Self Science & Tech

Media Sosial Bukan Sekadar Ambisi

“Ah, saya sih gak kepikiran mau jadi selebgram atau influencer-influencer gitu, bukan saya banget yang kaya gitu,” jawab seorang teman ketika saya membahas pentingnya membangun social presence lewat konten online. Tapi, di sisi lain mereka juga berkata, “Wah, enak juga ya dapet uang gampang tinggal foto-foto doang.”

Sebagai orang yang berkarya di industri kreatif, saya bisa dibilang termasuk terlambat untuk menyadari kekuatan media sosial untuk bisnis. Tahun 2014 adalah titik pertama saya menyadari bahwa media sosial punya direct impact terhadap perkembangan semua lini bisnis.

Dimulai dari berbagi yang saya suka yaitu fotografi di Instagram, lalu bertemu dengan komunitas hingga akhirnya mendirikan perusahaan konsultan kreatif vosFoyer merupakan #BagianTerbaik yang pernah saya lakukan dalam hidup. Saya tidak pernah menyangka bahwa seorang lulusan teknik elektro yang tersirat kaku dan tidak kreatif, bisa terjun ke industri yang bertolak belakang dengan jurusan pendidikan.

“Aduh, saya sih gak perlulah bangun personal branding, memang saya punya kehebatan apa. Udah banyak yang lebih hebat dan pintar dari saya, nanti malah dikata-katain sama temen”

Isu selanjutnya juga yang sering saya dengar dimana kita merasa kita bukan siapa-siapa, gak perlu bangun personal branding karena nanti bakal dicemooh juga sama sekitar. Padahal, tanpa kita sadari personal branding itu sudah kita lakukan TANPA peran media sosial sedikitpun.

Saya ambil contoh diri saya sendiri, seorang William Sudhana, ketika di rumah akan terlihat lebih santai dan banyol di depan keluarga, tapi ketika berada di kantor akan lebih tegas dan task oriented walaupun sesekali tampil santai. Sedangkan ketika sedang hangout bersama teman akrab akan sangat luwes dan ekspresif, tetapi ketika berada di lingkungan baru dipenuhi orang tidak dikenal akan lebih observant tanpa banyak bicara. Itu semua adalah karakter asli seorang William Sudhana bagaimana dia menempatkan diri di konteks berbeda sehingga mendapatkan persepsi yang berbeda-beda juga dari lingkungan tersebut. Tanpa media sosial pun, kita sudah mem-branding diri kita.

Kabar baiknya, saya tidak pernah menyangka bahwa seluruh intangible asset saya (network, interpersonal skill, dan entrepreneurship) saat ini berasal dari setiap konten yang saya bagikan secara konsisten sejak 2014. Dari sekadar berbagi siapa saya, apa keahlian saya, bagaimana saya mau dikenal, dan apa yang bisa saya bantu dengan keahlian saya tanpa harus memalsukan diri saya. Sesuatu yang sebenarnya bisa dilakukan oleh setiap dari kita tanpa butuh keahlian apapun.

Tahun 2020 menjadi bukti nyata bahwa media sosial adalah solusi paling praktis untuk promosi. Setiap orang yang mempunyai massa menjadi target untuk “diminta bantuan” mempromosikan produk jualan emergency kita. Tentu ini jadi ladang pendapatan yang empuk banget, kan? Ketika semua bisnis turun, pendapatan dari media sosial malah terbang tinggi.

Mereka yang dulu mencemooh kamu, sekarang malah berbalik minta bantuan kamu karena ternyata pengaruhmu sangat dibutuhkan untuk membantu mereka. Tanpa kita sadari, ternyata usaha kita berbagi di media sosial sudah membuka kesempatan lain dalam hidup kita.

Tanpa kita sadari, ternyata usaha kita berbagi di media sosial sudah membuka kesempatan lain dalam hidup kita.

Satu cerita menarik yang baru-baru saja terjadi, ada seorang penari professional yang menuliskan komentar di sebuah video campaign merek minuman dimana konsep video bertemakan tarian elegant. Begini kira-kira komentarnya,

“Saya sedih melihat video ini karena seharusnya peran dari talent di video ini bisa dilakukan oleh kami. Sebagai professional dancer, kami sudah berlatih bertahun-tahun untuk bisa menghasilkan gerakan yang sempurna. Apalagi di masa pandemi ini, para professional dancer sangat terkena imbasnya dengan job yang sepi. Tapi kenapa talent yang dipilih adalah selebgram?”

