenarnya bisa dilakukan secara mandiri ataupun dengan bantuan dari professional. Kuncinya adalah keyakinan dari dalam diri bahwa kita berada di tempat yang aman. Bantuan terapis atau professional lainnya juga bukan bertujuan untuk mengharuskanmu untuk datang terus menerus. Pada akhirnya kami berusaha membantu teman-teman untuk bisa lebih mandiri dalam mengelola reaksi yang muncul ketika berhadapan dengan sebuah peristiwa pemantik trauma.
Kesembuhan seseorang datangnya bukan dari terapis melainkan dirinya sendiri. Terapis atau bantuan professional lainnya hanya berperan untuk merangkul dirimu yang mungkin dulu tidak mendapat support system yang memadai dalam menghadapi sebuah situasi sehingga tidak memiliki kemampuan yang cukup untuk menghadapinya.
Support system menjadi sangat penting karena trauma tidak hanya tentang diri sendiri, ia berhubungan erat dengan struktur masyarakat tempat kita tinggal. Meski begitu, ketika kita menyembuhkan diri kita sendiri dan menyadari trauma ini secara tidak langsung kita berkontribusi untuk menyembuhkan lingkungan secara kolektif.
Saya percaya setiap manusia memiliki kebijaksanaan dalam dirinya masing-masing. Hal ini yang kemudian membantu setiap individu untuk menentukan arah hidupnya dan trauma adalah bagian dari proses membentuk kebijaksanaan dalam diri kalau sudah bisa kita integrasikan dengan baik.
Saya percaya setiap manusia memiliki kebijaksanaan dalam dirinya masing-masing.
Emosi kita akan selalu dinamis. Hidup damai bukan berarti tidak pernah marah, cemas, atau takut melainkan kita hanya lebih bisa beradaptasi dan menyadari emosi apa yang sedang terjadi dalam diri kita, sehingga kita tidak lagi terombang-ambing dalam menjalani atau menentukan pilihan hidup.