Ada sebuah istilah yang saya rasa sangat umum beredar di kalangan mahasiswa yang memilih untuk mengambil jurusan psikologi, yaitu ‘belajar untuk berobat jalan’. Kurang lebih sebenarnya istilah ini bisa saya pahami karena saya juga mengalami hal yang serupa. Idealnya mungkin saya melanjutkan pendidikan untuk menjadi psikolog, tapi saat itu saya mengurungkan niat karena merasa apa yang saya pelajari kurang selaras dengan apa yang sebenarnya saya cari.
Kemudian, setelah menikah dan dikaruniai anak, saya mengalami lonjakan dinamika emosi yang cukup signifikan. Dari situ saya juga sering beradu argumen dengan suami hingga saya merasa sepertinya saya membutuhkan bantuan dan akhirnya memilih mencoba modalitas hipnoterapi. Tertarik karena ternyata cara ini bekerja cukup baik bagi saya, akhirnya saya membulatkan tekat untuk mempelajari lebih dalam ilmu hipnoterapi di Jakarta selama dua pekan.
Semangat saya perlahan-lahan mulai hidup kembali untuk mempelajari lebih dalam mengenai ilmu psikologi manusia. Sampai pada akhirnya saya bentemu dengan sebuah konsep yang disebut dengan blueprint diri. Pada dasarnya, saya memang gemar mengobservasi alam. Ketika melihat matahari, bunga mawar, ataupun pohon, kemudian ini membuat saya sadar bahwa mereka memiliki karakter dan kebutuhan yang berbeda-beda, begitu juga manusia. Saya percaya ketika Tuhan menghembuskan ruh pada diri kita, ada kecerdasan, kebijaksanaan, dan kejernihan diri yang sudah Tuhan berikan sebagai bagian dari individu. Saya menyebutnya dengan nur atau kesejatian yang kita miliki sebagai manusia.
Ketika melihat matahari, bunga mawar, ataupun pohon, kemudian ini membuat saya sadar bahwa mereka memiliki karakter dan kebutuhan yang berbeda-beda, begitu juga manusia.
Lantas saat kita beranjak dewasa, kita memiliki dua kebutuhan mendasar yaitu kasih sayang dan rasa aman. Kita tidak pernah bisa memilih di mana dan bagaimana kita dilahirkan. Saat kita hadir di dunia, orang tua kita tentu sudah melalui hidupnya sendiri dengan segala cerita, trauma, dan keterbatasan yang mereka miliki. Lalu kemudian, kita akan mencoba untuk menyesuaikan diri dengan keadaan. Pada akhirnya, banyak di antara kita yang mengorbankan sebagian dari otentisitas dirinya untuk bisa mendapatkan validasi, penerimaan, serta kasih sayang dari orang-orang sekitar. Tanpa sadar kita belajar untuk merelakan sebagian dari diri kita untuk bisa berjalan beriringan dengan orang-orang yang kita anggap berharga.
Pada akhirnya, banyak di antara kita yang mengorbankan sebagian dari otentisitas dirinya untuk bisa mendapatkan validasi, penerimaan, serta kasih sayang dari orang-orang sekitar. Tanpa sadar kita belajar untuk merelakan sebagian dari diri kita untuk bisa berjalan beriringan dengan orang-orang yang kita anggap berharga.
Jadi sebenarnya apa yang dimaksud dengan otentisitas atau blueprint diri? Manusia terdiri dari banyak aspek, termasuk juga ancestral trauma. Singkatnya, kita adalah hasil dari penyesuaian yang sudah dilakukan mulai dari generasi-generasi sebelum kita. Blueprint diri adalah informasi yang holistik tentang kesejatian kita sebagai manusia. Saat kita berusaha menemukan hal ini, kita harus bersedia melalui proses untuk melepas satu per satu lapisan-lapisan dalam diri yang terbentuk berdasarkan pengalaman yang telah kita lalui. Hingga kita bisa merasakan kehadiran diri kita yang sebenar-benarnya dan lengkap dari segala aspek yang ada.
Berdasarkan pengalaman saya bertemu dengan teman-teman yang ingin menemukan blueprint diri, sebenarnya secara garis besar terdiri dua kelompok. Pertama, orang-orang yang merasa hidupnya tidak lagi bermakna atau orang yang ingin meningkatkan kualitas hidup dan menggali potensi baru dari dirinya. Untuk menemukan blueprint diri, kalau memang sudah memiliki modal pemahaman akan modalitas yang akan digunakan mungkin mereka hanya butuh sedikit bantuan. Meski begitu, menurut saya panduan professional akan sangat membantu untuk menemukan kesejatian dalam diri kita.
Berkaca dari pengalaman, saat benar-benar memahami makna keberadaan kita di dunia rasanya saya percaya bahwa segala hal mungkin terjadi. Bukan hanya soal materi tapi memahami dengan betul-betul potensi yang sebenarnya kita miliki juga membukakan pintu-pintu kebaikan baru dalam hidup. Meliputi kesehatan, kebahagiaan, hingga hubungan baik dengan orang-orang di sekitar kita. Saat potensi dan usaha kita sudah selaras, rasanya kesempatan untuk terus bertumbuh menjadi individu yang lebih baik kini terbuka lebih lebar.
Bukan hanya soal materi tapi memahami dengan betul-betul potensi yang sebenarnya kita miliki juga membukakan pintu-pintu kebaikan baru dalam hidup. Meliputi kesehatan, kebahagiaan, hingga hubungan baik dengan orang-orang di sekitar kita.
Lalu apakah proses penemuan diri ini bisa selesai? Sejujurnya menurut saya jawabannya adalah iya dan tidak. Iya, karena ada momen saat saya merasakan bahwa nanti di usia tertentu saya pada akhirnya untuk memutuskan hidup berdasarkan apa yang sudah saya perjuangkan, kemudian fokus hidup tanpa mengejar apapun. Di masa mendatang saya berencana untuk menurunkan nilai-nilai baik pada generasi selanjutnya. Salah satunya adalah dengan kebun permakultur yang sedang saya rintis untuk menghidupi diri saya di masa mendatang.
Di sisi lain proses penemuan diri memang tidak akan pernah selesai. Sepanjang hidup pasti kita tidak akan menemukan kesempurnaan. Akan selalu ada peristiwa baru yang mungkin melukai hati kita yang kemudian harus kita pulihkan. Ada banyak hal-hal mengejutkan yang datang dalam hidup kita tanpa diminta. Sebagian membahagiakan, sebagian lainnya mungkin meninggalkan luka, tapi kita tetap harus berjalan sembari sesekali rehat untuk menyembuhkan luka-luka yang ada.
Ada banyak hal-hal mengejutkan yang datang dalam hidup kita tanpa diminta. Sebagian membahagiakan, sebagian lainnya mungkin meninggalkan luka, tapi kita tetap harus berjalan sembari sesekali rehat untuk menyembuhkan luka-luka yang ada.
Kapanpun kamu akhirnya membaca artikel ini dan merasa sedang berjauhkan dengan diri sendiri. Saya selalu percaya hal pertama yang bisa kita lakukan untuk kembali memeluk diri sendiri adalah dengan kembali membangun koneksi dengan Tuhan. Karena hidup kita pada dasarnya adalah anugerah yang diberikan oleh Tuhan. Saya yakin di dalam diri semua manusia ada kebenaran yang sejati. Semoga dengan begitu, kita mulai bisa kembali menemukan tekat untuk berbaik hati pada diri sendiri. Serta mulai memperbaiki hubungan dengan satu-satunya manusia yang selalu hadir dalam segala tantangan hidup yakni diri kita sendiri.