Saya menyadari bahwa kedukaan adalah hal yang bisa dialami oleh siapa saja. Terlebih rasa duka karena kehilangan seseorang yang penting dalam hidup. Terkadang hal ini sulit untuk diceritakan kepada orang lain, karena tidak semua orang bisa memahami perasaan yang dialami saat berduka. Bukan karena mereka jahat atau tidak peduli, tapi karena mereka tidak mengalami apa yang kita rasakan.
Selama kurang lebih lima tahun terakhir, saya cukup dekat dengan topik kedukaan. Pengalaman dan sudut pandang saya akan duka kemudian saya coba rangkum dengan sangat sederhana dalam buku “Seorang Pria Yang Melalui Duka dengan Mencuci Piring”. Sebagian dari teman-teman mungkin terkejut dengan topik pembahasan yang saya angkat, mengingat citra saya di media sosial adalah seorang psikiater yang suka bercanda.
Di buku tersebut saya menceritakan beberapa pengalaman duka yang terjadi pada saya. Ada tiga kejadian utama, saat saya kehilangan ayah, kehilangan seorang teman dekat seusia saya, dan kehilangan anak. Ketiga pengalaman ini mengajarkan saya bahwa momen duka ternyata memang sangat luas. Dalam proses melalui duka, saya juga mempelajari berbagai teknik-teknik psikoterapi. Ternyata cara-cara yang saya lakukan juga bisa membantu pasien dan klien saya untuk melalui masa duka mereka. Akhirnya hal ini juga saya bagikan kepada audiens yang lebih luas melalui buku.
Kedukaan karena kehilangan juga bisa dimaknai berbeda-beda. Kehilangan pasangan karena putus atau bercerai, ada juga karena teman yang menjauh lalu pergi dari hidup kita. Tidak ada cara berduka yang mutlak benar atau salah. Alasan saya menulis buku “Seorang Pria Yang Melalui Duka dengan Mencuci Piring” sama sekali bukan untuk mengajari orang bagaimana cara berduka yang benar. Saya ingin menerjemahkan suatu konsep abstarak yang sulit dipahami menjadi lebih sederhana agar bisa dimengerti oleh semua orang, bahkan bagi yang tidak sedang berduka sekalipun.
Tidak ada cara berduka yang mutlak benar atau salah.
Setiap orang melalui duka dengan caranya masing-masing. Kalau berbicara tentang topik ini, pasti ada satu konsep yang selalu mucul yaitu teori 5 Stages of Grief dari Kübler-Ross, di buku yang saya tulis, saya tidak membahas teori itu sama sekali. Saya ingin menyampaikan bahwa cara melalui duka itu lebih dari sekadar teori dan keilmuan tetapi juga tentang pengalaman personal kita. Saya ingin mendefinisikan ulang tentang penerimaan. Menerima keadaan bukan berarti kita pasif dan tidak melakukan apa-apa, melainkan tetap mencoba untuk merasa kembali berdaya dengan hal apapun yang bisa dilakukan. Bagi saya, mencuci piring adalah salah satunya.
Menerima keadaan bukan berarti kita pasif dan tidak melakukan apa-apa, melainkan tetap mencoba untuk merasa kembali berdaya dengan hal apapun yang bisa dilakukan.
Ketika seseorang melalui fase kedukaan yang sangat berat, ia akan menyadari bahwa dirinya kehilangan makna dalam hidup. Ketika kita sedang berduka, terlebih karena ditinggalkan oleh seseorang, maka akan ada kekosongan yang dirasakan. Otak kita akan mencoba menemukan cara termudah untuk mengisi ruang kosong tersebut, sayangnya saat kehilangan seseorang kita tidak bisa dengan mudah mengembalikan orang yang sudah pergi dari hidup kita. Di sini saya ingin mengatakan bahwa wajar kalau kita berusaha mengisi kekosongan tersebut dengan ingatan yang dimiliki. Misalnya dengan memasang foto atau melakukan aktivitas yang dulu dilakukan bersama orang yang kini sudah tidak lagi ada bersama kita. Ini juga bukan berarti kita gagal move on, bisa jadi ini cara untuk tetap menghargai memori tersebut.
