Adalah naluri alamiah manusia untuk ingin mengendalikan hal-hal dalam kehidupannya. Naluri ini berkaitan erat dengan insting primitif manusia untuk bertahan hidup. Namun, kompleksitas dan saling keterkaitan segala sesuatu dalam hidup, dapat membuat hal-hal yang bisa dikendalikan dan dipengaruhi menjadi sangat minim. Contoh sederhana dalam hidup sehari-hari adalah kita tidak bisa mengendalikan cuaca, reaksi orang lain, kemacetan lalu lintas, hal-hal yang umumnya di luar diri kita. Lantas hal ini sering menjadi faktor risiko seseorang mengalami stres, frustrasi, dan rasa takut.
Adalah naluri alamiah manusia untuk ingin mengendalikan hal-hal dalam kehidupannya. Naluri ini berkaitan erat dengan insting primitif manusia untuk bertahan hidup.
Sisi lainnya adalah jika kita coba untuk melihat ke dalam (diri). Mencoba untuk melihat mendalam, ada hal-hal dalam diri kita yang mungkin juga sulit "dikontrol". Istilah overthinking yang sekarang familiar diucapkan generasi millenial dan Gen Z, mungkin adalah contoh paling mudah dan relatable yang menunjukkan hal ini. Betapa tidak mudahnya "mengontrol" buah pikir atau pemikiran yang muncul agar tidak beranak-pinak menjadi suatu cerita, asumsi, prediksi atau ramalan, dan sebagainya. Menyadari hal ini, mungkin membuat kita merasa tak berdaya; hal-hal di luar diri tidak bisa dikontrol, di dalam diri juga sulit. Namun, ini adalah kenyataan yang terjadi, dan sering kali kita tidak sadar.
Salah satu hal penting dalam proses pendewasaan adalah pembelajaran mengetahui apa yang bisa dan tidak bisa kita kontrol. Ini digambarkan dengan baik dalam Serenity prayer: "O God, give us the serenity to accept what cannot be changed, the courage to change what can be changed, and the wisdom to know the one from the other."
Salah satu hal penting dalam proses pendewasaan adalah pembelajaran mengetahui apa yang bisa dan tidak bisa kita kontrol.
Praktikalitas pesan yang disampaikan dalam doa ini memberi arah dalam menavigasi hidup: bahwasanya kita akan mengalami pasang-surut (eksternal), juga hal-hal dalam hidup akan membuat kita merasa ups and downs (internal), serta perlunya mengkultivasi kualitas ketabahan, keberanian dan kebijaksanaan.
Mengetahui dan memahami dengan jelas mana hal-hal yang bisa diubah, mana yang tidak bisa, mana yang bisa kita pengaruhi secara langsung atau pun tidak langsung, dapat membantu kita memiliki sikap yang (relatif lebih) proporsional dalam menjalani hidup. Sikap yang proporsional ini mungkin tergambarkan dalam paragraf berikut dari Shantideva, seorang filusuf India abad ke-8 M: "Jika ada solusi untuk masalah yang datang, mengapa harus sedih atau kecewa? Jika tidak ada jalan keluar untuknya, apa gunanya murung?"
Adanya kualitas kejernihan pikiran (mindfulness), dan dengan menghidupi nilai-nilai yang tersurat di serenity prayer, kita bisa belajar kapan dan di mana kita perlu mengerahkan usaha. Hidup menjadi suatu sikap proaktif dan efisien karena kita tahu jelas apa yang bisa kita usahakan. Sebaliknya, kita juga belajar kapan dan di mana kita perlu ikhlas, letting go. Kita memiliki pilihan, tidak harus mengalami "tambahan" penderitaan, stres, ketakutan, karena ngotot ingin mengontrol hal-hal yang memang di luar control atau pengaruh kita.
However, it is often easier said than done. Hence, let's mindfully practice and cultivate.