Circle Lifehacks

Melawan Takut Sama Dengan Berani

Halo, apa kabarmu?. Tak terasa pandemi sudah hampir dua tahun, ya.  Rasanya semakin sulit berinteraksi dengan orang luar karena keterbatasan dalam banyak hal. Namun syukur, kita masih bisa berinteraksi dengan orang-orang terdekat dan mungkin kini saatnya kita meluangkan waktu lebih banyak untuk mereka. Melalui tulisan ini, aku mau berbagi pengalaman salah satu orang terdekat dalam hidupku yang akhir tahun 2020 lalu divonis gerd anxiety. Aku tentunya tidak berpengalaman dalam membangun komunikasi yang baik, tapi aku berusaha menjadi orang yang bisa membuatnya nyaman untuk bercerita dan tidak meninggalkan atau membuatnya merasa menghadapinya sendirian. Pikirku saat pertama kali mendengar dia mengakui bahwa dirinya divonis gerd anxiety.

Ohya btw, gerd adalah dalah kondisi naiknya kembali (refluks) asam lambung dari perut ke kerongkongan. Asam lambung yang terus-terusan naik seminggu dua kali bisa dicuragai sebagai GERD. Sedangkan anxiety adalah gangguan kecemasan yang terjadi intens selama berbulan-bulan dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Untuk tahu lebih lanjut tentang gerd anxiety kalian bisa baca di artikel ini atau mencarinya sendiri, ya. Di sini ini aku mau berbagi bagaimana cara temanku menghadapi rasa takutnya karena divonis atas suatu hal yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.

Menurutnya perasaan saat pertama kali divonis gerd anxiety adalah kaget, tidak terima, merasa menjadi tidak normal lagi, hingga menyalahkan diri sendiri. Hal ini sangat membuatku terpukul hingga merasa menyesal atas banyak hal. Beruntung ia tidak terbayang untuk mengakhiri hidup. Semenjak temanku bergabung dengan komunitas gerd anxiety manifestasi setiap orang ternyata bervariasi dari tidak ingin keluar kamar berbulan-bulan, merasa kehilangan rasa berdaya guna, dan sebagainya. Kecemasan yang disebabkan gerd anxiety ini cukup dasyat dampaknya.

“Ketika aku belum menerima, ada banyak gejala dan manifestasi yang pada akhirnya memperparah keadaan. Aku tidak berani beraktivitas, tidak berani keluar kamar, karena merasa takut kambuh tiba-tiba di jalan. Takut pingsan atau serangan jantung hingga mati, intinya takut yang berlebihan. Istilah yang sering aku pakai tuh otakku korup karena memikirkan sesuatu sangat berlebihan dan itu bahkan gak sesuai realita. Bayangkan kalian lagi berada dalam keadaan cemas mau sidang skripsi, bertemu klien penting, naik panggung, atau interview kerja, rasanya kayak gini tapi terus menerus hingga 5 kali lipat atau bahkan lebih. Nah itu yang aku rasakan.” Jawab temanku atas pertanyaan apa yang dia rasakan.

Pertanyaanku selanjutnya adalah bagaimana cara mengatasinya?.  Ia mengatakan berdamai dengan keadaan, cerita ke orang-orang terdekat dan syukurnya mereka mendukung. Mencoba mencari tahu apa itu gerd anxiety sampai menemukan komunitas. Bertemu berbagai cerita dan menemukan beragam manifestasi terhadap penyakit ini. Mencari informasi tentang solusi sehingga bertemu ahli yang membahas ilmunya yang mudah dipahami, mendekatkan diri ke Tuhan dan sampai akhirnya ia menjalaninya karena tidak ada pilihan lain. Setelah menerima, ia menjadi lebih tenang, lebih berani, dan lebih pasrah. Temanku ini mulai sedikit paham karena mungkin ini jalan yang harus ia tempuh dan memang tak ada jalan lain. “Saat ini aku sedang menjalani hari-hari itu. Hari di mana aku memupuk keberanian setiap hari, bukan karena aku berani, tapi karena tidak ada pilihan lain lagi.” Ujarnya.

“Saat ini aku sedang menjalani hari-hari itu. Hari di mana aku memupuk keberanian setiap hari, bukan karena aku berani, tapi karena tidak ada pilihan lain.”

Ada banyak cerita yang aku dengar darinya, kadang aku dengarkan, kadang aku mencoba menenangkan dan menemani. Kadang juga aku mencoba mengingatkan atau mencoba memberikan pilihan solusi tapi tidak mengharuskannya memilih solusi yang kusarankan. Intinya dari semua yang aku lakukan aku ingin dia merasa dia tidak sendirian, akan selalu ada orang berusaha hadir meski terpisah jarak fisik karena itu salah satu wujud sayangku kepadanya.

Jangan merasa sendirian. Akan selalu ada orang yang berusaha hadir meski terpisah jarak fisik.

Aku sepakat dengannya, ada kalanya kita melalui tantangan hidup bukan karena berani, tapi karena tidak ada pilihan lain. Dalam banyak hal, bukankah kita juga melakukannya? Jadi, melawan takut menurutku sama dengan berani. Yuk, mulai peka dan lebih perhatian kepada orang-orang terdekat yang selama ini selalu ada dan sayang sama kita. Siapa tahu mereka sedang menghadapi sesuatu dan membutuhkan kita untuk membuatnya tidak merasa sendirian.

Ada kalanya kita melalui tantangan hidup bukan karena berani, tapi karena tidak ada pilihan lain. Dalam banyak hal, bukankah kita juga melakukannya?


Disclaimer:

Narasumber yang bersangkutan tidak ingin disebutkan namanya, namun bersedia menyebarkan pengalamannya.

Related Articles

Card image
Circle
Kembali Merangkai Sebuah Keluarga

Selama aku tumbuh besar, aku tidak pernah merasa pantas untuk disayang. Mungkin karena aku tidak pernah merasakan kasih sayang hangat dari kedua orang tua saat kecil. Sejauh ingatan yang bisa aku kenang, sosok yang selalu hadir semasa aku kecil hingga remaja adalah Popo dan Kung-Kung.

By Greatmind
24 November 2023
Card image
Circle
Pernah Deep Talk Sama Orang Tua?

Coba ingat-ingat lagi kapan terakhir kali lo ngobrol bareng ibu atau bapak? Bukan, bukan hanya sekedar bertanya sudah makan atau belum lalu kemudian selesai, melainkan perbincangan yang lebih mendalam mengenai apa yang sedang lo kerjakan atau usahakan.

By Greatmind x Folkative
26 August 2023
Card image
Circle
Berdaya dan Berkontribusi

Ketertarikanku untuk berbagi mengenai pengalaman dan tips pengembangan diri sebenarnya dimulai ketika aku bekerja di salah satu perusahaan konsultan keuangan di Jakarta. Saat itu, banyak yang bertanya melalui media sosial mengenai kiat untuk bisa bekarir di perusahaan tersebut. Lalu setelahnya, aku juga mulai berbagi mengenai topik pengembangan diri dan karir.

By Lavina Sabila
20 May 2023