Membaca komentar ini, saya merenung dan turut bersimpati. Tapi di sisi lain, saya juga berefleksi bahwa di masa sekarang ini, kompetisi yang terjadi bukan hanya sesama pelaku industri saja, tapi cross-industry dan juga siapa yang jadi Top of Mind ketika mencari talent. “Everyone can be an influencer, everyone can be anything.” Tidak perlu menunggu ahli untuk menjadi sesuatu. Karena dinamisme yang terjadi memungkinkan itu terjadi bahkan dalam konteks bisnis sekalipun. Kenapa bukan professional dancer yang dipilih tapi malah selebgram? Tentu jawabannya karena sebegitu sulitnya mencari talent yang berkualitas diantara jutaan manusia di industri. Pada akhirnya, siapa yang paling diingat dan dirasa cocoklah yang akan dipilih. Tujuannya adalah bagaimana nama kita bisa dalam sekejap muncul di kepala calon klien ketika diasosiasikan atas hal tertentu. Kabar baiknya, semua itu bisa kita lakukan tanpa biaya apapun, hanya berinvestasi waktu dan energi di media sosial lewat konten.

Tidak perlu menunggu ahli untuk menjadi sesuatu.

Tidak semua hal harus dibagikan di media sosial, tapi hal yang bisa membantumu mengejar tujuan hidupmu itu yang bisa terus kamu bagikan. Karena dengan cara itu, kamu bisa merasakan bagian terbaik dari media sosial dalam menunjang karir dan mimpimu.

Tidak semua hal harus dibagikan di media sosial, tapi hal yang bisa membantumu mengejar tujuan hidupmu itu yang bisa terus kamu bagikan.

Menurut saya, berbagi di media sosial bukan soal mau atau tidaknya menjadi Selebgram ataupun Influencer, tapi ini adalah langkah awal kita beradaptasi dengan dinamisme pasar dimana hampir 90% perilaku masyarakat kita sudah diakses via Internet.

Saya percaya, dengan melihat sisi terbaik dari diri kita, kita bisa mulai berbagi pengalaman, cerita, bahkan inspirasi yang kamu alami tanpa harus takut dicemooh oleh sekitar. Boleh juga “mampir” ke media sosial vosFoyer karena di sana vosFoyer akan memberikan banyak tips konkret bagaimana kamu bisa membangun kenyamanan diri, teknik membuat konten dan topik-topik seru sehingga ini akan jadi safe zone untukmu.

Saya percaya, dengan melihat sisi terbaik dari diri kita, kita bisa mulai berbagi pengalaman, cerita, bahkan inspirasi yang kamu alami tanpa harus takut dicemooh oleh sekitar.

Ingat bahwa ini adalah investasimu sendiri dan kamu yang akan menikmatinya juga sendiri nantinya. Mari sama-sama menjadikan media sosial kita sebagai #HealthierDigitalEcosystem karena kita semua adalah Influencers.

Related Articles

Card image
Self
Peran Mentorship Untuk Pendidikan Yang Lebih Baik

Jika melihat kembali pengalaman pembelajaran yang sudah aku lalui, perbedaan yang aku rasakan saat menempuh pendidikan di luar negeri adalah sistem pembelajaran yang lebih dua arah saat di dalam kelas. Ada banyak kesempatan untuk berdiskusi dan membahas tentang contoh kasus mengenai topik yang sedang dipelajari.

By Fathia Fairuza
20 April 2024
Card image
Self
Alam, Seni, dan Kejernihan Pikiran

Menghabiskan waktu di ruang terbuka bisa menjadi salah satu cara yang bisa dipilih. Beberapa studi menemukan bahwa menghabiskan waktu di alam dan ruang terbuka hijau ternyata dapat membantu memelihara kesehatan mental kita. Termasuk membuat kita lebih tenang dan bahagia, dua hal ini tentu menjadi aspek penting saat ingin mencoba berpikir dengan lebih jernih.

By Greatmind x Art Jakarta Gardens
13 April 2024
Card image
Self
Belajar Menanti Cinta dan Keberkahan Hidup

Aku adalah salah satu orang yang dulu memiliki impian untuk menikah muda, tanpa alasan jelas sebetulnya. Pokoknya tujuannya menikah, namun ternyata aku perlu melalui momen penantian terlebih dahulu. Cinta biasanya dikaitkan dengan hal-hal indah, sedangkan momen menanti identik dengan hal-hal yang membosankan, bahkan menguji kesabaran.

By Siti Makkiah
06 April 2024