Self Health & Wellness

Keluar dari Kebiasaan Mengeluh

Semua orang pasti pernah mengeluh, saya pun demikian. Pada dasarnya mengeluh adalah bentuk reaksi seseorang untuk mengekspresikan emosinya. Ada banyak alasan mengapa seseorang mengeluh, mulai dari persoalan pekerjaan hingga dinamika dalam sebuah hubungan. Ketika seseorang mengeluh, hal ini erat kaitannya dengan emosi-emosi negatif yang membuat dirinya tidak nyaman, seperti marah atau kecewa.

Sebetulnya manusiawi sekali saat seseorang ingin mengekspresikan emosinya. Bentuk ekspresi emosi juga tidak hanya mengeluh, bisa juga dengan menangis, memukul meja, dan sebagainya. Ketika seseorang berada dalam tahapan emosi yang intens, saat ia sangat amat kecewa, marah, atau sedih ia tentu ingin secepatnya melepas emosi tersebut. Sehingga, bagi beberapa orang mengeluh mungkin jadi cara yang dirasa efektif untuk mengeluarkan perasaan tidak nyaman di dalam diri.

Ekspresi emosi sebenarnya sangat-sangat dibutuhkan, karena kalau terus menerus dipendam justru akan menimbulkan kondisi yang lebih serius. Sebaiknya memang diekspresikan, dengan catatan jangan sampai cara mengekspresikan emosi yang dipilih justru menyakiti diri sendiri atau orang lain. Kebiasaan mengeluh yang berlebihan tentu juga memiliki dampak buruk. Salah satu dampak eksternalnya suasana berbincang yang tidak nyaman. Bayangkan kalau kita bertemu dengan teman yang hanya mengeluarkan keluhan saat bertemu, tentu tidak akan nyaman.

Ekspresi emosi sebenarnya sangat-sangat dibutuhkan, karena kalau terus menerus dipendam justru akan menimbulkan kondisi yang lebih serius. Dengan catatan, jangan sampai cara mengekspresikan emosi yang dipilih justru menyakiti diri sendiri atau orang lain.

Kebiasaan mengeluh berlebihan juga bisa memberi dampak negatif secara internal. Hal ini bisa berdampak pada mood dan pola pikir kita. Mengeluh secara terus menerus dapat menginternalisasi perasaan tidak berdaya pada pikiran seseorang. Ini bisa berakibat pada keyakinan bahwa kita tidak memiliki kendali akan situasi yang kita hadapi dalam hidup. Seolah kita memvalidasi bahwa kita tidak memiliki kemampuan untuk memperbaiki keadaan. Jika hal ini terinternalisasi tentu secara jangka panjang ini akan mengganggu kualitas kesehatan mental kita di masa mendatang.

Mengeluh secara terus menerus dapat menginternalisasi perasaan tidak berdaya pada pikiran seseorang. Ini bisa berakibat pada keyakinan bahwa kita tidak memiliki kendali akan situasi yang kita hadapi dalam hidup.

Lantas, apakah mengeluh adalah tanda seseorang kurang bersyukur?

Bisa iya, bisa juga tidak. Sejujurnya saya yang berprofesi sebagai psikolog pun pernah mengeluh. Mengeluh dengan batasan yang wajar masih merupakan salah satu cara alami manusia dalam meluapkan emosi. Meski begitu, banyak penelitian yang menunjukkan bahwa kurangnya rasa bersyukur juga bisa memengaruhi cara kita memandang diri sendiri dan keadaan. Jadi, jangan sampai kita terlalu fokus pada hal-hal negatif hingga kehilangan kepercayaan terhadap kemampuan diri kita untuk memperbaiki keadaan yang ada.

Saat kebiasaan mengeluh sudah dirasa berlebihan, tentu hal ini harus mulai mendapat perhatian kita. Harus diingat pula, untuk bisa keluar dari sebuah kebiasaan bukan perkara mudah dan akan butuh waktu yang panjang. Langkah pertama yang bisa kita lakukan untuk keluar dari kebiasaan mengeluh adalah dengan mengetahui seberapa banyak kita mengeluh dan apa situasi yang menjadi alasan kita mengeluh karena biasanya khas. Bisa jadi saat dibandingkan dengan orang lain, permintaan teman untuk meminjam uang, atau alasan-alasan lainnya. Dengan memahami pada situasi apa biasanya kita mengeluh, saat hal ini terjadi kita bisa memahami dan berusaha mengelola respons kita dengan lebih bijak.

Kemudian, lakukan hal ini secara bertahap. Upaya untuk keluar dari kebiasaan mengeluh sebaiknya dilakukan perlahan-lahan. Berikan batasan saat mengeluh. Misalnya, aku hanya boleh mengeluh pada lima menit pertama saat aku merasakan emosi negatif. Setelahnya coba disiplinkan diri untuk berhenti mengeluh.

Terakhir, cari medium lain untuk mengekspresikan emosi. Ada banyak sekali bentuk coping mechanism yang bisa kamu lakukan. Misalnya dengan journaling, menggambar, relaksasi pernapasan, olahraga, cerita dengan teman, menari, dan sebagainya. Coba temukan variasi medium lain untuk mengekspresikan emosi-emosi tidak menyenangkan yang kamu rasakan. Dengan begitu mengeluh tidak lagi menjadi satu-satunya cara bagi kamu untuk keluar dari segala rasa kecewa atau marah yang kamu temui sehari-hari.

Coba temukan variasi medium lain untuk mengekspresikan emosi-emosi tidak menyenangkan yang kamu rasakan. Dengan begitu mengeluh tidak lagi menjadi satu-satunya cara bagi kamu untuk keluar dari segala rasa kecewa atau marah yang kamu temui sehari-hari.

Related Articles

Card image
Self
Perbedaan dalam Kecantikan

Perempuan dan kecantikan adalah dua hal yang tidak akan pernah terpisahkan. Cantik kini bisa ditafsirkan dengan beragam cara, setiap orang bebas memiliki makna cantik yang berbeda-beda sesuai dengan hatinya. Berbeda justru jadi kekuatan terbesar kecantikan khas Indonesia yang seharusnya kita rayakan bersama.

By Greatmind x BeautyFest Asia 2024
01 June 2024
Card image
Self
Usaha Menciptakan Ruang Dengar Tanpa Batas

Aku terlahir dalam kondisi daun telinga kanan yang tidak sempurna. Semenjak aku tahu bahwa kelainan itu dinamai Microtia, aku tergerak untuk memberi penghiburan untuk orang-orang yang punya kasus lebih berat daripada aku, yaitu komunitas tuli. Hal ini aku lakukan berbarengan dengan niatku untuk membuat proyek sosial belalui bernyanyi di tahun ini.

By Idgitaf
19 May 2024
Card image
Self
Perjalanan Pendewasaan Melalui Musik

Menjalani pekerjaan yang berawal dari hobi memang bisa saja menantang. Menurutku, musik adalah salah satu medium yang mengajarkanku untuk menjadi lebih dewasa. Terutama, dari kompetisi aku belajar untuk mencari jalan keluar baru saat menemukan tantangan dalam hidup. Kecewa mungkin saja kita temui, tetapi selalu ada opsi jalan keluar kalau kita benar-benar berusaha berpikir dengan lebih jernih.

By Atya Faudina
11 May 2024