Kekosongan makna hidup karena berduka ini harus kita rancang kembali. Tidak harus sesuatu yang besar, makna itu bisa sesederhana kembali menjaga diri sendiri. Tidak ada cara paling benar dalam beduka, jadi mulailah ketika siap. Saya selalu mengatakan bahwa makna dalam hidup itu selalu ditemukan secara tidak sengaja, tapi proses pencariannya harus diusahakan. Analoginya seperti pergi ke restoran, di sebuah restoran sushi dengan menu yang sangat banyak kita harus mencoba berbagai menu dulu sampai kita menemukan menu favorit kita. Jadi, makna hidup selalu tidak sengaja kita temukan tapi bukan berarti kita hanya menunggu tanpa usaha.
Duka itu seperti luka, anggaplah kita kecelakaan lalu terkilir, kita tau bahwa nanti kita akan kembali beraktivitas seperti biasa. Saat terluka secara fisik, kita tidak akan langsung berkata bahwa kita sudah baik-baik saja dan langsung bisa melakukan aktivitas seperti semula. Kita cenderung bersikap baik pada diri sendiri kalau luka yang dirasakan adalah luka fisik, sedangkan saat terluka secara mental terkadang kita terlalu jahat pada diri sendiri. Be kind to yourself, berikan waktu yang cukup untuk mempersiapkan diri kembali menjalani rutinitas sehari-hari setelah berduka.
Jangan berusaha keras untuk melupakan rasa duka, karena semakin keras kamu berusaha melupakan justru akan semakin sulit. Daripada berusaha untuk lupa, lebih baik berusaha untuk menghargai bahwa duka itu ada tetapi ada cara untuk bisa melalui kedukaan ini dan tetap menjalani hidup. Entah itu satu tahun, enam bulan, atau sepuluh tahun, tidak ada deadline dalam berduka. Sedih itu tidak harus dihindari sepenuhnya, selama masih dalam porsi yang tepat.
Sulit sekali untuk menjawab kapan kita akan melalui masa berduka. Pada akhirnya saya melihat duka ini juga sebagai luka. Ketika luka sembuh akan timbul scar tissue atau jaringan parut, saat luka tersebut sembuh ia masih akan meninggalkan bekas atau rasa sakit. Mungkin saja ini bertahan seumur hidup, tapi tujuan menyembuhkan luka bukan untuk menjadikannya mulus seperti sebelumnya melainkan membuat kita tetap bisa kembali menjalani hidup meski setelah terluka.
Dalam ilmu kejiwaan, suatu hal akan dianggap mengganggu dan perlu ditangani lebih lanjut apabila memenuhi dua hal yakni distres dan disfungsi. Distres artinya penderitaan secara subjektif. Kalau sebuah situasi membuat seseorang menderita dan tidak nyaman maka ini butuh ditangani dengan lebih serius. Tapi rasa sakit ini bisa dirasakan berbeda-beda pada setiap orang, tergantung penilaian personal masing-masing individu. Kemudian disfungsi adalah gangguan dalam fungsi sehari-hari. Jadi selama duka tersebut tidak menimbulkan penderitaan dan gangguan fungsi yang nyata, artinya kita sudah melalui masa duka tersebut.
Selalu perlu waktu untuk memahami apa yang terjadi dalam hidup kita. Saat sedang berduka mungkin kita akan merasa ini tidak masuk akal, terlalu mendadak, atau semua orang begitu jahat. Tapi suatu saat, ketika kita melalui kedukaan perlahan-lahan kita akan mengerti dan menemukan kembali makna hidup yang sempat hilang.
Saat sedang berduka mungkin kita akan merasa ini tidak masuk akal, terlalu mendadak, atau semua orang begitu jahat. Tapi suatu saat, ketika kita melalui kedukaan perlahan-lahan kita akan mengerti dan menemukan kembali makna hidup yang sempat hilang.
Apabila teman-teman merasa bisa melalui masa berduka sendiri, silakan. Apabila berbicara dengan seseorang atau membaca buku dirasa membantu, maka lakukan. Apabila bantuan professional membuat kalian merasa lebih baik dan dimengeti, ini juga opsi yang bisa kamu pilih. Temukan cara yang paling bisa membantu dirimu kembali menemukan makna dalam hidup, help is available. Kepada teman-teman yang sedang berduka, saya hanya ingin mengatakan pertolongan selalu tersedia, berbaik hatilah pada dirimu sendiri, dan kembali jalani hidup seperti sedia kala saat kamu sudah siap.
Kepada teman-teman yang sedang berduka, saya hanya ingin mengatakan pertolongan selalu tersedia, berbaik hatilah pada dirimu sendiri, dan kembali jalani hidup seperti sedia kala saat kamu sudah siap.